Share

7

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-14 01:41:19

“Kenapa kau malah pakai kaos itu?!” sentak Bima tiba-tiba.

Sofia terdiam sejenak, lalu matanya melebar, seperti baru saja mendapatkan wahyu dari langit.

“Oh… OH! Aku ngerti sekarang!” katanya sambil menepuk-nepuk dahinya. “Aku nggak perlu khawatir kamu bakal ngapa-ngapain aku, ya?”

Bima mengerutkan kening.

“Karena kamu… kamu suka jadi wanita juga, kan?” lanjut Sofia dramatis. “Berarti kamu punya kepribadian ganda! Astaga... kamu... kamu punya pacar lagi yang juga adalah... dirimu sendiri!”

Bima belum sempat membalas saat Sofia malah membuka mulut lebar-lebar, seperti hendak meneriakkan penemuan besarnya ke seluruh dunia.

Dan dengan sangat cepat—tanpa drama, tanpa aba-aba—Bima mengambil selembar tisu dan langsung menyumpalkannya ke dalam mulut terbuka Sofia.

“Aah!” pekik Sofia, lalu dengan jijik melemparkan tisu itu ke arah Bima. “Jorok banget! Aku memang belum makan, tapi aku juga nggak akan mau makan tisu!”

"Lepas pakaian itu sekarang!" perintah Bima tanpa ingin dibantah.

"Ogah! Aku mau langsung makan, aku lapar!" tolak Sofia.

Tiba-tiba, Bima bangkit dari sofa dan berjalan cepat ke arah Sofia.

Wajahnya serius, langkahnya mantap.

Sofia melangkah mundur reflek. “Eh… ngapain kamu?” tanyanya curiga.

Tanpa menjawab, Bima langsung mencoba melepas kaos yang dipakai Sofia, dengan ekspresi seperti orang sedang menyelamatkan kaos kesayangannya dari bencana.

“Hei! Apa-apaan ini?!” protes Sofia, tapi gerakannya malah membuatnya kehilangan keseimbangan.

Dan … bruk!

Keduanya terjatuh ke lantai. Sofia berada tepat di atas tubuh Bima, posisi awkward maksimal, mata mereka saling bertemu dalam jarak yang... sangat tidak Islami.

Sofia membeku. Bima pun terdiam.

Detik berikutnya … klek!

Pintu kamar terbuka perlahan, dan muncullah wajah ceria yang tidak mereka harapkan sama sekali—Oma.

Senyuman lebar mengembang di wajah wanita itu. Matanya berbinar-binar seperti melihat harapan cucu.

“Oh...” gumam Oma sambil menutup mulutnya manja, “Maaf ya, Oma tadi langsung masuk. Pintunya nggak dikunci.”

Dia tersenyum malu, tapi jelas tidak buru-buru pergi. Matanya memandangi “adegan” di lantai seperti sedang menonton sinetron favoritnya.

Sofia dan Bima sama-sama shock. Yang satu masih di atas, yang satu tidak bisa bergerak.

“Oma cuma mau ngecek, siapa tahu pengantin barunya udah mulai mesra. Eeeh, ternyata beneran,” tambah Oma sambil tertawa geli sebelum akhirnya menutup pintu dengan senyum penuh restu.

Sofia langsung menjauh dari Bima seperti habis kesetrum. “GILA! Oma kamu ngeliat semuanya!”

Bima hanya menatap langit-langit kamar, pasrah.

Sofia memegang kepalanya. “Besok-besok kunci pintu dong! Aku hampir kena label 'istri idaman versi Oma'!”

“Aku tahu sekarang…” lanjutnya sambil menunjuk Bima dengan gaya detektif sok tahu, “Kamu itu belok kiri!”

“Belok kiri? Apa lagi itu?” ulang Bima, sekarang malah terdengar penasaran.

“Iya, eh... bukan!” Sofia mendekat selangkah, wajahnya serius tapi sok dramatis. “Kamu suka sesama jenis!”

Bima mengusap wajahnya, seperti baru sadar hidupnya tiba-tiba berubah jadi episode sinetron tanpa iklan.

“Udahlah,” ucap Sofia sambil menepuk perutnya. “Aku lapar. Kalau aku nggak makan, aku nggak akan kuat menghadapi kenyataan ini... terutama menghadapi Oma kamu yang terus saja membahas cucu, cicit, cicak... Terserah dia lah! Dapurnya di sebelah mana? Temani aku!" 

Sofia langsung menarik tangan Bima agar menemaninya mencari makanan di dapur, apalagi Sofia belum tahu letak dapur di rumah megah itu.

Bima mendengus pelan, tapi tidak menepis tangan Sofia. 

Saat mereka hampir tiba di dapur, sebuah suara menghentikan mereka. 

"Mas Bima, tunggu!" terdengar suara perempuan dari arah belakang.

Bima menoleh cepat, begitu juga Sofia, meskipun wajahnya jelas menunjukkan ekspresi malas.

Sosok perempuan itu melangkah mendekat dengan penuh percaya diri. Wajahnya penuh sinis, terutama saat matanya tertuju pada Sofia yang berdiri tenang di samping Bima.

Sofia langsung menangkap aura tidak bersahabat dari tatapan itu.

Perempuan itu—yang sepertinya sudah mengenali Sofia—langsung menyelip masuk di antara mereka berdua, tanpa permisi seperti sedang main sinetron dan kebagian peran mantan pacar tukang rusuh.

Saking mendadaknya, Sofia hampir terjatuh ke belakang. Untung refleksnya bagus.

‘Siapa sebenarnya orang aneh ini?’ pikir Sofia sambil merapikan langkah dan menjaga ekspresinya tetap netral.

“Mas Bima…” ucap perempuan itu dengan nada manja yang kedengarannya dipaksakan. “Kok kamu malah nikahnya sama dia, sih?”

Lusi—begitu nama perempuan itu terdengar dari sekelibat obrolan orang-orang sebelumnya—lalu menatap Sofia dari atas sampai bawah dengan tatapan skor fashion 3 dari 10.

“Memangnya Lusi masih kurang cantik ya?” lanjutnya sambil membenarkan rambut yang padahal sudah rapi.

Tak puas sampai di situ, ia menambahkan dengan nada lebih tinggi, “Padahal Lusi masih lajang loh! Kok malah nikahnya sama janda?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   178

    "Mas, apa sih? Kamu kok marah terus?" tanya Sofia. "Enggak kok," jawab Bima kembali tersenyum. "Hay," sapa Lala yang muncul dari arah dapur. "Kayaknya lagi seneng?" tebak Sofia melihat wajah ceria Lala. "Iya, soalnya aku mulai besok bakalan diajarin masak sama, Kak Aran," jelas Lala. "Bagus, dong." "Iya, dong. Tapi, kalian mau kemana?" tanya Lala karena Sofia baru saja tiba dirumah tapi sudah keluar kamar lagi. "Aku lihat dari balkon ada pohon jeruk di belakang, terus ada buahnya, aku pengen petik langsung," jelas Sofia. "Iya, bener banget. Lagi berbuah lebat." "Aku kesana dulu ya." "Ya." Sofia pun kembali melanjutkan langkah kakinya bersama Bima di sampingnya menuju taman belakang. Mata Sofia seketika berbinar melihat sepohon jeruk yang tengah berbuah lebat. "Ya ampun, Mas. Sofia kok pengen makan buahnya di atas pohonnya ya," ucap Sofia. "Jangan, bahaya, mending di atas Mas aja. Dijamin aman dan pastinya enak," ujar Bima santai. "Mas, apa sih?" protes So

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   177

    *** Lala terus melanjutkan langkah kakinya menuju dapur, dia kesal pada dirinya sendiri karena belum bisa memasak sama sekali. Dia juga penasaran dengan rasa sosis buatannya yang sebenarnya belum dia cicipi sama sekali. Perlahan dia pun memasukkan ke dalam mulutnya. Matanya melebar karena rasa yang aneh, dia pun segera memuntahkannya kembali. Kemudian melihat sekitarnya. "Ya ampun, rasanya aneh banget. Pantesan Kak Bima kesal." Lala pun segera melanjutkan langkah kakinya menuju dapur, dia akan menemui Bik Iyem yang tak lain kepala asisten rumah tangga yang akan dia minta mengajarkannya memasak. Setelah sebelumnya hanya melihat tutorial online dan hasilnya buruk. Tapi ketika sampai di dapur dia justru melihat Aran, bibir manyunnya berubah tersenyum. Dia mendapat ide baru, lebih baik Aran saja yang mengajarkan dirinya memasak. Dengan langkah kaki cepat dia pun langsung mendekati Aran. "Kak Aran," katanya sambil memeluk Aran dari belakang tanpa ragu. "Nona Lala," Ar

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   176

    Tok tok tok... Terdengar suara ketukan pintu. Sofia pun ingin segera membukanya, tapi Bima menahannya. Sofia pun menatap penuh tanya. "Paling Oma, biarkan saja," kata Bima kemudian segera menarik Sofia dalam pelukannya. "Mas, lepasin dulu. Mungkin ada hal penting," Sofia perlahan melepaskan diri. "Apa yang penting dari berita yang akan dibawa Oma?" "Mas, kamu kalau ngomong suka asal. Gimana kalau itu adalah Mami?" "Mas, masih kangen banget sama kamu." Entah kenapa Bima harus seperti ini membuat Sofia terus menahan malu, tapi ia berusia untuk menenangkan diri dan perlahan turun dari ranjang. Pintu terbuka dan ternyata bukan Oma ataupun Mami Naya, melainkan Lala di depan pintu dengan piring berisi makanan ditangannya. "Kakak Ipar, Lala udah masakin buat kamu," serunya dengan bahagia. "Apasih, La?!" protes Sofia karena Lala terus memanggilnya Kakak Ipar, rasanya ada yang aneh sebab mereka sudah lama berteman, jauh sebelum Sofia menjadi istri Bima. "Hehe..." Lal

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   175

    * Sofia berdiri diambang pintu, matanya menatap ke dalam sana, pikiran pun seketika melayang jauh saat itu dia harus keluar dari rumah ini. Rumah yang pernah menjadi tempatnya pulang, dan tak menyangka akan kembali tinggal disana. Bima yang awalnya mengantarkannya pulang kini kembali pula membawanya pulang. Ini rumit, tak ada yang bisa memahami. Semuanya berjalan begitu cepat dan kehamilannya yang membawanya kembali. "Ayo, masuk," kata Bima yang berdiri disampingnya, "kamu nggak kuat jalan?" tanya Bima. Tapi belum juga menjawab Bima sudah mengangkatnya. "Mas!" pekik Sofia reflek karena keterkejutan. "Ehemm... ehem..." ejek Lala yang ternyata berdiri diujung anak tangga. Wajah Sofia seketika merona, "Mas, turunin," pinta Sofia. "Nggak papa, Kakak ipar lanjut aja. Aku baik-baik aja kok," kata Lala sambil tersenyum mengejek, tapi dia sangat bahagia melihat hubungan sahabatnya dan Kakaknya mulai membaik. "Mas, aku bisa jalan," kata Sofia. Tapi Bima tetap saja mengang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   174

    Keesokan harinya... Dokter bersama dengan dua orang perawat masuk ke ruang rawat Sofia. Memeriksa keadaan Sofia. "Dok, saya udah bisa pulang nggak ya? Saya udah pengen pulang," kata Sofia. "Sebaiknya jangan dulu, Bu. Karena kami masih harus melihat perkembangan anda secara berkala," kata Dokter. "Dok, saya merasa udah lebih baik. Saya pengen pulang," pinta Sofia lagi terdengar memaksa. "Baiklah, tapi anda harus rutin melakukan pemeriksaan dan tolong untuk mengelola stess," kata Dokter. "Baik, Dok," jawab Sofia dengan perasaan bahagia. "Saya permisi," dokter keluar dan Bima pun bangkit dari duduknya. "Kenapa kamu mau pulang? Keadaan kamu belum pulih betul," ucap Bima. "Aku cape disini, aku pengen menghirup udara segar," jawab Sofia. "Perlu Mas berikan udara segar?" "Apasih?" kesal Sofia karena bingung kenapa Bima sekarang aneh. "Kalau gitu kamu pulang sama aku," kata Bima lagi. "Nggak, aku mau pulang ke rumah aku," tolak Sofia. "Kalau gitu, rumah aku buat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   173

    Clek. Pintu terbuka dan mata Lala langsung melebar sempurna melihat pemandangan yang cukup mengerikan sekaligus mengejutkan. Sofia dan Bima juga ikut tersadar, segera mendorong dada Bima agar menjauh. "Astaga, jantungku," katanya sambil memegang dadanya, ia benar-benar tak menyangka akan melihat adegan yang cukup membuatnya tegang. Sedangkan wajah Sofia terlihat memerah menahan malu. "Maaf Kakak ipar, aku tidak bermaksud mengganggu kalian berdua. Itu," Lala pun mengedarkan pandangannya sampai akhirnya menemukan benda yang tertinggal di kamar rawat Sofia, "ponsel aku ketinggalan," ucapnya dan langsung mengambil di sofa. Kemudian dia pun segera pergi, tapi setelah pintu tertutup dia kembali masuk. "Kak Bima, Kakak ipar. Lanjutkan yang tadi ya, bye!!!" serunya. Kali ini Lala benar-benar pergi. Sofia mengusap wajahnya menahan rasa malu, entah kenapa dia bisa seperti ini. Bahkan untuk menatap wajah Bima saja sekarang dia sangat malu. "Mau dilanjut lagi?" celetuk Bima

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status