"Ngapain kamu di sini?!" Haura menatap tajam kepada mantan pembantunya itu.
Pembantu yang sudah dia anggap sebagai adik sendiri, nyatanya tega merebut suami yang sangat dirinya cintai."Suka-suka aku dong! Lagi pula ini rumah Mas Indra," sahut Lilis."Eh, kamu jangan lupa, ya, ini rumah udah dikasih sama aku!" ucap Haura mengingatkan."Tapi ini awalnya rumah Mas Niko, kan? Jadi terserah aku, mau ke sini atau enggak!" Lilis tetap bersikeras, karena dia ingin melihat kehancuran mantan majikannya itu."Terus?" tanya Haura."Em," gumam Lilis.Wanita itu malah tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana yang diberikan kepadanya."Ini rumah aku, kalau aku gak mau ada yang masuk kemari, itu juga terserah aku! Jadi aku harap kamu pergi dari sini." Haura membuka pintu rumahnya dengan lebar.Dia cukup lelah hari ini untuk meladeni wanita seperti Lilis, jadi Haura tidak mau kalau pelakor tersebut berlama-lama di rumahnya. Dirinya takut kalau lepas kendali untuk melakukan sesuatu kepada wanita hamil itu."Kalau mau ngusir, bilang aja! Enggak usah sok sopan kayak gitu, aku juga muak kalau berada di sini terlalu lama, besar-besaran rumah Mas Niko kok!" Lilis menggerutu sambil berjalan keluar.Lilis menghentakkan kakinya dengan kuat, dia sekarang sangat kesal sekali dengan mantan suaminya itu. Menurutnya wanita itu masih menjadi sebuah ancaman di dalam hubungannya sekarang.Sedangkan Haura, dia segera menutup pintu lalu menguncinya, dirinya tidak ingin kalau Lilis akan kembali kemari."Mandul aja belagu!" umpat Lilis di luar rumah.Perasaan Haura sekarang sangat sakit, bukan karena hinaan yang keluar dari mulut wanita tersebut. Melainkan sang suami yang ternyata tega menduakan cintanya, padahal selama ini Haura selalu berusaha menyenangkan hati Niko dan melakukan apa pun yang lelaki itu inginkan.Sayangnya, semua itu tidak bisa membuat Niko untuk tidak melirik kepada wanita lain. Hanya karena dirinya tidak bisa memberikan anak kepada lelaki itu, bukankah anak adalah urusan Sang Pencipta? Lagi pula Niko tidak pernah mempermasalahkan soal anak kepadanya, tetapi ternyata lelaki itu malah menduakan dan memiliki anak dari wanita lain.Sakit! Itulah yang Haura rasakan, wanita itu berusaha untuk ikhlas dengan semua yang ditakdirkan untuknya. Walau terasa sangat berat, tetapi dia akan mencobanya sekaligus akan membuang perasaan kepada mantan suaminya itu.Dia berniat tidak akan menikah lagi untuk saat ini, hanya saja mungkin kalau dirinya ditakdirkan untuk memiliki suami lagi, dia tidak bisa menentangnya. Namun, Haura berharap kalau lelaki yang akan menjadi suaminya nanti, adalah orang yang baik dan setia.Haura memilih merebahkan tubuhnya, dia merasa malas untuk merapikan barang sedikit lagi. Itu semua karena kedatangan Lilis yang tiba-tiba, hal tersebut membuat dirinya menjadi tidak bersemangat lagi untuk merapikan barang yang belum sepenuhnya selesai..Tok! Tok!Suara ketukan di pintu membuat Haura terbangun, "Kapan aku ketiduran?"Haura berjalan keluar menuju ke arah pintu, dia penasaran siapa yang bertamu ke rumahnya. Saat melewati jam, dia pun melirik sekilas ke arah sana."Rupanya aku lumayan lama ketiduran, tapi siapa yang malam-malam kayak gini bertamu?" Haura membuka pintunya perlahan. "Dean?""Maaf mengganggu malam-malam kayak gini, aku cuma mau nganterin makanan buat kamu." Dean menyodorkan serantang makanan kepada Haura."Eh, gak papa kok! Lagi pula, baru jam tujuh malam, maaf juga aku banyak banget ngerepotin kamu." Haura menerima pemberian Dean, dia tidak mungkin menolaknya.Karena tidak bagus saja rasanya kalau menolak pemberian tetangga, apalagi lelaki tersebut sudah susah payah mengantarkannya kemari."Enggak masalah! Ini bukan aku kok yang masak, tapi cewek yang paling aku cintai!" sahut Dean.Perkataan Dean membuat Haura menjadi terkejut, dirinya tidak menyangka kalau lelaki muda yang berada di depannya ini ternyata sudah mempunyai istri.Haura tidak menyangka kalau dia mengganggu lelaki yang sudah menikah, dirinya tidak mau disamakan dengan wanita yang bernama Lilis. Jadi dia akan menjaga jarak mulai dari sekarang."Makasih, ya," ucap Haura kikuk."Kalau begitu, aku pamit dulu."Dean melangkah pergi setelah Haura menjawab dengan anggukan kepala.Sedangkan Haura, dia memilih masuk ke dalam rumahnya setelah menutup pintu pagar yang terbuka, lalu akan menyantap makanan pemberian dari tetangga sebelah ini, mumpung makanannya masih hangat."Aku bakal balikin dengan isi makanan," ucap Haura seorang diri.Wanita itu akan menyiapkan diri untuk besok, karena besok adalah hari pertama dia mulai mengelola tokonya seorang diri. Walau toko itu tidak besar, tetapi baru pertama kali dia mengelola tanpa suaminya, Haura merasa ini akan sedikit sulit besok.*Dipagi hari, Haura sudah bangun dan bersiap-siap untuk pergi lari pagi seperti yang biasa dia lakukan setiap Minggu. Namun, kali ini dia akan melakukannya setiap hari, sambil berusaha akrab dengan tetangga sekitar."Pagi," sapa Dean."Eh, Kamu?!" Haura terkejut melihat Dean berada di sampingnya."Aku memang biasa lari pagi setiap hari, eh gak nyangka ketemu kamu," ucap Dean.Sedangkan Haura sekarang bingung, dia ingin menjaga jarak dengan Dean, tetapi tidak mungkin dirinya tiba-tiba melakukan hal tersebut."Kamu suka lari pagi juga?" tanya Dean."Em, iya. Aku emang suka lari pagi tiap hari," sahut Haura.Sekarang mereka sedang berlari kecil di pinggir jalan, Dean membawa Haura untuk ke taman terdekat untuk berolahraga dan berisitirahat di sana. Haura menurut, lagi pula dia belum mengenal lingkungan sekitar."Udaranya seger, ya?" tanya Dean.Lelaki itu hanya sekedar basa-basi, karena dia bingung mau memulai percakapan seperti apa. Lantaran sedari tadi Haura terlihat sangat canggung sekali kepadanya, bahkan wanita itu hanya menjawab singkat saja."Iya," sahut Haura."Aku mau beli minuman, kamu mau titip?" tanya Dean.Dia merasa kalau membelikan minuman kepada Haura, suasananya tidak akan canggung seperti sekarang lagi."Em, es jeruk saja kalau ada,"Setelah mendengar jawaban dari Haura, lelaki itu bergegas membelikan apa yang wanita tersebut inginkan. Sesekali Dean akan menatap Haura dari kejauhan, dia sangat terpesona dengan kecantikan wanita itu.Tidak perlu menunggu waktu lama, Dean sudah kembali membawa dua minuman di tangannya."Ini, Haura." Dean menyerahkan minuman milik Haura."Makasih." Haura menerima minuman itu. "nanti aku akan ganti pas udah pulang ke rumah, karena kebetulan gak bawa uang sama sekali.""Enggak perlu, anggap aja aku traktir kamu," tolak Dean."Jangan begitu, aku gak enak sama istri kamu. Lalu kalau bisa kita gak terlalu akrab kayak gini, aku gak mau dituduh sebagai pelakor atau janda gatal." Haura berkata dengan kepala menunduk, suaranya pun terdengar gemetar."Tunggu, kamu bilang istri? Maksud kamu aku punya istri?" Dean mengerinyitkan alisnya."Iya, kamu kan udah punya istri. Masa kamu lupa, kalau kamu udah kasih tahu ke aku?" tanya Haura menatap lekat Dean.Dean terdiam, wajahnya terlihat mengerut seperti tengah memikirkan sesuatu.Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana