Share

Jalan Takdir Nadhira
Jalan Takdir Nadhira
Penulis: Bu Dhe

BAB 1 DIUSIR MAMA

“PERGI KAMU DARI RUMAH INI, NAD! INI SUDAH BUKAN RUMAH KAMU LAGI!” Teriak mama Nur pada anak perempuannya bernama Nadhira.

“Tapi ma, ini belum empat puluh harinya papa. Nadhira masih mau di sini ma,” jawab Nadhira di tengah isak tangisnya.

“Mama sudah tidak ingin melihat wajah kamu lagi Nad! PERGI!” teriak Mama Nur penuh emosi.

“Maafin Nadhira ma, Nadhira tahu Nadhira salah. Nad minta maaf, Ma," Nadhira bersimpuh di hadapan mamanya sambil menangkupkan tangannya.

Tangisnya pecah. Dia tidak menyangka mamanya akan mengusirnya seperti itu. Mama Nur yang dulu selalu lemah lembut kini seolah menjadi sosok yang asing bagi Nadhira. Tiada lagi panggilan penuh kasih sayang dan tatapan lembut penuh kasih.

“Buat apa lagi kamu di sini? Gara-gara kamu papa meninggal! Sekarang kamu sudah jadi istrinya Lik Hanif, jadi kamu bisa pergi dari rumah ini,” sahut Arya, kakak laki-laki Nadhira.

“Tapi Kak, Nadhira..”

“Aaah.. nggak usah pakai tapi-tapian, lebih baik kamu segera angkat kaki dari rumah ini! Mama masih sakit hati dengan semua kelakuanmu! Mama masih tidak terima! Karena gara-gara kamu papa meninggal!” Mama Nur menarik napas dalam sebelum melanjutkan kata-katanya.

“Maa.. Jangan bilang begitu, Maa..,” Nadhira memegang kaki ibunya yang membuang muka.

“Sekarang urus saja anak dalam kandungan kamu itu sendiri. Bersyukurlah Hanif mau menikahi kamu dan mau menerima anak dalam kandungan kamu itu. Anak yang nggak jelas siapa bapaknya!” napas Mama Nur tersengal-sengal meluapkan semua emosinya pada Nadhira yang masih bersimpuh di depannya.

“Mama!” Nadhira balas berteriak tidak terima kata-kata mamanya.

“NADHIRA! Masih berani kamu berteriak pada mama setelah semua yang kamu perbuat?! Apa kamu sadar keluarga kita ini hancur gara-gara kamu!” Arya dengan mata merah ikut menyalahkan Nadhira atas kehilangan yang mereka rasakan.

“Kak, Nadhira tidak mau ikut Lik Hanif. Lebih baik Nadhira di sini saja. Nadhira malu kak,” jawab Nadhira dengan air mata yang masih mengair deras. Ditatapnya kakanya dengan wajah memelas.

“Kenapa baru sekarang malunya?! Saat kamu berbuat apa tidak terpikirkan akibatnya akan seperti ini, hah?!” dipegangnya tangan adiknya dengan kasar dan dihempaskannya.

“Sakit, kak,” pekik Nadhira sambil memegang tangannya yang sakit.

“Udahlah Nad, lebih baik kamu naik aja sekarang. Bereskan barang-barang kamu. Sebentar lagi Lik Hanif datang buat jemput kamu.” Arya mengakhiri pembicaraan meski masih dengan muka masam.

Kesal, Nadhira segera beranjak dari duduknya dan pergi dari hadapan mama dan kakaknya yang masih tidak sudi melihat wajahnya.

BRAAKKK

Suara bantingan pintu kamar terdengar dari lantai dua. Mama Nur mulai menangis dan memegangi dadanya. Arya yang melihat itu mendekati mamanya dan memeluknya. Dielus-elusnya pundak wanita yang entah kenapa kini tampak lebih tua.

Beban masalah yang dirasakannya seolah mengambil binar-binar bahagia yang dulu selalu terpancar dari wajah teduh mamanya. Kini Mama Nur terlihat suram dan gurat usia terlihat semakin dalam sejak kepergian Pak Hamzah, suaminya, untuk selamanya.

“Sabar ma.. Ada Arya di sini. Mama tidak sendiri,” Arya berusaha menenangkan mamanya yang kembali memukul-mukul dadanya.

“Mama sakit hati Ar. Mama masih belum rela papa kamu pergi seperti itu.” jawab mama Nur di tengah sedu sedannya.

“Iya ma. Arya juga ngerasain apa yang mama rasakan. Arya juga kehilangan papa Ma,” kini bulir bening juga jatuh dari mata elang Arya.

“Rasanya sakit sekali di sini Ar. Sakiiiit. Kenapa papamu harus pergi secepat ini?! Lebih baik mama nyusul papamu saja Ar! Mama Nggak Kuaat!” tangisan Mama Nur yang penuh kepiluan itu membuat dada Arya semakin sesak.

“Jangan bilang begitu Ma, ini sudah terjadi, demi papa kita harus belajar ikhlas Ma,” Arya semakin erat memeluk mamanya. Hatinya sakit melihat wanita yang dihormatinya ini harus terluka seperti itu.

“Ini semua salah Nadhira, Ar! Nadhira, Anak tidak tahu diri! Kalau saja dia tidak hamil di luar nikah dengan laki-laki yang nggak jelas siapa.. papamu nggak akan kelabakan cari solusi, sampai seperti itu..” ada amarah dalam setiap kata yang diucapkan mama Nur.

Kata-kata Mama Nur terputus dan tangisnya kembali pecah. Kali ini tidak hanya kesedihan yang terpancar dari wajahnya. Namun ada murka yang membara terlukis dalam mata Mama Nur yang masih sembab penuh air mata.

“Arya akan terus cari tahu siapa laki-laki yang Nadhira terus tutupi identitasnya itu. Arya juga tidak terima, Ma. Akan Arya tuntut balas perlakuannya yang sudah membuat Nadhira hamil dan meninggalkannya begitu saja. Arya akan mengusut perkara ini,” geram Arya.

Masih terekam jelas kejadian demi kejadian yang dialami keluarganya selama kurang lebih satu bulan terakhir. Waktu yang seharusnya Arya isi dengan kegembiraan masa liburan kuliah, yang dia angankan dapat berkumpul bersama dengan keluarganya, malah menjadi saat-saat terakhir mereka bersama papanya.

Kehamilan Nadhira yang tidak diharapkan menjadi titik awal ketidakbahagiaan di rumah ini. Nadhira, adiknya yang baru akan naik ke kelas XII, hamil di luar nikah. Namun Nadhira terlalu keras kepala hingga tidak mau mengungkapkan siapa ayah dari janin yang sedang dikandungnya.***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status