Share

4. Kedatangan Pelakor

"Ngapain kamu di sini?!" Haura menatap tajam kepada mantan pembantunya itu.

Pembantu yang sudah dia anggap sebagai adik sendiri, nyatanya tega merebut suami yang sangat dirinya cintai.

"Suka-suka aku dong! Lagi pula ini rumah Mas Indra," sahut Lilis.

"Eh, kamu jangan lupa, ya, ini rumah udah dikasih sama aku!" ucap Haura mengingatkan.

"Tapi ini awalnya rumah Mas Niko, kan? Jadi terserah aku, mau ke sini atau enggak!" Lilis tetap bersikeras, karena dia ingin melihat kehancuran mantan majikannya itu.

"Terus?" tanya Haura.

"Em," gumam Lilis.

Wanita itu malah tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana yang diberikan kepadanya.

"Ini rumah aku, kalau aku gak mau ada yang masuk kemari, itu juga terserah aku! Jadi aku harap kamu pergi dari sini." Haura membuka pintu rumahnya dengan lebar.

Dia cukup lelah hari ini untuk meladeni wanita seperti Lilis, jadi Haura tidak mau kalau pelakor tersebut berlama-lama di rumahnya. Dirinya takut kalau lepas kendali untuk melakukan sesuatu kepada wanita hamil itu.

"Kalau mau ngusir, bilang aja! Enggak usah sok sopan kayak gitu, aku juga muak kalau berada di sini terlalu lama, besar-besaran rumah Mas Niko kok!" Lilis menggerutu sambil berjalan keluar.

Lilis menghentakkan kakinya dengan kuat, dia sekarang sangat kesal sekali dengan mantan suaminya itu. Menurutnya wanita itu masih menjadi sebuah ancaman di dalam hubungannya sekarang.

Sedangkan Haura, dia segera menutup pintu lalu menguncinya, dirinya tidak ingin kalau Lilis akan kembali kemari.

"Mandul aja belagu!" umpat Lilis di luar rumah.

Perasaan Haura sekarang sangat sakit, bukan karena hinaan yang keluar dari mulut wanita tersebut. Melainkan sang suami yang ternyata tega menduakan cintanya, padahal selama ini Haura selalu berusaha menyenangkan hati Niko dan melakukan apa pun yang lelaki itu inginkan.

Sayangnya, semua itu tidak bisa membuat Niko untuk tidak melirik kepada wanita lain. Hanya karena dirinya tidak bisa memberikan anak kepada lelaki itu, bukankah anak adalah urusan Sang Pencipta? Lagi pula Niko tidak pernah mempermasalahkan soal anak kepadanya, tetapi ternyata lelaki itu malah menduakan dan memiliki anak dari wanita lain.

Sakit! Itulah yang Haura rasakan, wanita itu berusaha untuk ikhlas dengan semua yang ditakdirkan untuknya. Walau terasa sangat berat, tetapi dia akan mencobanya sekaligus akan membuang perasaan kepada mantan suaminya itu.

Dia berniat tidak akan menikah lagi untuk saat ini, hanya saja mungkin kalau dirinya ditakdirkan untuk memiliki suami lagi, dia tidak bisa menentangnya. Namun, Haura berharap kalau lelaki yang akan menjadi suaminya nanti, adalah orang yang baik dan setia.

Haura memilih merebahkan tubuhnya, dia merasa malas untuk merapikan barang sedikit lagi. Itu semua karena kedatangan Lilis yang tiba-tiba, hal tersebut membuat dirinya menjadi tidak bersemangat lagi untuk merapikan barang yang belum sepenuhnya selesai.

.

Tok! Tok!

Suara ketukan di pintu membuat Haura terbangun, "Kapan aku ketiduran?"

Haura berjalan keluar menuju ke arah pintu, dia penasaran siapa yang bertamu ke rumahnya. Saat melewati jam, dia pun melirik sekilas ke arah sana.

"Rupanya aku lumayan lama ketiduran, tapi siapa yang malam-malam kayak gini bertamu?" Haura membuka pintunya perlahan. "Dean?"

"Maaf mengganggu malam-malam kayak gini, aku cuma mau nganterin makanan buat kamu." Dean menyodorkan serantang makanan kepada Haura.

"Eh, gak papa kok! Lagi pula, baru jam tujuh malam, maaf juga aku banyak banget ngerepotin kamu." Haura menerima pemberian Dean, dia tidak mungkin menolaknya.

Karena tidak bagus saja rasanya kalau menolak pemberian tetangga, apalagi lelaki tersebut sudah susah payah mengantarkannya kemari.

"Enggak masalah! Ini bukan aku kok yang masak, tapi cewek yang paling aku cintai!" sahut Dean.

Perkataan Dean membuat Haura menjadi terkejut, dirinya tidak menyangka kalau lelaki muda yang berada di depannya ini ternyata sudah mempunyai istri.

Haura tidak menyangka kalau dia mengganggu lelaki yang sudah menikah, dirinya tidak mau disamakan dengan wanita yang bernama Lilis. Jadi dia akan menjaga jarak mulai dari sekarang.

"Makasih, ya," ucap Haura kikuk.

"Kalau begitu, aku pamit dulu."

Dean melangkah pergi setelah Haura menjawab dengan anggukan kepala.

Sedangkan Haura, dia memilih masuk ke dalam rumahnya setelah menutup pintu pagar yang terbuka, lalu akan menyantap makanan pemberian dari tetangga sebelah ini, mumpung makanannya masih hangat.

"Aku bakal balikin dengan isi makanan," ucap Haura seorang diri.

Wanita itu akan menyiapkan diri untuk besok, karena besok adalah hari pertama dia mulai mengelola tokonya seorang diri. Walau toko itu tidak besar, tetapi baru pertama kali dia mengelola tanpa suaminya, Haura merasa ini akan sedikit sulit besok.

*

Dipagi hari, Haura sudah bangun dan bersiap-siap untuk pergi lari pagi seperti yang biasa dia lakukan setiap Minggu. Namun, kali ini dia akan melakukannya setiap hari, sambil berusaha akrab dengan tetangga sekitar.

"Pagi," sapa Dean.

"Eh, Kamu?!" Haura terkejut melihat Dean berada di sampingnya.

"Aku memang biasa lari pagi setiap hari, eh gak nyangka ketemu kamu," ucap Dean.

Sedangkan Haura sekarang bingung, dia ingin menjaga jarak dengan Dean, tetapi tidak mungkin dirinya tiba-tiba melakukan hal tersebut.

"Kamu suka lari pagi juga?" tanya Dean.

"Em, iya. Aku emang suka lari pagi tiap hari," sahut Haura.

Sekarang mereka sedang berlari kecil di pinggir jalan, Dean membawa Haura untuk ke taman terdekat untuk berolahraga dan berisitirahat di sana. Haura menurut, lagi pula dia belum mengenal lingkungan sekitar.

"Udaranya seger, ya?" tanya Dean.

Lelaki itu hanya sekedar basa-basi, karena dia bingung mau memulai percakapan seperti apa. Lantaran sedari tadi Haura terlihat sangat canggung sekali kepadanya, bahkan wanita itu hanya menjawab singkat saja.

"Iya," sahut Haura.

"Aku mau beli minuman, kamu mau titip?" tanya Dean.

Dia merasa kalau membelikan minuman kepada Haura, suasananya tidak akan canggung seperti sekarang lagi.

"Em, es jeruk saja kalau ada,"

Setelah mendengar jawaban dari Haura, lelaki itu bergegas membelikan apa yang wanita tersebut inginkan. Sesekali Dean akan menatap Haura dari kejauhan, dia sangat terpesona dengan kecantikan wanita itu.

Tidak perlu menunggu waktu lama, Dean sudah kembali membawa dua minuman di tangannya.

"Ini, Haura." Dean menyerahkan minuman milik Haura.

"Makasih." Haura menerima minuman itu. "nanti aku akan ganti pas udah pulang ke rumah, karena kebetulan gak bawa uang sama sekali."

"Enggak perlu, anggap aja aku traktir kamu," tolak Dean.

"Jangan begitu, aku gak enak sama istri kamu. Lalu kalau bisa kita gak terlalu akrab kayak gini, aku gak mau dituduh sebagai pelakor atau janda gatal." Haura berkata dengan kepala menunduk, suaranya pun terdengar gemetar.

"Tunggu, kamu bilang istri? Maksud kamu aku punya istri?" Dean mengerinyitkan alisnya.

"Iya, kamu kan udah punya istri. Masa kamu lupa, kalau kamu udah kasih tahu ke aku?" tanya Haura menatap lekat Dean.

Dean terdiam, wajahnya terlihat mengerut seperti tengah memikirkan sesuatu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status