Share

Bab 4

Empat tahun yang lalu, mereka dua orang yang saling mengenal hanya sebatas mengetahui nama dan keluarga. Selain itu sudah tidak ada lagi hal yang istimewa. Meski begitu ikatan sudah pernah terjalin diantara dua keluarga. Dua orang asing yang seharusnya menjadi pasangan suami istri tapi berhasil dikalahkan oleh orang yang saling mencintai. Perasaan sepihak tentu saja akan kalah dengan cinta yang utuh.

Perasaan sepihak itu milik Mia dan cinta yang utuh itu adalah, Gray dan Amayra.

"Tunjukkan kakimu yang terkilir!"

"Akan ku obati sendiri saja …."

Gray memberikan cream obat ke Mia, memijat pelipisnya, dia mulai kehilangan fokus. Hujan malam ini belum menunjukkan tanda akan berhenti. Mata hitam Gray terus mencari, mungkin saja dia menemukan Amayra di luar sana. Sementara gadis di sebelahnya menahan rasa sakit pada pergelangan kakinya, sepertinya memerlukan waktu berhari-hari untuk pulih.

"Apa sudah lebih baik?"

"Iya, aku baik-baik saja, sudah tidak sakit lagi! Terima kasih untuk obatnya!" Mia tersenyum dengan ramah.

"Maafkan aku, aku sedang terburu-buru dan tidak bisa mengantarmu ke tempat kerja."

"Tidak apa-apa … Tempat kerjaku sudah dekat setelah aku melewati jembatan disana!"

"Okay."

"Kalau begitu aku turun."

"Mia?!"

Mia menoleh ke arah pria itu yang tiba-tiba menghentikan pergerakannya hanya untuk melihatnya terdiam lama. Pada akhirnya Gray tidak mengatakan apapun.

*

Mia meringis kesakitan, kakinya terasa sakit sepertinya besok kakinya akan membengkak. Mia berjalan tertatih, haruskah dia pulang saja karena keadaannya saat ini sangat buruk. Tapi kalau dia membolos kerja, atasannya pasti akan memotong gajinya. Bosnya bukanlah Adrian, yang bisa diajak bernegosiasi tapi orang lain karena setiap hari Mia bekerja di dua tempat.

Dia harus datang meskipun terlambat, meski jam kerjanya berkurang dan gaji dipotong minimal dia mendapatkan uang. Berapapun gaji yang diterima, dia sangat membutuhkan uang itu.

Mia menangis, air matanya luruh bercampur air hujan dari langit.

'Mama … Papa … Kenapa Tuhan melakukan ini padaku?'

Sambil berpegangan pada pagar pembatas jembatan Mia berjalan tertatih. Rasa sedihnya kehilangan orang yang disayangi memang lebih menyakitkan tapi sakit di kakinya juga tidak tertahankan. Perhatian Mia teralihkan dengan sesuatu di depannya. Seorang wanita berdiri di tengah jembatan menatap sungai yang mengalir deras di bawahnya, wanita tersebut menangis, tangisnya terdengar menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. Wanita itu mulai memanjat pagar pembatas, dari jarak yang cukup dekat Mia tampak terkejut.

'Mungkinkah dia ….?!'

Mengabaikan rasa sakit kakinya yang terkilir Mia berlari menuju wanita itu. Mia meraih tangannya dan menariknya dengan kuat hingga menjauh dari pagar pembatas.

"Mengakhiri hidup tidak akan menyelesaikan masalahmu!" Mia berteriak, suara yang biasanya terdengar lembut kini ingin mengalahkan suara hujan malam ini.

Wanita di depan Mia terlihat terkejut. Setiap orang berhak untuk bahagia, hanya dengan memiliki harapan dia akan mendapat kebahagiaan. Tapi Amayra sudah tidak memiliki harapan.

"Biarkan aku mati! Aku sudah mengecewakan semua orang. Aku tidak kuat lagi menahan semua ini!"

Mia terdiam menatap wanita yang menangis di depannya.

"Apa kau tahu, di tempat lain seseorang berjuang untuk tetap hidup! Setiap hari dia harus menjalani pengobatan menahan setiap rasa sakit hanya demi melihat matahari terbit esok hari dia bersedia melewati itu semua!"

Setiap ucapan Mia adalah cerita dari hidupnya, "Kau anggap apa nyawa seseorang itu, mempermainkan nyawa seperti ini?! Kau sama sekali tidak berhak!"

Tangis Amayra semakin keras, dia berlutut, menyesali diri karena hampir saja melakukan sesuatu yang bodoh. Mengakhiri hidup sama dengan melarikan diri.

"Hargailah kehidupanmu saat ini, kalau mereka yang disisimu menghilang tidak akan ada kesempatan kembali."

Amayra tertegun, dia menatap Mia dengan penuh harapan.

"Lalu apa yang harus kulakukan?"

Mia tersenyum, "Jangan menyerah, hadapi bersama. Semua yang buruk hari ini akan menjadi baik di masa depan. Hari yang buruk akan cepat berlalu!"

"Terima kasih …." bisik Amayra, air mata mengalir deras di pipi wanita tersebut.

"Setelah aku pergi, aku tidak akan bertanggung jawab jika kau melakukan sesuatu yang nekat lagi!"

Mia pergi meninggalkan Amayra di jembatan itu sendirian. Amayra mengusap air matanya yang bercampur dengan air hujan, dia menatap punggung Mia yang semakin menjauh. Amayra bersyukur dia bertemu Mia malam ini, luka hati yang tadi dia rasakan sudah mulai menghilang seakan gadis itu membawanya pergi bersamanya.

"Dia menyelesaikan masalahku dengan cepat padahal terlihat lebih muda dariku."

*

Pintu terbuka, Gray terlihat berantakan saat memasuki rumah mungilnya yang terlihat sederhana, tempat tinggalnya bersama sang istri. Semalaman dia mencari Amayra, langkah kakinya terhenti saat dia mendengar suara dari arah dapur. Pria itu berjalan cepat, wanita yang dicarinya semalaman ternyata ada di dapur sedang memasak.

"Dari mana saja kau?!"

Amayra tersentak, dia menoleh melihat Gray yang terlihat marah kepadanya.

"Selamat pagi, suamiku! Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu!" nada suara Amayra terdengar ceria, dia tersenyum menyambut Gray.

"Aku tidak suka hal ini terulang lagi. Kau pergi tanpa mengatakan apapun padaku!"

"Maaf."

Gray memeluk Amayra dengan lembut. Dalam pelukan pria itu Amayra menangis, antara sedih dan bahagia.

"Gray, aku mencintaimu. Meski aku mencintaimu aku tidak bisa membahagiakan dirimu. Tapi kau masih bisa bahagia. Ceraikan aku, Gray …."

Ketenangan kembali terusik, Gray terlalu terkejut mendengar ucapan Amayra. Gray menatap wanita di depannya, bagaimana mungkin Amayra Nora Smith yang dicintainya mengucapkan kalimat itu.

"Kenapa? Jangan katakan itu. Bertahanlah sedikit lagi. Tidak, berjuanglah bersamaku, Amayra!"

"Mama memberi kita waktu satu tahun 'kan, tapi meskipun dia memberiku waktu puluhan tahun aku tidak akan bisa membuatnya bahagia. Jadi lepaskan aku sekarang …."

"Omong kosong apa yang kau katakan?! Aku akan menghadapi siapapun untuk mempertahankan cinta kita meski harus melawan Ibu ku sendiri!" Amayra melihat amarah dalam diri Gray, cintanya terlalu besar tapi Amayra sudah menetapkan hatinya.

Amayra mengusap pipi suaminya, "Maaf, tapi aku sudah memutuskan. Kita berpisah saja."

Gray menepis tangan Amayra dengan kasar, Amayra sudah mencampakkan dirinya, ini seperti dia sudah dibuang. Gray ingin berjuang bersamanya tapi Amayra sudah melepaskan dirinya.

"Gray?"

Amayra melihat Gray menjauh darinya, pria itu pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan kata apapun lagi.

Amayra meremas perutnya, dari tadi dia menahan sakit. Penyakit dalam rahimnya mulai menggerogoti secara perlahan. Amayra merintih kesakitan, dia jatuh berlutut di lantai yang dingin bersamaan dengan gelas berisi air yang membentur lantai, serpihan gelas tersebar.

Hatinya seperti serpihan gelas itu, rasa sakitnya juga. Amayra sudah menyerah, meskipun kehidupannya berakhir sekarang karena penyakit ini dia akan menerimanya. Dia tidak akan merasa berat saat pergi karena sudah tidak memiliki apapun, sepertinya ucapan gadis yang menolongnya semalam tidak bisa menyelamatkannya. Pandangan mata mulai gelap, Amayra sudah kehilangan kesadarannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status