Share

Bab 3

Author: Ry-santi
last update Last Updated: 2025-07-07 15:16:24

"Najong!" pekik Sandra melalui sambungan telepon usai teman satu kantornya itu memanggil sebutan sayang. "Geli gue!"

"Apalagi gue," tandas Sherly masuk ke dalam mobil Honda Brio putih dan menekan loudspeaker .

"Gue ogah punya cewek mak lampir kayak lo," sembur Sandra.

"Gue juga males punya cewek jorok mata duitan kayak lo," balas Sherly meraih botol mineral dari drink holder, meneguk cepat melintasi kerongkongan yang terasa kering setelah percakapan tak pentingnya dengan Eric. Beruntung panggilan dari Sandra bisa mengakhiri dan seakan Tuhan tahu kalau Sherly enggan berlama-lama melakukan kontak dengan lelaki sok ganteng itu. "Tapi, gue sayang sama lo, Nek."

"Gue juga, Mak," kata Sandra cekikikan. "Gue sampe lupa mau nelepon lo buat apa. Udah ah, gue tunggu di kantor!"

Sambungan telepon terputus, Sherly menghela napas panjang dan mengembuskan melalui mulut mengeluarkan segala kerisauan yang menggerombol dalam dada. Mengelus lengan yang tertutupi blazer cream berpotongan tiga perempat yang sempat dipegang sang mantan. Beruntung Eric tidak mendengar betapa keras debaran dadanya. Selain itu, ada sisi positifnya juga selama pelajaran di kampus kalau para pengacara harus menunjukkan wajah tegas di depan lawan agar tak terlihat kalau mereka sedang terpojok. Walau Sherly tak yakin berapa lama lagi dia akan bertahan menghadapi sikap keras kepala Eric yang masih saja menjejalinya alasan kepergian gadis itu lima tahun lalu.

Seraya menyalakan mesin mobil kemudian melaju menuju kantor, pikiran Sherly terpusat pada sosok Eric. Seberapa pentingnyakah hubungan di masa lalu dari sisi pandang Eric? Bukankah lelaki sepertinya akan lebih mudah menggaet lawan jenis, apalagi bibirnya mampu meluncurkan ratusan rayuan yang bisa membuat mereka bertekuk lutut? Lantas, kenapa pula Eric harus bersusah payah mengejar Sherly hanya karena rasa ingin tahunya? Apa perlu Sherly menuliskan seratus alasan yang membuatnya memutuskan meninggalkan Eric agar lelaki itu segera menjauh?

Kepala Sherly menggeleng pelan. Dia tahu Eric bukan lelaki yang mudah menyerah walau ada jutaan alasan yang akan dikatakan Sherly. Gadis itu paham apa yang tengah dicari oleh mantan kekasihnya. Bodohnya, Sherly seperti sedang menggali kuburan sendiri kala mengambil kasus ini. Seharusnya dia tolak saja seperti kebiasaannya di kantor cabang agar tak perlu bertemu Eric yang terus-menerus meminta pertanggungjawaban atas rasa sakitnya lima tahun lalu. Setelah lelaki itu tahu kebenarannya, lalu apa? Memohon ampun agar hubungan mereka membaik walau statusnya sebagai mantan?

Tidak!

Dalam kamus percintaan Sherly, tidak pernah sekalipun ada keinginan untuk menjalin pertemanan dengan orang di masa lalu yang sudah membuat hidupnya terseok-seok. Sherly sudah mengikrarkan diri dan membangun tembok tinggi untuk tidak membiarkan Eric mencari celah dan masuk ke dalam hatinya seperti dulu. Lagi pula, di dunia yang memiliki milyaran lelaki ini, banyak yang rela antre mengajaknya kopi darat sampai merogoh lebih dalam isi dompet demi menyenangkan hatinya. Bak bunga penuh nektar yang tak akan habis diisap oleh para lebah kelaparan, Sherly tak perlu bergalau ria hanya karena kehilangan satu pria.

Roda empat bercat putih itu berhenti di area parkir gedung SCBD berbarengan dengan notifikasi W******p dari Sandra. Gadis yang rambutnya dicat cokelat gelap itu menyunggingkan senyum miring membalas pesan teks dari temannya dengan ikon hati dan jempol. Kebetulan malam ini jadwalnya sedikit longgar untuk menerima ajakan makan malam seorang pengusaha batik di Jakarta. Selain teman satu kantor, Sandra adalah mak comblang yang lebih mirip mucikari yang mengobral kecantikan Sherly.

Hidup hanya sekali jadi gunakan waktu sebaik mungkin untuk bersenang-senang. Itu moto hidup sang pengacara tiap menerima tawaran dari para buaya. Sayang, di antara para pengejar wanita itu, Sherly kerap kali mendapat tawaran untuk menjadi pendamping hidup. Berhubung, dia belum siap berkomitmen apalagi mengurus anak dan suami seumur hidup. Pada akhirnya, Sherly terpaksa menjadi neng ghosting sampai mendapat umpatan kalau gadis bertubuh langsing itu terlalu jual mahal.

Hei, apakah salah menolak laki-laki? pikir Sherly tak terima. Bukankah mereka juga melakukan hal yang sama dengan menebar daya tarik sampai memberikan harapan yang tidak bisa ditepati. Apa mereka pikir perempuan hanyalah manusia pemuas nafsu saja yang tunduk jika diberi segepok uang dan janji belaka. Ah, jika seperti itu, tak salah juga kalau angka perceraian sekarang makin meningkat. Terlebih pernikahan di jaman sekarang seperti selembar kertas yang ditanda tangani oleh dua manusia, bukannya mengikat janji di depan Sang Pencipta.

Selagi berjalan menuju kantor firma hukum di lantai lima tempatnya mengabdi, Sherly mendapat telepon dari salah satu lelaki yang sudah mengajaknya kencan buta. Hebatnya, meski sudah menghapus kontak dan memutus komunikasi, otak cemerlang Sherly mengingat nomor para buaya.

"Apa lagi?" ketus Sherly. "Gue udah punya cowok nih jadi enggak bisa jawab telepon enggak penting dari lo. Udah ya, gue sibuk!" Dia kembali mengakhiri percakapan itu dan memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Dua bulan lalu, Sherly terpaksa menghapus nomor kontak Indra--lelaki berprofesi sebagai pemilik toko roti yang bolak-balik mengajaknya kencan lagi seperti tadi. Dia mencebik dan mengira kalau mode menghilang dan menghapus kontak sudah tak mempan. Sherly harus memutar otak untuk mencari cara lain agar tidak terhubung dengan pejantan kurang kasih sayang itu.

###

"Sher, ini ada kasus baru." Sandra menyerahkan sebuah berkas perkara kepada Sherly. "Pelecehan seksual di ojek online."

"Hadeh, kenapa otak cowok jaman sekarang makin enggak bener aja?" omel Sherly membaca cepat berkas itu.

"Korbannya pegawai bank swasta, kasihan dia sampai trauma," tambah Sandra mengabaikan keluhan Sherly dengan memberikan sebuah rekaman data. "Terus ini, dia bawa beberapa bukti termasuk video rekaman di flashdisk. Ah, iya ... kenapa lo tadi manggil gue sayang? Lo ketemu cowok kopi darat lo? Seingat gue ... gue enggak pernah ngenalin lo sama pengacara atau jaksa. Lo kan bilang sendiri anti-jaksa."

"Bisa enggak lo tanya gue satu-satu, Nek?"

"Habisnya ... lo tahu kan gue itu enggak sembarangan ngenalin lo, kecuali si Indra kampret itu," ucap Sandra. "Dia enggak neror lo lagi kan?"

"Apaan, tadi aja dia telepon gue. Lama-lama gue potong juga burungnya," ancam Sherly kesal. "Oh iya, masalah tadi gue ketemu--"

Tak sempat melanjutkan ucapannya tentang Eric kepada Sandra, ponsel Sherly lagi-lagi berdering. Lama-lama dia mirip customer service yang tidak bisa mengistirahatkan telinga barang sedetik pun. Melihat nomor asing yang muncul di layar handphone, mata bulat Sherly menyipit bersamaan sel-sel dalam otaknya membuka berkas demi berkas kiranya siapa yang memiliki nomor unik itu.

"Kayaknya enggak ada deh," gumam Sherly. "Apa telepon dari pinjaman bodong?"

"Siapa?" bisik Sandra penasaran melihat nomor asing yang masih muncul di layar ponsel Sherly. "Jawab aja, kalau ada yang bilang 'Mama minta pulsa' gue yang pasang badan."

Sherly menggeser ikon hijau dan suara bass dari si penelepon langsung terdengar. "Oh, enggak diblokir ternyata." Berikutnya si pemilik suara itu langsung mematikan sambungan telepon membuat Sherly membeliak mengenalinya.

"Ah! Si anak mami lagi!" gerutu Sherly ingin mencakar wajah Eric saat ini juga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jaksa Gagal Move On   Epilog

    "Lo jadi kawin sama gue enggak sih?" Sherly berkacak pinggang selagi menelepon Eric yang tak kunjung datang ke acara pemberkatan. Tak menghiraukan tatapan terkejut tim wedding Organizer yang terpaksa mengatur ulang jadwal acara akibat keterlambatan Eric. Mereka masih belum terbiasa dengan cara bicara Sherly yang terkesan blak-blakan terlepas profesinya sebagai pengacara."Gue udah jamuran tahu nunggu lo dari tadi? Jadi kawin enggak?" Sherly mengulang kalimatnya sembari jalan mondar-mandir. Sherly mengaduh pelan saat Sandra memukul lengan sembari melotot. Sherly membalasnya dengan cubitan, "Kalau lo nggak cepet, gue bisa tarik—""Eh. Apaan!" Eric berseru tak mau calon istrinya membatalkan pernikahan yang sudah dinanti-nanti setengah mati. "Gue tadi ketiduran, Sorry. Ini gue udah di lift sama si Benedict.""Lima menit nggak muncul, gue kawinin aja tuh si Jojo!" ancam Sherly menyebut salah satu teman dekat Eric yang sama-sama buaya selain Candra dan Benedict. Lantas memutuskan sepihak sa

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 50

    Riuh tepuk tangan memenuhi ballroom Four Seasons hotel bernuansa serba putih bagai memasuki dunia fantasi. Lampu-lampu kristal menggantung indah, memancarkan gemerlap pantulan cahaya sehingga terkesan ruangan ini berkilauan dari berbagai sudut pandang. Lantunan lagu yang dinyanyikan oleh Raim Laode yang begitu syahdu bersamaan layar proyektor menampilkan cuplikan gambar juga video ketika Barra pertama kali bertemu dengan istrinya yang satu perusahaan tambang di Papua. Pengantin yang mengenakan gaun bertema vintage dengan mode A-line memamerkan bahu putih mulus dan tulang selangka begitu menggoda. Lapisan kain brokat dan tile terlihat serasi, manalagi ada sebuah bando mutiara yang menghiasi rambut hitam perempuan yang menjadi ratu semalam. Tak perlu riasan mencolok, melainkan dandanan flawless menonjolkan pulasan eyeshadow sedikit bold dan lipstik pink. Catherine, gadis keturunan Sunda-Manado benar-benar mampu menghipnotis seluruh tamu undangan termasuk Barra yang begitu bangga dan

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 49

    Hidup harus berlanjut. Setidaknya itu yang harus ditanamkan Sherly mulai dari sekarang. Membuka pintu maaf dan menulis lembaran baru bersama Eric tentang mimpi-mimpi yang tertunda. Walau awalnya mendapat pertentangan dari sang kakak sampai adu mulut, Sherly memegang teguh pendirian bahwa dia tidak mau mengulang kesalahan kedua dengan membiarkan Eric pergi dan menyakiti perasaannya sendiri. Alhasil, selama seminggu Barra enggan berbicara dengan Sherly, bahkan sekadar berpapasan di dapur pun lelaki berjanggut itu membuang muka seperti anak-anak tengah merajuk.Sherly tidak peduli, mengancam tidak akan hadir dalam pernikahan Barra. Selain itu, Sherly lebih memilih menginap di apartemen Eric daripada satu rumah dengan Barra yang kekanakan. Barra makin murka, tapi sikap keras kepala adiknya itu tidak dapat dihancurkan sebesar apa pun usahanya. Sehingga, Barra memilih acuh tak acuh atas gertakan Sherly. Sedangkan Eric merasa bersalah membuat kakak-beradik itu terpecah belah hanya karena

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 48

    "Udah lama?" tanya seorang perempuan dengan gaun minim bahan yang berpotongan cukup rendah di bagian dada. Jemari lentik bercat kuku merah menyala menelusuri lengan berotot Eric. "Lo kayaknya lagi ada masalah. Gue bisa bantu lo jadi happy."Yang ditanya masih membisu, enggan menanggapi belasan wanita yang masih saja berusaha menggoda atau sekadar ingin menjadi teman bicara. Dia meneguk gelas berisi vodka, menuruni kerongkongan dan menimbulkan sedikit rasa hangat menjalari lambung. Sudut mata Eric hanya melirik sekilas tanpa minat, mengibaskan tangan memerintah perempuan molek tersebut untuk memberinya ruang. "Ck! Jual mahal amat," ketus si perempuan lalu bergegas pergi.Eric menopang kepalan dengan tangan merasakan nyeri luar biasa hingga ingin ambruk saat ini juga. Memejamkan mata sebentar untuk mengalihkan sensasi menyakitkan tersebut dan berteriak dalam hati kalau sakit ini tidak sebanding dengan hatinya yang remuk. Entah sudah berapa hari, Eric sudah lupa. Melalang buana menca

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 47

    Berita tersiarnya Eveline sebagai dalang pembunuhan Sarah terkuak membuat Sherly seperti dijungkir semesta berulang kali. Tungkainya tak bertulang manakala mengamati siaran televisi yang masih saja membacakan kronologi di mana ibunya meregang nyawa. Walau objek di jalanan besar area hotel tempat kejadian perkara sengaja diburamkan, tetap saja bola mata Sherly bisa menangkap bahwa sosok terkapar di jalanan dengan darah membanjirinya. CCTV berhasil merekam sebuah mobil yang menabrak Sarah hingga tewas kemudian diakhiri adanya baku tembak dengan pelaku. Bukti ponsel berisi percakapan dengan Gatot dilanjut obrolan bersama Eveline menambah mimpi buruk Sherly. Pernyataan sang dokter bedah yang mengaku melakukan pembunuhan berencana tersebut dikarenakan sakit hati atas masa lalu yang menimpa keluarganya dulu seketika melubangi hati Sherly. Eveline berkata bahwa pernah memergoki Sarah menemui Gatot diam-diam di penjara tanpa rasa takut sehingga memunculkan rasa dendam untuk menghabisi mant

  • Jaksa Gagal Move On   Bab 46

    Entah harus ke berapa kali gadis malang itu mengalami betapa sakitnya sebuah kebohongan. Dadanya serasa dihujani batu-batu hingga hancur tak berbentuk, meremukkan segenap tulang belulangnya sampai menyisakan sebuah rasa dendam untuk bisa membalas apa yang sudah dilakukan Gatot kepada keluarganya. Karma? Sherly sudah tidak percaya manakala hukum sepertinya lebih tunduk kepada manusia keji itu. Ataukah ... Tuhan benar-benar selalu berpihak pada Gatot? Kenapa Dia tidak mencabut saja nyawa lelaki tak tahu diri itu untuk menerima pembalasan di alam baka?Kornea Sherly perih terlalu banyak air mata yang keluar menangisi betapa sial perjalanan hidup keluarganya. Di sisi lain, abangnya tercengang bukan main mengetahui kebenaran telah terlontar dari bibir Sherly atas kejanggalan kematian Sarah. Dia murka setengah mati hendak mengambil pisau untuk menusuk Gatot saat ini juga. Beruntung Sherly berhasil meredam amarah Barra, mengatakan kalau dia ingin mengajukan banding atas keputusan yang akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status