"Enak aja kamu nuduh aku, padahal kamu yang duluan!" Haura bersedekap dada menatap Lilis.
Lilis sekarang sedang bersandiwara menjadi seorang wanita lemah yang diganggu oleh mantan istri jahat."Enggak, aku mana mungkin mulai duluan, Yang!" ucap Lilis terisak.Sedangkan Haura, dia memutar bola matanya malas melihat adegan yang sedang dilakukan oleh Lilis. Padahal wanita hamil itu sendiri yang memulai, tetapi dia malah menuduh dirinya.'Dasar playing victim!" Haura mengumpat di dalam hati."Kamu bisa gak sih jangan cari masalah sama Lilis? Aku tahu kamu enggak suka karena aku lebih milih dia, tapi gak gini juga, Haura! Dia lagi hamil, jadi tolong jangan main kasar!" Niko menatap tajam kepada mantan istrinya."Huh! Emang, ya, kalian itu serasi banget, yang satu pintar, satunya lagi, bodoh! Jelas-jelas istrimu itu lagi akting, tapi percaya aja!" Haura berdecak kesal.Ada perasaan panas di dalam hatinya, dirinya sekarang cemburu dengan Lilis yang mendapatkan perhatian mantan suaminya tersebut. Dengan sekuat tenaga Haura menahan untuk tidak menjatuhkan bulir bening yang sedari tadi ingin memaksa keluar."Lihat, Yang! Sekarang ngatain kamu bodoh," ucap Lilis memprovokasi Niko."Maksud kamu apa? Ngatain aku kayak gitu!" geram Niko.Wajah lelaki itu memerah menahan amarah, dia sangat tidak suka sekali saat Haura mengatainya seperti itu."Ya, apa lagi? Kamu mau-maunya percaya sama dia, padahal dia berbohong. Kalau bukan bodoh, kalau apa?!" Haura tidak mau kalah, wanita itu menatap sengit Niko."Lilis gak mungkin bohong sama aku, jadi kamu jangan mengada-ada!" tegas Niko.Niko masih bersikeras percaya kepada Lilis, dia merasa kalau wanita hamil tersebut tidak pernah berbohong kepada dirinya."Benarkah? Em, kita kan gak tahu isi kepala orang." Haura melirik sinis kepada Lilis yang berada di belakang Niko.Lilis malah menatap ke arah Haura, seakan mencari tahu apa yang dipikirkan janda itu. Namun, dia malah menjadi menunduk, tidak berani lagi menatap atau pun bersuara."Apa yang dikatakan Haura benar, kalau Lilis lah yang berbohong di sini?" tanya Niko kepada salah satu karyawan."Benar, Pak!" sahut karyawan.Tentu saja dia tidak mau membela Lilis, karena sekarang Haura lah yang menjadi bos di sini. Kalau dia membela Lilis, tentu saja dirinya akan kehilangan pekerjaan di toko tersebut."Kamu pulang!" Niko menatap tajam Lilis."T-tapi—" perkataan Lilis terpotong oleh bentakan dari Niko."Aku bilang pulang, ya, pulang!" bentak Niko.Lilis gemetaran ketakutan, dia tidak pernah dibentak oleh Niko jadi sekarang wanita hamil itu sangat ketakutan. Dia menatap tajam kepada Haura, lalu melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah."Maaf untuk tadi, aku gak tahu kalau Lilis yang berbohong. Karena dia gak pernah bohong sama aku." Niko mengusap wajahnya kasar."Jadi maksud kamu, aku pernah berbohong sama kamu?" tanya Haura.Haura merasa tersinggung dengan perkataan Niko, padahal selama menikah, dirinya tidak pernah berbohong satu kali pun kepada lelaki yang berada di depannya ini."Gak, bulan gitu maksudku. Sudahlah, kita gak usah bahas ini lagi, nanti kamu malah sakit hati karena aku salah ngomong," ucap Niko.'Sakit hati?' gumam Haura di dalam hatinya.Dia tersenyum tipis mendengar perkataan dari Niko, lelaki itu ternyata bisa memikirkan perasaannya sekarang. Namun, kenapa baru sekarang? Bukankah dengan berselingkuh dan memilih wanita lain itu lebih menyakitkan dari pada perkataannya?"Aku kemari mau memberikan surat kepemilikan toko ini, jadi kamu gak usah khawatir kalau aku atau Lilis akan mengambil lagi." Niko menyerahkan map kepada Haura.Haura mengambil map itu dengan berat hati, karena map ini menyadarkan kalau yang terjadi bukanlah mimpi belaka. Mulai sekarang dirinya akan hidup sendiri, tanpa ada Niko tempat biasanya berkeluh kesah atau pun bermanja seperti anak kecil."Jangan menangis." Niko mengusap air mata Haura yang jatuh.Haura menepis tangan Niko, dia tidak mau membuat perasaannya menjadi sakit karena perlakuan manis dari lelaki tersebut."Sebenarnya aku masih berharap kita bersama, tapi Lilis tidak mau menjadi istri kedua, jadi aku gak ada pilihan lain selain menceraikan kamu," gumam Niko.Haura menatap lelaki tersebut. "Maksud kamu, mau poligami?""Iya, karena aku masih mencintaimu dan juga Lilis. Aku gak bisa milih salah satu dari kalian." Niko menunduk, dia tidak mampu menatap Haura.Mustahil seseorang tidak memiliki perasaan kepada pasangan yang pernah bersama dalam waktu yang lama. Sama halnya dengan Niko, dia sangat mencintai Haura yang bersedia hidup dengannya disaat susah."Ck, kamu kira aku mau dimadu?!" tanya Haura kesal.Dia baru tahu kalau Niko adalah lelaki yang egois, terlalu mementingkan dirinya sendiri sampai tidak memikirkan perasaan yang dia rasakan.Wanita mana yang mau dimadu, sedangkan Lilis yang merebut suami orang saja tidak mau dimadu, apalagi dirinya? Ingin sekali Haura meneriaki mantan suaminya sekarang juga, tetapi dirinya sadar hal tersebut hanya akan membuat lelah sekaligus malu dilihat banyak orang."Aku yakin kamu akan mengerti aku, karena kamu tahukan kalau aku sangat menginginkan anak? Aku nikah sama kamu beberapa tahun, tapi kamu gak pernah hamil. Sama Lilis beberapa bulan melakukannya malah hamil!" ucap Niko.Niko tetap tidak mau semua kesalahan dilemparkan kepada dirinya, jadi dia mencari pembenaran untuk apa yang dirinya lakukan sekarang.Haura merasa kesal dengan tingkah Niko, kepalanya sampai berdenyut nyeri karena sedari tadi menahan emosi."Jadi apa kamu mau nikah lagi sama aku, Haura? Aku janji bakalan adil sama kamu, tapi hubungan kita gak boleh ketahuan sama Lilis." mohon Niko tidak tahu malu."Apa?!" Haura mengerinyitkan alisnya.Wanita itu merasa dirinya salah dengar, sehingga dia ingin mendengar sekali lagi apa yang Niko katakan tadi."Kamu mau nikah lagi sama aku? Tapi kamu jadi istri kedua, bukan istri pertama lagi," jelas Niko.Penjelasan Niko membuat Haura terdiam sejenak, lalu tidak lama wanita itu tertawa keras."Kenapa kamu malah ketawa?" tanya Niko heran."Aku hanya merasa lucu aja sama kamu, bukannya tadi aku udah bilang kalau aku gak mau dimadu. Dan sekarang kamu malah ngajakin aku nikah, terus aku jadi istri kedua," sahut Haura terkekeh geli."Bukannya istri kedua lebih bagus, biasanya banyak cowok yang jadikan istri kedua prioritas," ucapan Niko semakin membuat Haura geli."Aku gak mau!" tegas Haura.Dia sekarang merasa aneh kenapa bisa jadi jatuh cinta kepada lelaki yang berada di depannya ini. Bukankah tingkah Niko sekarang sangat menggelikan sekali."Coba pikirkan dulu rumah tangga kita yang udah berjalan lama!" Niko bersikeras supaya Haura memikirkan lagi
"Bilang aja, gak papa kok!" ucap Haura lagi, dia ingin segera masuk ke dalam karena ingin istirahat.Hanya saja, Dean malah diam saja sedari tadi tanpa mengatakan apa pun kepada dirinya."Begini, kamu ada waktu gak besok malam?" tanya Dean setelah sedari tadi diam."Em, emang kenapa?" bukannya menjawab, Haura malah bertanya kembali."Aku mau ajakin kamu jalan, kamu mau gak?" Dean menatap lekat Haura, seakan dirinya tidak mau mendengar penolakan dari wanita tersebut."Em, entar aku atur waktu buat besok," sahut Haura.Jawaban dari Haura membuat Dean bersorak di dalam hati, dirinya sangat senang mengetahui kalau wanita yang berada di depannya ini tidak menolak ajakannya. Namun, dia tidak menunjukan ekspresi itu dengan jelas, hanya senyuman tipis saja supaya Haura tidak mengetahui apa yang dirinya pikirkan sekarang."Makasih, jam delapan, ya!" ucap Dean penuh semangat."Oke. Aku mau masuk dulu ke dalam, soalnya lelah banget." Haura masuk ke dalam mobilnya."Masuk aja, nanti aku tutupin p
Setelah mendengar perkataan sang istri, Rangga langsung menarik selimut lalu pergi tidur. Lelaki itu tidak mau mendengar perkataan Elisa lagi, dia memilih tidur saja.Sedangkan Elisa, dia menghembuskan napas kasar sambil menatap lekat kepada suaminya. Dirinya pun memilih untuk tidur juga, karena sudah mendengar suara dengkuran halus dari arah Deon."Aku harap kamu akan mengerti maksud dari perkataanku, Pah." Elisa menarik selimut, dia memejamkan mata lalu tidak lama tertidur.*"Astaga, aku kesiangan!" pekik Elisa.Wanita itu segera berlari ke kamar mandi, mencuci wajah lalu pergi ke dapur. Namun, saat dia baru ingin melangkahkan kaki, terdengar suara bel di depan sana."Siapa, ya?" Elisa menuju ke arah pintu utama.Elisa bertanya-tanya di dalam hatinya, dengan siapa gerangan tamu yang berada di balik pintu."Maaf, mengganggu!" ucap Haura.Elisa menghela napas melihat ada seorang wanita cantik yang datang ke rumahnya. Apalagi melihat rantang dan mangkuk di tangan wanita tersebut."And
"Untung aja, aku sempat nginjak rem! Gimana coba kalau misalkan aku gak sempat, bisa-bisa hancur mobil!" gerutu Dean sambil menatap sinis ke bagian depan mobilnya yang penyok."Gila, ya, kamu! Mobil orang berhenti di pinggir jalan, malah main tabrak aja!" Zean berlari menghampiri mobilnya yang ditabrak oleh Dean.Zean sangat kesal kepada lelaki yang menjadi rivalnya di kampus, karena mobilnya sampai penyok lantaran ditabrak oleh Dean."Bukan aku yang salah, tapi mobilmu! Mobil kok parkir di pinggir jalan, kan ada parkiran!" ucap Dean yang tidak mau disalahkan."Heh, banyak orang yang parkir di pinggir jalan kok, tapi gak ada yang nabrak! Cuma kamu doang yang nabrak mobil orang yang diparkir!" geram Zean yang tidak terima mobilnya penyok.Zean takut nanti akan dimarahi oleh orang tuanya, kalau mereka melihat bagian belakang mobil yang penyok. Ingin membawa ke bengkel sendiri, tetapi mana mungkin uangnya cukup untuk memoles sampai mulus.
Jantung semua orang di dalam kelas itu berdetak lebih kencang, suasana pun menjadi terasa mencekam karena raut wajah sang dosen terlihat sangat marah sekali kepada Dean, tetapi lelaki muda tersebut hanya diam saja sambil memainkan kuku-kuku jarinya. Dean sama sekali tidak merasa ketakutan dengan dosen killer yang ditakuti seluruh mahasiswa di kampus ini. “Gimana, Pak?” Dean bertanya dengan senyum tipis. Sang dosen tetap diam, tidak bergeming sedari tadi, hanya menunjukan raut wajah marah saja. “Kalau tetap disuruh pergi, juga gak papa sih!” ucap Dean sambil menatap lekat kepada sang dosen. Dean memutar tubuhnya untuk keluar dari kelas, dia pun melangkahkan kaki dengan pelan menuju di mana pintu keluar berada. “Tunggu, Dean!” Setelah sekian lama dosen itu bersuara, membuat Dean membalikan tubuhnya lagi menatap lelaki setengah baya tersebut. “Iya, Pak?” tanya Dean tersenyum manis. Dean tahu kalau dosen itu akan membiarkan dirinya untuk ikut kelas mendengar ancaman yang dia berika
“Eh, Dean, bukannya kita janjiannya malam?” tanya Haura bingung dengan kedatangan Dean yang terlalu cepat menurutnya.Menurut Haura masih ada waktu tiga jam lagi untuk janji mereka berdua, tetapi kenapa lelaki muda ini sudah berada di sini menemui dirinya seperti sekarang. Janda itu lalu merasa kalau dia lah yang melupakan waktu janjian mereka, sehingga raut wajahnya berubah menjadi merasa bersalah.“Maaf, aku lupa waktu janjian kita,” gumam Haura lirih.“Apa?! Enggak kok, aku hanya datang kemari saja karena merasa bosan.” Dean mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.Lelaki itu tidak tahu kalau kedatangan dirinya kemari akan membuat Haura menunjukan wajah rasa bersalah kepadanya, padahal dia kemari ingin mengambil hati janda tersebut. Karena dia tahu kalau wanita sangat suka sekali dengan semua perhatian yang diberikan oleh lelaki, hal itulah yang membuat Dean dengan susah payah mencari alamat toko milik Haura.“Eh, aku kira gara-gara aku lupa waktu janjian! Tapi dari mana kamu tahu kal
Haura menatap tajam kepada lelaki muda yang berani masuk ke dalam ruangannya dan mengelus rambutnya saat dia tertidur, menurutnya Dean sangat lancang sekali kepada dirinya."Maaf, aku gak bermaksud kayak yang kaku pikirin kok! Aku cuma mau ngambil ini doang." Dean menunjukan plastik kecil kepada Haura.Haura tersipu, karena ternyata bekas jajanan yang dia makan tadi malah menempel di rambutnya, membuat dirinya malu sekali sekarang.Karena tingkahnya seperti seorang anak kecil, sampai bekas bungkus jajanan saja malah menempel di rambut."Maaf, ternyata aku salah paham," gumam Haura lirih."Iya, gak papa. Lagian aku udah biasa digituin kok, jadi tenang aja," ucap Dean menanggapi dengan tersenyum tipis.Haura menjadi merasa bersalah mendengar hal itu, dia tidak bermaksud melakukannya dengan sengaja. Dirinya hanya kaget mendapati seseorang yang masuk tanpa izin dan bahkan mengelus rambutnya, bukankah itu adalah hal wajar? Karena dia
Kali ini Dean menanggapi dengan santai, bahkan matanya tidak berkedip sama sekali mengatakan kebohongan kepada Haura, “Tadi baru aja diantar sama temanku, dia bilang karena kerusakannya gak parah jadi cepat selesai. Kamu ingatkan cowok yang menyebut kamu pacarnya Zean?” “Oh, dia! Aku ingat,” sahut Haura asal. Sebenarnya wanita itu tidak mengingat nama dari temannya Dean, dia hanya mengingat rupa dari lelaki yang menyebutnya pacar seseorang tidak dikenal olehnya sendiri. Itu pun Haura mengingat lantaran merasa kesal dengan temannya Dean tersebut, datang-datang sudah mengooceh panjang lebar membuat kepalanya menjadi pusing saja. “Nah dia yang nganterin mobil ini, kebetulan pemilik bengkel ini omnya dia. Udahlah, kita gak usah bahas dia, nanti malah kemalaman.” Dean membukakan pintu untuk Haura. Dean ingin melakukan sesuatu hal yang akan membuat wanita cantik berada di sebelahnya ini akan terkesan dengan dirinya, jadi dia sengaja membukakan pintu seperti kepada wanita lain yang dia d