Home / Urban / Jalan Takdir Nadhira / BAB 1 DIUSIR MAMA

Share

Jalan Takdir Nadhira
Jalan Takdir Nadhira
Author: Bu Dhe

BAB 1 DIUSIR MAMA

Author: Bu Dhe
last update Huling Na-update: 2022-06-30 12:26:13

“PERGI KAMU DARI RUMAH INI, NAD! INI SUDAH BUKAN RUMAH KAMU LAGI!” Teriak mama Nur pada anak perempuannya bernama Nadhira.

“Tapi ma, ini belum empat puluh harinya papa. Nadhira masih mau di sini ma,” jawab Nadhira di tengah isak tangisnya.

“Mama sudah tidak ingin melihat wajah kamu lagi Nad! PERGI!” teriak Mama Nur penuh emosi.

“Maafin Nadhira ma, Nadhira tahu Nadhira salah. Nad minta maaf, Ma," Nadhira bersimpuh di hadapan mamanya sambil menangkupkan tangannya.

Tangisnya pecah. Dia tidak menyangka mamanya akan mengusirnya seperti itu. Mama Nur yang dulu selalu lemah lembut kini seolah menjadi sosok yang asing bagi Nadhira. Tiada lagi panggilan penuh kasih sayang dan tatapan lembut penuh kasih.

“Buat apa lagi kamu di sini? Gara-gara kamu papa meninggal! Sekarang kamu sudah jadi istrinya Lik Hanif, jadi kamu bisa pergi dari rumah ini,” sahut Arya, kakak laki-laki Nadhira.

“Tapi Kak, Nadhira..”

“Aaah.. nggak usah pakai tapi-tapian, lebih baik kamu segera angkat kaki dari rumah ini! Mama masih sakit hati dengan semua kelakuanmu! Mama masih tidak terima! Karena gara-gara kamu papa meninggal!” Mama Nur menarik napas dalam sebelum melanjutkan kata-katanya.

“Maa.. Jangan bilang begitu, Maa..,” Nadhira memegang kaki ibunya yang membuang muka.

“Sekarang urus saja anak dalam kandungan kamu itu sendiri. Bersyukurlah Hanif mau menikahi kamu dan mau menerima anak dalam kandungan kamu itu. Anak yang nggak jelas siapa bapaknya!” napas Mama Nur tersengal-sengal meluapkan semua emosinya pada Nadhira yang masih bersimpuh di depannya.

“Mama!” Nadhira balas berteriak tidak terima kata-kata mamanya.

“NADHIRA! Masih berani kamu berteriak pada mama setelah semua yang kamu perbuat?! Apa kamu sadar keluarga kita ini hancur gara-gara kamu!” Arya dengan mata merah ikut menyalahkan Nadhira atas kehilangan yang mereka rasakan.

“Kak, Nadhira tidak mau ikut Lik Hanif. Lebih baik Nadhira di sini saja. Nadhira malu kak,” jawab Nadhira dengan air mata yang masih mengair deras. Ditatapnya kakanya dengan wajah memelas.

“Kenapa baru sekarang malunya?! Saat kamu berbuat apa tidak terpikirkan akibatnya akan seperti ini, hah?!” dipegangnya tangan adiknya dengan kasar dan dihempaskannya.

“Sakit, kak,” pekik Nadhira sambil memegang tangannya yang sakit.

“Udahlah Nad, lebih baik kamu naik aja sekarang. Bereskan barang-barang kamu. Sebentar lagi Lik Hanif datang buat jemput kamu.” Arya mengakhiri pembicaraan meski masih dengan muka masam.

Kesal, Nadhira segera beranjak dari duduknya dan pergi dari hadapan mama dan kakaknya yang masih tidak sudi melihat wajahnya.

BRAAKKK

Suara bantingan pintu kamar terdengar dari lantai dua. Mama Nur mulai menangis dan memegangi dadanya. Arya yang melihat itu mendekati mamanya dan memeluknya. Dielus-elusnya pundak wanita yang entah kenapa kini tampak lebih tua.

Beban masalah yang dirasakannya seolah mengambil binar-binar bahagia yang dulu selalu terpancar dari wajah teduh mamanya. Kini Mama Nur terlihat suram dan gurat usia terlihat semakin dalam sejak kepergian Pak Hamzah, suaminya, untuk selamanya.

“Sabar ma.. Ada Arya di sini. Mama tidak sendiri,” Arya berusaha menenangkan mamanya yang kembali memukul-mukul dadanya.

“Mama sakit hati Ar. Mama masih belum rela papa kamu pergi seperti itu.” jawab mama Nur di tengah sedu sedannya.

“Iya ma. Arya juga ngerasain apa yang mama rasakan. Arya juga kehilangan papa Ma,” kini bulir bening juga jatuh dari mata elang Arya.

“Rasanya sakit sekali di sini Ar. Sakiiiit. Kenapa papamu harus pergi secepat ini?! Lebih baik mama nyusul papamu saja Ar! Mama Nggak Kuaat!” tangisan Mama Nur yang penuh kepiluan itu membuat dada Arya semakin sesak.

“Jangan bilang begitu Ma, ini sudah terjadi, demi papa kita harus belajar ikhlas Ma,” Arya semakin erat memeluk mamanya. Hatinya sakit melihat wanita yang dihormatinya ini harus terluka seperti itu.

“Ini semua salah Nadhira, Ar! Nadhira, Anak tidak tahu diri! Kalau saja dia tidak hamil di luar nikah dengan laki-laki yang nggak jelas siapa.. papamu nggak akan kelabakan cari solusi, sampai seperti itu..” ada amarah dalam setiap kata yang diucapkan mama Nur.

Kata-kata Mama Nur terputus dan tangisnya kembali pecah. Kali ini tidak hanya kesedihan yang terpancar dari wajahnya. Namun ada murka yang membara terlukis dalam mata Mama Nur yang masih sembab penuh air mata.

“Arya akan terus cari tahu siapa laki-laki yang Nadhira terus tutupi identitasnya itu. Arya juga tidak terima, Ma. Akan Arya tuntut balas perlakuannya yang sudah membuat Nadhira hamil dan meninggalkannya begitu saja. Arya akan mengusut perkara ini,” geram Arya.

Masih terekam jelas kejadian demi kejadian yang dialami keluarganya selama kurang lebih satu bulan terakhir. Waktu yang seharusnya Arya isi dengan kegembiraan masa liburan kuliah, yang dia angankan dapat berkumpul bersama dengan keluarganya, malah menjadi saat-saat terakhir mereka bersama papanya.

Kehamilan Nadhira yang tidak diharapkan menjadi titik awal ketidakbahagiaan di rumah ini. Nadhira, adiknya yang baru akan naik ke kelas XII, hamil di luar nikah. Namun Nadhira terlalu keras kepala hingga tidak mau mengungkapkan siapa ayah dari janin yang sedang dikandungnya.***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jalan Takdir Nadhira   41 Konfrontasi

    Sorot mata yang penuh amarah Ana tujukan pada Nadhira."Ngapain kak Nad Nangis? Nyesel udah nikah sama ayahku dan tinggal di kampung seperti ini?" "Ana, kamu sudah pulang? Maaf aku nggak denger," ujar Nadhira sambil mengusap pipinya yang basah."Ngapain Kak Nad nangis?! Harusnya yang nangis itu aku sama Ani! Kak Nad sudah ngrebut ayah dan ibuk dari kami! Aku benci sama Kak Nad!" Teriak Ana."Maaf, Ana. Aku nggak bermaksud untuk merebut siapa pun dari kamu dan Ani. Ayah kamu cuman bantuin kak Nad," Nadhira mendekati Ana. Ana melangkah mundur menjaga jarak jari Nadhira. Matanya sudah merah menahan tangis dan amarah."Ini rumah Aku! Dan itu kamar Ibuk sama ayah!" Tunjuk Ana pada kamar yang tadi malam ditempati Nadhira."Iya, aku tahu. Maaf. Kalau kamu nggak suka kak Nad tidur di kamar itu, kak Nad akan tidur di ruangan lain," Nadhira menanggapi dengan tenang meski batinnya amat terluka."Kak Nad jahat, tahu nggak? Aku nggak suka ayah nikah lagi. Aku nggak mau ibu baru!" Mata Ana berkac

  • Jalan Takdir Nadhira   BAB 40 TENTANG ZAKI (3)

    "Ya..," jawab Nadhira pelan. Pandangan Nadhira seperti berkabut. Ia tidak bisa melepas pandangannya pada Zaki. Ia tidak ingin Zaki berhenti menyentuhnya. Tangannya membelai lembut pipi dan leher Zaki.Aroma keringat bercampur parfum yang dipakai Zaki membuat Nadhira memejamkan matanya. Wangi aroma lembut shampoo yang dipakai Nadhira menyelusup ke hidungnya dan mulai menggoda Zaki. Mata Nadhira terpejam. Zaki perlahan mengecup lembut bibir merah muda Nadhira.Mendapatkan lampu hijau dari Nadhira, Zaki perlahan memulai aksinya. Diberikannya kecupan-kecupan lembut di bibir, pipi dan kening Nadhira. Jemarinya lembut membelai anak-anak rambut Nadhira. Perlahan turun menyentuh telinga dan lehernya.Kecupan manis Zaki masih berlanjut. Keduanya saling berpagut lembut. Jemari Zaki terulur ke belakang kepala Nadhira. Usapan lembut jemarinya berpadu dengan hangatnya kecupannya membuat Nadhira tanpa sadar melenguh nikmat. Nadhira begitu menikmati sentuhan Zaki.Kini tak hanya bibir Nadhira yang d

  • Jalan Takdir Nadhira   BAB 39 TENTANG ZAKI (2)

    “Zaki, kamu merokok?” Nadhira menoleh ke arah Zaki dan menunjukkan sebungkus rokok yang hampir penuh.“Ah, kadang aja.. kalau lagi nulis lagu,” jawab Zaki sekenanya.“Sejak kapan?” tanya Nadhira masih sambil membolak balik rokok itu.“Hmm.. Sejak ngeband kayaknya,” tak acuh Zaki menjawab pertanyaan Nadhira.“Trus ini ?” desak Nadhira“itu bukan rokok aku. Punya anak-anak ketinggalan waktu main ke sini,” jawab Zaki sambil nyengir.“Aku nggak pernah tahu kamu suka ngerokok. Hmm.. baiknya sih dikurangin. Lebih baik lagi kalau berhenti. Kamu kan masih muda, masa depan masih panjang, jangan dirusak dengan barang kayak gini,” panjang lebar Nadhira mengomel“ahaha.. iya bu guru..” geli Zaki menimpali omelan Nadhira sambil tertawa.“Kamu ini kalau dibilangin yaa..” Nadhira berbalik kembali melihat-lihat koleksi yang ada di meja belajar Zaki.“Emang ngerokok enak?” penasaran Nadhira melemparkan pertanyaan itu. Ia tidak pernah tahu alasan kenapa orang suka banget ngerokok. Padahal Nadhira ngise

  • Jalan Takdir Nadhira   BAB 38 TENTANG ZAKI (1)

    Subuh itu, Nadhira menyadari bahwa keberadaan dirinya di rumah itu ditentang keras oleh Ana dan Ani. Sejak kemarin Hanif memang tidak menceritakan apa pun padanya. Termasuk fakta bahwa Ana dan Ani menolak pernikahan Hanif dan Nadhira.Hanif mendapati Nadhira duduk di tempat tidur masih dengan menggunakan mukena. Mushaf kecil tergeletak begitu saja di sampingnya. Wajah Nadhira kentara habis menangis.“Ada apa, Nad?” tanya Hanif hati-hati.“Lik, Nad harus kemana kalau di sini pun ditolak? Nad sekarang nggak punya apa-apa,” keluh Nadhira.“Kenapa kamu bilang begitu?” tanya Hanif sambil duduk di hadapan istrinya.“Aku kayak nggak punya siapa-siapa lagi, Lik. Lik tahu sendiri Mama dan Kak Arya sudah tidak mau berhubungan lagi denganku. Sedangkan di sini pun begitu. Lantas aku harus pergi kemana?”Hanif menghela napas berat. Dia baru sadar bahwa Nadhira telah mendengar pembicaraannya dengan Ana barusan.“Kan kemarin sudah kita bicarakan baik-baik. Kenapa sekarang jadi ngomongin ini lagi?”H

  • Jalan Takdir Nadhira   BAB 37 "KAMAR IBUK!"

    “Kalau kamu belum nyaman satu kamar dengan aku. Ngak apa-apa biar Mas tidur di kamar lain, atau di ruang tamu,” kata Hanif yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Nadhira, mengagetkannya.“Nggak, Mas. Kalau ada yang harus tidur di luar ya aku. Kan ini rumahnya Mas. Jadi nggak apa kalauaku tidur di ruang tamu atau depan tv,” tolak Nadhira.“Hmm. Sekarang ini kamu bukan orang lain lagi di sini Nad. Ini rumah kamu juga. Kan kamu istrinya mas. Jadi kamar ini juga jadi kamar kamu. Tapi ya kalau kamu nggak keberatan alangkah baiknya kalau kita tidur bersama.Nadhira menatap ngeri ke arah Hanif“Nggak. Bukan tidur bersama itu. Maksud aku tidur bersama di kamar ini. Tidur dalam artian yang sebenarnya. Mas janji nggak akan memaksa kamu untuk melayani Mas. Kamu tenang aja,” hanif jadi salah tingkah.“Maaf Lik. Aku rasa aku belum bisa melayani lik sebagaimana layaknya istri melayani suami. Aku harap lik bersabar tentang itu.“Iya, insyaallah sabar. Tapi jangan panggil Lik lagi dong. Kan tadi u

  • Jalan Takdir Nadhira   BAB 36 MALAM PERTAMA DI RUMAH HANIF

    “Iya, anak kita. Janin dalam kandunganmu itu anak kita. Kan kita sudah menikah. Meski kita belum punya buku nikah. Nanti secepatnya aku urus. Mas ingin kamu tenang, karena kita nikah sah secara agama dan negara,” kata Hanif dengan tersenyum.“Lik, apa Lik sudah yakin mau terima anak ini?” ragu Nadhira.“Kok masih ‘Lik’ manggilnya. Waktu itu kan sudah sepakat mau manggil ‘Mas’,” Hanif mengalihkan pembicaraan.“Eh, iya Lik, eh, Mas.” Nadhira tersenyum.“Nah gitu dong, kan jadi cantik istrinya Mas. Mau makan dulu sebelum pulang?” tanya Hanif sambi tersenyum.“Mas, jawab dulu pertanyaanku tadi,” cegah Nadhir saat Hanif akan beranjak dari duduknya.“Nad, Mas sudah janji sama papa kamu bahwa Mas akan jaga kamu dan anak dalam kandungan kamu. Kamu sudah Mas nikahi di depan papa, Mama dan keluarga besar kita. Jadi tentu saja, anak itu akan jadi anak kita. Yuk sekarang kita makan dulu,”Ada perasaan lega bercampur gelisah di dalam hati Nadhira. Namun untuk saat ini ia memilih untuk percaya dan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status