Share

Bab 2

Author: Ry-santi
last update Last Updated: 2025-07-07 15:15:48

Kenapa di sini suasananya terasa pengap dan panas? batin Sherly mengibaskan tangan. Dia paham kalau udara di Jakarta selalu terasa membakar kulit, tapi sekarang di ruang sidang ini rasanya Sherly masuk ke dalam sebuah mesin pemanggang.

Padahal ada empat mesin pendingin yang menyala untuk meredam emosi yang mungkin bisa terjadi selama proses peradilan atau bisa jadi gejolak perasaan yang mulai mendesak.

Entah mencari kejelasan atau memulai kembali apa yang dulu pernah terjadi. Sherly tak mau terlalu percaya diri hanya karena Eric kemarin menanyainya tentang kejadian lima tahun lalu.

Lihat saja sekarang, sang mantan yang menatap nyalang seakan ingin sekali mencaploknya hidup-hidup. Sherly membalas sorot mata sipit itu tanpa rasa takut sementara telinganya mendengar hakim Setyo tengah membuka persidangan.

"Apakah penasihat hukum sudah siap dengan pembacaan eksepsi?" tanya hakim Setyo.

"Iya, Yang Mulia," jawab Sherly lalu membuka dokumen eksepsi yang yang sudah disiapkan. "Nota keberatan eksepsi kuasa hukum untuk terdakwa saudara Suwaji alias Bejo terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum, nomor register perkara CRN29/JKT.PSD02/2022 tanggal 12 Juli 2022 yang telah dibacakan tanggal 25 Juli 2022 atas nama saudara Suwaji alias Bejo. Yang kami hormati majelis hakim dalam perkara ini, saya akan menyampaikan nota eksepsi tentang surat dakwaan jaksa penuntut umum apakah sudah memenuhi unsur-unsur serta ketentuan hukum yang mendudukkan terdakwa dalam perkara pidana yang sekarang sedang diadili."

Sherly membacakan nota keberatan dengan penuh percaya diri dan yakin jika eksepsi yang diajukan akan diterima oleh hakim. Dia menebak jikalau yang membuat surat dakwaan untuk kliennya ini adalah Eric. Lihat saja surat yang kemarin diajukan mantannya untuk memenjarakan Suwaji tidak lengkap termasuk pekerjaan yang tidak diisi padahal kliennya seorang wirausaha mi ayam. Alhasil, dari pasal 143 ayat 2 KUHAP yang diketahui Sherly kalau dakwaan cacat formil itu tidak diterima.

"Berdasarkan seluruh uraian di atas, perkenankanlah kami, mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim yang terhormat, agar sudilah kiranya demi keadilan menjatuhkan putusan sebagai berikut mengabulkan eksepsi terdakwa Suwaji alias Bejo atau menyatakan surat dakwaan jaksa nomor register perkara CRN29/JKT.PSD02/2022 tidak dapat diterima. Apabila majelis hakim berpendapat lain, maka kami mohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum yang berlaku dan Ketuhanan yang Maha Esa," jelas Sherly di akhir nota keberatannya.

"Jaksa penuntut umum sudah dengar barusan ya, yang dibacakan oleh penasihat hukum terdakwa dan eksepsi keberatannya ya," ucap hakim anggota yang merupakan seorang perempuan berjilbab putih.

"Ya, dengar, Yang Mulia," jawab Eric.

"Ya, ini saudara punya hak untuk menanggapinya. Untuk hard copy-nya ada di PN, nanti kita titipkan ke jaksa yang ada di PN hari ini ya," timpal hakim Setyo. "Kapan jadwal tanggapannya Pak Jaksa?"

"Satu minggu, Yang Mulia."

"Baik, berarti satu minggu lagi sekitar tanggal delapan Agustus 2022 dengan agenda pembacaan tanggapan eksepsi. Demikian, sidang hari ini kita tunda," ucap hakim Setyo, "apa ada yang ditanyakan Pak Jaksa atau dari penasihat hukum?"

"Tidak ada, Yang Mulia," jawab Sherly melihat sekilas wajah Eric bersamaan palu diketuk tanda persidangan selesai.

Jika ada orang yang bilang kalau jadi pengacara itu enak, maka ingin sekali Sherly menjejali mulut mereka dengan cabai. Sidang seperti ini saja butuh waktu berminggu-minggu sampai vonis dikeluarkan. Dia memijit tengkuk leher lalu membereskan dokumennya ke dalam tas briefcase cokelat yang terbuat dari bahan kulit dan tampak mahal. Maklum saja, Sherly penggemar barang-barang branded yang pastinya menunjang penampilan sebagai pengacara yang meyakinkan klien. Walau untuk urusan kendaraan roda empat, gadis itu memiliki cicilan bulan yang wajib dilunasi sampai beberapa tahun ke depan.

Gadis itu beranjak dari kursi yang terasa mulai panas, sepertinya Sherly butuh segelas es boba super manis untuk menaikkan mood atau mungkin semangkok bakso panglima yang berada di sekitar Pancoran. Langkah kakinya terhenti tatkala Eric kembali mendekat dengan aura yang langsung membekap dirinya secara tak kasat mata. Sherly mencebik seraya berusaha minggir tapi lelaki tinggi itu menghalangi seakan tak ingin Sherly pergi dari sini. Dari ekspresi penuh kebencian itu, rasanya Eric ingin menjebloskan Sherly ke dalam kurungan dan memberondong ratusan pertanyaan.

"Lo kenapa sih!" hardik Sherly kesal.

"Lo kenapa ninggalin gue?" sembur Eric pelan tapi mengintimidasi sang pengacara.

Rahang Sherly hampir saja menyentuh lantai mendengar pertanyaan konyol itu. Aha, apakah ini sidang pribadi di antara dua manusia yang dulu saling menaruh hati? Sherly merasa menjadi terdakwa dengan tuntutan berat akibat memutuskan secara sepihak seorang Eric Prasaja. Haruskah dia memanggil hakim Setyo lagi karena Eric mendesak dan memaksanya memberi jawaban yang tidak ada hubungannya dengan kasus yang ditangani saat ini?

Sherly memilih bungkam ketika Eric masih menunggu jawaban pasti meski hakim sudah meninggalkan ruangan beberapa menit lalu. Gadis itu berpaling ke arah pintu keluar ruang sidang yang dirasa sangat jauh di mata. Keramaian di sana seakan melambai-lambai, memanggil Sherly untuk segera hengkang dari hadapan sang mantan.

"Gue penasaran apa yang buat lo mutusin gue dulu," lanjut Eric tak sabar dengan isi kepala Sherly yang tak kunjung meluncur dari bibir sensual itu. "Gue kurang apa coba?"

"Lo kurang kaya," jawab Sherly asal.

"Gue anak--"

"Gue enggak doyan harta bokap lo!" potong Sherly mendorong dada bidang Eric. "Udah ya, gue sibuk!"

"Sher!" Eric menahan lengan gadis itu. "Gue tahu lo nyembunyiin sesuatu kan?"

"Pede amat lo jadi laki," kata Sherly menepis tangan Eric jijik seolah lelaki itu adalah virus mematikan yang perlu dihindari. Mungkin setelah ini, Sherly perlu mencuci tangan berlama-lama dengan sabun antibakteri supaya semua hal tentang Eric tak membayangi sampai di mimpi.

"Lo belagu banget jadi cewek," ejek Eric emosi.

"Lo murah banget jadi cowok," balas Sherly. "Kita udah bukan siapa-siapa. Lo bilang lo kaya kan? Pesen aja cewek di Michat buat nemenin adik kecil lo, gampang kan?" sorot mata lentik itu turun mengarah ke pangkal paha Eric.

Sontak saja wajah Eric memerah akibat cemoohan atas batang masa depan yang selalu diagungkan sebagai bukti keperkasaan lelaki. Jika bukan di ruang persidangan, Eric akan menyekap tubuh langsing nan angkuh itu ke dalam kamar dan menunjukkan bahwa apa yang dimiliki Eric selalu digilai para perempuan di luar sana. Sayang, sebelum lelaki berambut jambul ayam itu menimpali ejekan Sherly, dering ponsel sang pengacara berbunyi.

Senyum langsung merekah di bibir berlipstik merah dengan mata berbinar Sherly berkata," Halo, Sayang. Aku udah selesai nih!" Buru-buru dia pergi sebelum Eric makin penasaran dan menahannya makin lama.

Mengikuti arah pergi mantan kekasihnya, alis tebal Eric menyatu membentuk sebuah lekukan tegas yang menyiratkan sebuah kegeraman. Dia mengomel pelan menatap jejak Sherly yang sudah lenyap bersama memori kebersamaan mereka lima tahun lalu. Eric menggeleng, menghapus bayangan itu dalam benak dan menyingkirkan sisa rasa yang mendadak muncul di hati sejak pertemuan keduanya dengan sang mantan. Dalam hati, dia penasaran lelaki mana yang berhasil menggaet hati Sherly sementara dirinya merasa yang lebih pantas dari siapa pun.

Cowok mana yang betah sama cewek judes itu?

Eric mengacak rambut pendeknya, merusak tatanan jambul kesayangan setelah tahu Sherly sudah benar-benar memiliki tambatan hati. Lihat saja tadi, betapa sumringah wajahnya seperti sinar matahari berada tepat di atas ubun-ubun Sherly. Eric mendongakkan kepala, tak habis pikir dengan debaran emosi yang membelenggu dirinya saat ini. Dia memijit kening, berusaha menyadarkan diri kalau dia sudah memiliki kekasih yang penurut dan cantik nan bening seperti artis Korea. Yang terpenting, tubuh kekasihnya lebih molek daripada Sherly. Eric mencamkan hal itu dalam otak.

"Dasar mulut sampah," desis Eric jikalau mengingat ucapan Sherly. "Dada triplek. Lo pikir gue enggak bisa move on apa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 7

    Hingar bingar musik dan dentingan gelas beralkohol sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup seorang Sherly Rosalie. Bak orang gila, gadis itu berjoget sambil mengacungkan gelas berisi vodka dan sesekali berteriak di depan Johan yang mengepulkan asap rokok elektrik di depan muka. Bibir Sherly terbuka seolah menerima kabut putih beraroma mangga itu masuk ke dalam mulut untuk berdiam diri di dalam paru-paru tanpa memedulikan efek jangka panjang. Dia menggelengkan kepala mengikuti irama lagu yang dimainkan disk jockey.Sejujurnya Johan sedikit kesal karena sikap Sherly yang kemarin malam mempermainkan sekaligus mencampakkannya begitu saja. Terlebih pagi ini saja gadis itu tidak bisa dihubungi membuat si pria imitasi Ario Bayu bersumpah tidak akan mau menjalin komunikasi dengan Sherly. Sayang, ucapan yang hanya ada di mulut itu lenyap begitu saja saat Sherly mendadak kembali menelepon untuk menemaninya malam ini di kelab Dragonfly sekaligus membayar apa yang kemarin belum sempat mereka t

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 6

    "Bukan urusan lo!" gertak Sherly menepis tangan Eric dan menutupi lehernya dengan rambut. "Lo beneran enggak move on ya sampai kepo siapa yang habis kasih cupang ke gue, tuh berkas dakwaan lo lain kali kudu lengkap!" sindirnya lagi lalu bergegas meninggalkan Eric."Enggak move on bukan berarti gue masih suka sama lo kali!" balas Eric menggema ruang sidang. "Dasar dada triplek!"Jika bukan di gedung pengadilan, mungkin satu tendangan maut di pangkal paha Eric bisa membuatnya bungkam. Entah dari mana ejekan dada triplek yang disematkan mantan padahal bentuk tubuhnya saat ini sudah banyak berubah. Belum lagi pandangan orang-orang yang mendengar cibiran Eric langsung mengarah ke Sherly yang dibalas sorot tajam. Dia mendengus sambil membatin apakah perlu menaikkan kegiatan gym-nya yang semula seminggu sekali jadi dua kali? Perlukah dia menggunakan baju lebih ketat lagi agar bola mata Eric yang sipit itu bisa melihat betapa indah dirinya sampai digilai banyak pria."Dia aja yang buta," guma

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 5

    Rintihan penuh hasrat dua insan memenuhi mobil bercat hitam di parkir area dekat kelab kala bibir mereka saling mencecap. Beruntung posisi kendaraan milik Johan tidak terkena sorotan CCTV sehingga tak perlu takut kalau ada orang yang memergoki kemesumannya. Atmosfer terasa sangat panas sampai-sampai dua manusia yang dikuasai oleh gairah itu berpeluh butiran keringat. Tangan Johan bergerilya menelusuk masuk ke dalam gaun pendek Sherly untuk mencari-cari pusat tubuhnya. Begitu juga dengan Sherly, tangannya sudah sangat lihai menggoda milik Johan."Kenapa enggak sewa kamar aja sih?" bisik Johan di depan bibir bengkak Sherly. "Lo tahu betapa gue pengen bermain sama lo." Jempol kanannya mengusap bibir itu lembut.Sherly masih terengah-engah setelah cumbuan panas yang sungguh gila. Johan pintar juga, pikir gadis itu menilai kepiawaian Johan memanjakannya sampai pusat tubuhnya membutuhkan pelampiasan. Sekuat tenaga, dia mengumpulkan sisa-sisa kewarasan yang sempat menghilang entah ke mana, m

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 4

    Memulas bibir sensual dengan lip cream merah menyala lalu menyemprotkan parfum Chanel yang manis nan segar membuat penampilan Sherly lebih mirip pelakor siap merebut lelaki orang. Dia kembali merapikan tatanan rambut panjang yang sengaja dikeriting bagian tengah hingga ujung rambut agar terkesan bervolume. Sementara balutan mini dress satin hitam dengan spageti strap menonjolkan lekukan tubuh terutama dada yang bisa membuat para buaya lupa daratan. Sherly patut memberikan seratus jempol pada orang yang berhasil menciptakan push up bra tanpa harus membuatnya melakukan implan."Pantas saja si Eric enggak bisa move on dari gue," gumam Sherly menatap pantulan wajahnya dari cermin penuh percaya diri. "Cewek seksi badass gini, mana bisa dia cari lagi."Usai menemui klien yang mengalami pelecehan seksual untuk mengumpulkan keterangan di acara persidangan nanti, Sherly langsung berganti jadwal untuk berjumpa dengan lelaki pengusaha batik yang dikenalkan oleh Sandra di Fable yang ada di lantai

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 3

    "Najong!" pekik Sandra melalui sambungan telepon usai teman satu kantornya itu memanggil sebutan sayang. "Geli gue!""Apalagi gue," tandas Sherly masuk ke dalam mobil Honda Brio putih dan menekan loudspeaker ."Gue ogah punya cewek mak lampir kayak lo," sembur Sandra."Gue juga males punya cewek jorok mata duitan kayak lo," balas Sherly meraih botol mineral dari drink holder, meneguk cepat melintasi kerongkongan yang terasa kering setelah percakapan tak pentingnya dengan Eric. Beruntung panggilan dari Sandra bisa mengakhiri dan seakan Tuhan tahu kalau Sherly enggan berlama-lama melakukan kontak dengan lelaki sok ganteng itu. "Tapi, gue sayang sama lo, Nek.""Gue juga, Mak," kata Sandra cekikikan. "Gue sampe lupa mau nelepon lo buat apa. Udah ah, gue tunggu di kantor!"Sambungan telepon terputus, Sherly menghela napas panjang dan mengembuskan melalui mulut mengeluarkan segala kerisauan yang menggerombol dalam dada. Mengelus lengan yang tertutupi blazer cream berpotongan tiga perempat y

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 2

    Kenapa di sini suasananya terasa pengap dan panas? batin Sherly mengibaskan tangan. Dia paham kalau udara di Jakarta selalu terasa membakar kulit, tapi sekarang di ruang sidang ini rasanya Sherly masuk ke dalam sebuah mesin pemanggang.Padahal ada empat mesin pendingin yang menyala untuk meredam emosi yang mungkin bisa terjadi selama proses peradilan atau bisa jadi gejolak perasaan yang mulai mendesak.Entah mencari kejelasan atau memulai kembali apa yang dulu pernah terjadi. Sherly tak mau terlalu percaya diri hanya karena Eric kemarin menanyainya tentang kejadian lima tahun lalu.Lihat saja sekarang, sang mantan yang menatap nyalang seakan ingin sekali mencaploknya hidup-hidup. Sherly membalas sorot mata sipit itu tanpa rasa takut sementara telinganya mendengar hakim Setyo tengah membuka persidangan."Apakah penasihat hukum sudah siap dengan pembacaan eksepsi?" tanya hakim Setyo."Iya, Yang Mulia," jawab Sherly lalu membuka dokumen eksepsi yang yang sudah disiapkan. "Nota keberatan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status