Dean yang sejak tadi terdiam, kemudian lelaki itu malah tertawa terbahak-bahak seakan perkataan yang keluar dari mulu Haura sangatlah lucu.
"Apa yang lucu?" Haura mengerucutkan bibirnya.Wanita itu sekarang merasa kesal dengan lelaki yang berada di depannya sekarang ini. Bukannya menjawab, Dean malah tertawa."Enggak papa! Aku hanya merasa lucu aja sama kamu." Dean memegangi perutnya yang terasa sakit akibat terlalu keras tertawa."Apanya yang lucu coba?!" tanya Haura emosi."Karena kamu salah paham sama aku, aku enggak punya istri, pacar aja belum punya!" jelas Dean.Penjelasan Dean membuat Haura menjadi terkejut, tetapi dia tidak mau percaya begitu saja kepada lelaki di depannya ini."Lalu kata kamu kemarin malam itu apa? Kamu bilang 'yang masak cewek yang kamu cintai' nah kalau bukan istri, lalu siapa?" Haura mengingatkan perkataan Dean tadi malam."Oh, itu. Cewek yang aku cintai itu, adalah mamaku, kalau kamu gak percaya, aku bisa kenalin kamu sama mamaku itu. Nanti kalau mamaku nanya, aku tinggal bilang kamu adalah pacar aku, gimana?" goda Dean.Haura langsung menggelengkan kepalanya pelan, pertanda dia tidak mau dipertemukan dengan mamanya Dean. Kalau dipertemukan sebagai tetangga tidak masalah, tetapi ini dia malah dikenalkan sebagai kekasih lelaki itu.Jelas saja Haura tidak mau, dirinya baru saja mengenal Dean, jadi bagaimana dia bisa menjalin hubungan dengan lelaki yang baru saja dia kenal. Apalagi dia juga belum resmi bercerai, tentu saja hal tersebut akan menjadi gunjingan orang sekitar."Kenapa enggak mau? Apa kamu malu ngakuin perasaan kamu ke-aku?" kekeh Dean."Idih, pede banget sih kamu!" gerutu Haura."Lah, aku bukannya kepedean. Tapi kamu salah paham segitunya sama aku, sampai wajah kamu ditekuk gitu pas ngira kalau aku punya istri," goda Dean.Lelaki itu menjadi sangat senang menggoda wanita cantik di depannya ini. Jadi tanpa sadar dia ingin menggodanya terus-menerus."Bukannya gitu, aku gak mau aja kalau terlalu akrab sama suami orang! Nanti aku malah dicap pelakor dan janda gatal lagi sama istrimu dan orang sekitar," jelas Haura. Dia jelas tidak berbohong. "eh, aku mau balik dulu! Aku enggak sadar kalau sekarang udah jam segini, aku harus kerja!"Haura segera berpamitan kepada Dean, lalu memilih berlari cepat untuk pulang. Dirinya tidak sadar sekali kalau waktu begitu cepat berlalu, sampai tidak ingat kalau dia harus pergi ke toko yang sekarang menjadi miliknya.Dengan cepat Haura mandi, lalu berpakaian dengan rapi, wanita itu memilih sarapan roti saja. Lalu dia mengambil kunci dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tentunya setelah memastikan rumah dan pagar terkunci rapat."Maaf saya telat," ucap Haura."Bos baru telat nih, gimana ngasih contoh kepada karyawan yang lain?!" ejek Lilis.Haura terkejut melihat Lilis yang berada di tokonya, baru kemarin dia bertemu dengan wanita ini dan sekarang harus bertemu kembali, membuat perasaannya menjadi kesal saja dipagi hari."Ngapain kamu kemari?!" Haura menatap tajam Lilis."Em, ngapain, ya?" Lilis malah menatap remeh kepada Haura."Aku gak suka kalau kamu datang ke rumah atau ke tokoku ini!" Haura langsung mengatakan ketidaksukaannya."Kan aku sudah bilang, terserah aku! Niko juga gak ada ngelarang aku mau kemari, kok kamu ngelarang sih? Apa kamu mau toko ini aku ambil balik aja? Supaya kamu jadi gelandangan di luaran sana," ucap Lilis tertawa pelan.Lilis sangat menikmati sekali penderitaan yang dialami oleh mantan majikannya itu. Sehingga dia selalu mencari perkara kepada Haura, setelah Niko memutuskan mencarikan wanita tersebut."Kamu kan udah tahu, kalau toko ini pemberian dari Niko, karena aku udah nemenin dia dari nol. Jadi kenapa kamu malah mau ambil lagi?" Haura mengepalkan tangannya erat."Habisi kamu gak sopan banget sama aku, padahal kan aku gak mau ribut sama MANTAN ISTRI Mas Niko ini!" Lilis sengaja menekan kalimat 'mantan istri' supaya Haura sadar akan posisinya."Kamu gak berkata begitu pun aku sudah sangat tahu, kalau aku bukan istri dari Niko lagi. Tapi apa kamu merasa tersaingi oleh aku yang adalah mantan istri calon suamimu itu?" kali ini Haura membalas perkataan Lilis, dia tidak mau kalau kalah dari pelakor.Lilis mengepalkan tangan, dia tidak terima dituduh merasa tersaingi dari Haura. Tentu saja itu semua karena dirinya merasa kalau dia lah wanita yang terbaik dan jauh lebih segalanya dari Haura yang menurutnya adalah wanita mandul."Ngapain aku merasa kayak gitu? Gak banget!" Lilis mencebik kesal."Terus kenapa kamu ganggu aku aja dari kemarin? Kalau bukan karena kamu takut, kalau suatu saat nanti Niko akan balik lagi kepadaku?" Haura menatap sinis Lilis, dia menyunggingkan senyum tipis kepada wanita yang telah merebut suaminya."Idih, jaga bicaramu, ya, Wanita Mandul! Tentu saja Niko gak akan balik lagi ke kamu, karena kamu gak bisa ngasih keturunan untuknya! Jelas dong gak bisa, karena mandul!"Napas Haura memburu, wanita itu mati-matian menahan emosi yang mau meledak setelah mendengar tuduhan dari Lilis yang mengatakan kalau dirinya mandul."Atas dasar apa kamu nuduh aku mandul? Apa ada bukti kalau aku yang mandul, bukan Niko sendiri?!" Haura menatap Lilis tajam, seakan ingin menelan wanita hamil itu.Lilis gelagapan, wanita hamil itu tanpa sadar mundur beberapa langkah karena melihat Haura sangat mengerikan di matanya. Baru kali ini di melihat mantan istri Niko tersebut sangat marah, biasanya wanita tersebut akan berbicara dengan nada lemah-lembut.Namun tentu saja dirinya tidak mau terlihat terpojok oleh Haura, dia tidak mau kalau orang memandangnya rendah karena kalah dari wanita seperti Haura."Ya apa lagi, kalau selama Niko nikah sama kamu, kamu gak ngasih dia anak. Sama aku malah berhasil hamil kayak sekarang, berarti bukan Niko yang mandul melainkan kamu!" Lilis menunjuk wajah Haura.Perkelahian mereka membuat semua karyawan mendapatkan tontonan gratis, semua orang itu sampai berbisik-bisik menatap kedua wanita tersebut."Pelakor aja belagu!" umpat Haura."Cih, dari pada kamu, Wanita Mandul!" Lilis langsung menyerang Haura, dia menjambak rambut wanita cantik tersebut.Haura yang tidak terima rambutnya dijambak, wanita itu membalas dengan lebih kuat sehingga membuat Lilis berteriak kesakitan."Lepas, sakit tahu gak!" teriak Lilis."Kamu yang mulai duluan!" geram Haura."Pokoknya kalau kamu gak mau lepasin, aku gak bakalan lepasin juga!" Lilis semakin kuat menjambak rambut Haura.Semua karyawan yang melihat perkelahian semakin panas itu, bingung mau melerai seperti apa. Mereka tentu saja tidak berani memisahkan kedua wanita tersebut."Apa yang kalian berdua lakuin sekarang?!" teriakan Niko menggema memenuhi toko, membuat kedua wanita tersebut langsung menghentikan perkelahian mereka."Dia yang duluan, Yang!""Enak aja kamu nuduh aku, padahal kamu yang duluan!" Haura bersedekap dada menatap Lilis.Lilis sekarang sedang bersandiwara menjadi seorang wanita lemah yang diganggu oleh mantan istri jahat."Enggak, aku mana mungkin mulai duluan, Yang!" ucap Lilis terisak.Sedangkan Haura, dia memutar bola matanya malas melihat adegan yang sedang dilakukan oleh Lilis. Padahal wanita hamil itu sendiri yang memulai, tetapi dia malah menuduh dirinya.'Dasar playing victim!" Haura mengumpat di dalam hati."Kamu bisa gak sih jangan cari masalah sama Lilis? Aku tahu kamu enggak suka karena aku lebih milih dia, tapi gak gini juga, Haura! Dia lagi hamil, jadi tolong jangan main kasar!" Niko menatap tajam kepada mantan istrinya."Huh! Emang, ya, kalian itu serasi banget, yang satu pintar, satunya lagi, bodoh! Jelas-jelas istrimu itu lagi akting, tapi percaya aja!" Haura berdecak kesal.Ada perasaan panas di dalam hatinya, dirinya sekarang cemburu dengan Lilis yang mendapatkan perhatian mantan suaminya terse
"Apa?!" Haura mengerinyitkan alisnya.Wanita itu merasa dirinya salah dengar, sehingga dia ingin mendengar sekali lagi apa yang Niko katakan tadi."Kamu mau nikah lagi sama aku? Tapi kamu jadi istri kedua, bukan istri pertama lagi," jelas Niko.Penjelasan Niko membuat Haura terdiam sejenak, lalu tidak lama wanita itu tertawa keras."Kenapa kamu malah ketawa?" tanya Niko heran."Aku hanya merasa lucu aja sama kamu, bukannya tadi aku udah bilang kalau aku gak mau dimadu. Dan sekarang kamu malah ngajakin aku nikah, terus aku jadi istri kedua," sahut Haura terkekeh geli."Bukannya istri kedua lebih bagus, biasanya banyak cowok yang jadikan istri kedua prioritas," ucapan Niko semakin membuat Haura geli."Aku gak mau!" tegas Haura.Dia sekarang merasa aneh kenapa bisa jadi jatuh cinta kepada lelaki yang berada di depannya ini. Bukankah tingkah Niko sekarang sangat menggelikan sekali."Coba pikirkan dulu rumah tangga kita yang udah berjalan lama!" Niko bersikeras supaya Haura memikirkan lagi
"Bilang aja, gak papa kok!" ucap Haura lagi, dia ingin segera masuk ke dalam karena ingin istirahat.Hanya saja, Dean malah diam saja sedari tadi tanpa mengatakan apa pun kepada dirinya."Begini, kamu ada waktu gak besok malam?" tanya Dean setelah sedari tadi diam."Em, emang kenapa?" bukannya menjawab, Haura malah bertanya kembali."Aku mau ajakin kamu jalan, kamu mau gak?" Dean menatap lekat Haura, seakan dirinya tidak mau mendengar penolakan dari wanita tersebut."Em, entar aku atur waktu buat besok," sahut Haura.Jawaban dari Haura membuat Dean bersorak di dalam hati, dirinya sangat senang mengetahui kalau wanita yang berada di depannya ini tidak menolak ajakannya. Namun, dia tidak menunjukan ekspresi itu dengan jelas, hanya senyuman tipis saja supaya Haura tidak mengetahui apa yang dirinya pikirkan sekarang."Makasih, jam delapan, ya!" ucap Dean penuh semangat."Oke. Aku mau masuk dulu ke dalam, soalnya lelah banget." Haura masuk ke dalam mobilnya."Masuk aja, nanti aku tutupin p
Setelah mendengar perkataan sang istri, Rangga langsung menarik selimut lalu pergi tidur. Lelaki itu tidak mau mendengar perkataan Elisa lagi, dia memilih tidur saja.Sedangkan Elisa, dia menghembuskan napas kasar sambil menatap lekat kepada suaminya. Dirinya pun memilih untuk tidur juga, karena sudah mendengar suara dengkuran halus dari arah Deon."Aku harap kamu akan mengerti maksud dari perkataanku, Pah." Elisa menarik selimut, dia memejamkan mata lalu tidak lama tertidur.*"Astaga, aku kesiangan!" pekik Elisa.Wanita itu segera berlari ke kamar mandi, mencuci wajah lalu pergi ke dapur. Namun, saat dia baru ingin melangkahkan kaki, terdengar suara bel di depan sana."Siapa, ya?" Elisa menuju ke arah pintu utama.Elisa bertanya-tanya di dalam hatinya, dengan siapa gerangan tamu yang berada di balik pintu."Maaf, mengganggu!" ucap Haura.Elisa menghela napas melihat ada seorang wanita cantik yang datang ke rumahnya. Apalagi melihat rantang dan mangkuk di tangan wanita tersebut."And
"Untung aja, aku sempat nginjak rem! Gimana coba kalau misalkan aku gak sempat, bisa-bisa hancur mobil!" gerutu Dean sambil menatap sinis ke bagian depan mobilnya yang penyok."Gila, ya, kamu! Mobil orang berhenti di pinggir jalan, malah main tabrak aja!" Zean berlari menghampiri mobilnya yang ditabrak oleh Dean.Zean sangat kesal kepada lelaki yang menjadi rivalnya di kampus, karena mobilnya sampai penyok lantaran ditabrak oleh Dean."Bukan aku yang salah, tapi mobilmu! Mobil kok parkir di pinggir jalan, kan ada parkiran!" ucap Dean yang tidak mau disalahkan."Heh, banyak orang yang parkir di pinggir jalan kok, tapi gak ada yang nabrak! Cuma kamu doang yang nabrak mobil orang yang diparkir!" geram Zean yang tidak terima mobilnya penyok.Zean takut nanti akan dimarahi oleh orang tuanya, kalau mereka melihat bagian belakang mobil yang penyok. Ingin membawa ke bengkel sendiri, tetapi mana mungkin uangnya cukup untuk memoles sampai mulus.
Jantung semua orang di dalam kelas itu berdetak lebih kencang, suasana pun menjadi terasa mencekam karena raut wajah sang dosen terlihat sangat marah sekali kepada Dean, tetapi lelaki muda tersebut hanya diam saja sambil memainkan kuku-kuku jarinya. Dean sama sekali tidak merasa ketakutan dengan dosen killer yang ditakuti seluruh mahasiswa di kampus ini. “Gimana, Pak?” Dean bertanya dengan senyum tipis. Sang dosen tetap diam, tidak bergeming sedari tadi, hanya menunjukan raut wajah marah saja. “Kalau tetap disuruh pergi, juga gak papa sih!” ucap Dean sambil menatap lekat kepada sang dosen. Dean memutar tubuhnya untuk keluar dari kelas, dia pun melangkahkan kaki dengan pelan menuju di mana pintu keluar berada. “Tunggu, Dean!” Setelah sekian lama dosen itu bersuara, membuat Dean membalikan tubuhnya lagi menatap lelaki setengah baya tersebut. “Iya, Pak?” tanya Dean tersenyum manis. Dean tahu kalau dosen itu akan membiarkan dirinya untuk ikut kelas mendengar ancaman yang dia berika
“Eh, Dean, bukannya kita janjiannya malam?” tanya Haura bingung dengan kedatangan Dean yang terlalu cepat menurutnya.Menurut Haura masih ada waktu tiga jam lagi untuk janji mereka berdua, tetapi kenapa lelaki muda ini sudah berada di sini menemui dirinya seperti sekarang. Janda itu lalu merasa kalau dia lah yang melupakan waktu janjian mereka, sehingga raut wajahnya berubah menjadi merasa bersalah.“Maaf, aku lupa waktu janjian kita,” gumam Haura lirih.“Apa?! Enggak kok, aku hanya datang kemari saja karena merasa bosan.” Dean mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.Lelaki itu tidak tahu kalau kedatangan dirinya kemari akan membuat Haura menunjukan wajah rasa bersalah kepadanya, padahal dia kemari ingin mengambil hati janda tersebut. Karena dia tahu kalau wanita sangat suka sekali dengan semua perhatian yang diberikan oleh lelaki, hal itulah yang membuat Dean dengan susah payah mencari alamat toko milik Haura.“Eh, aku kira gara-gara aku lupa waktu janjian! Tapi dari mana kamu tahu kal
Haura menatap tajam kepada lelaki muda yang berani masuk ke dalam ruangannya dan mengelus rambutnya saat dia tertidur, menurutnya Dean sangat lancang sekali kepada dirinya."Maaf, aku gak bermaksud kayak yang kaku pikirin kok! Aku cuma mau ngambil ini doang." Dean menunjukan plastik kecil kepada Haura.Haura tersipu, karena ternyata bekas jajanan yang dia makan tadi malah menempel di rambutnya, membuat dirinya malu sekali sekarang.Karena tingkahnya seperti seorang anak kecil, sampai bekas bungkus jajanan saja malah menempel di rambut."Maaf, ternyata aku salah paham," gumam Haura lirih."Iya, gak papa. Lagian aku udah biasa digituin kok, jadi tenang aja," ucap Dean menanggapi dengan tersenyum tipis.Haura menjadi merasa bersalah mendengar hal itu, dia tidak bermaksud melakukannya dengan sengaja. Dirinya hanya kaget mendapati seseorang yang masuk tanpa izin dan bahkan mengelus rambutnya, bukankah itu adalah hal wajar? Karena dia