Share

Bercyanda

last update Last Updated: 2023-11-07 09:35:42

Janda Lugu Tetanggaku 2

Bab 2

Bercyanda

Mas Azka seketika melotot padaku. Ahaha akupun tertawa melihatnya.

“Bercyanda!” Kataku menirukan yang lagi viral saat ini dengan mulut yang terus menebarkan tawa.

“Nggak lucu!”

Mas Azka merebahkan tubuh di kasur dan memejamkan mata, salah satu tangannya diletakkan menutupi wajah. Kesal rupanya. Ah! Gitu aja marah, batinku. Lagian kalau mirip kenapa? Mas Azka ganteng, Lova juga cantik menggemaskan. Salahku di mana coba?

Tak lama suamiku terlelap, aku menatap dua tubuh yang tergeletak di kasur, baby Lova dan Mas Azka. Memang agak-agak mirip kok wajahnya. Tuh hidungnya sama-sama bangir, rambutnya hitam lebat dan kulitnya putih. Alhamdulillah, aku juga nggak marah kok kalau misal ada yang bilang baby Lova mirip suamiku. Cuma mirip, itu hanya kebetulan saja. Ye, kan?

Pelan, aku ikut merebahkan diri di samping baby Lova. Tanganku memeluk bayi mungil itu. Bahagia rasanya, sudah seperti keluarga lengkap. Mama, Papa dan anak.

Aku terjaga ketika mendengar bunyi bel pintu yang dipencet berkali-kali. Sigap aku berdiri, ada tamu rupanya. Berjalan ke depan dan membuka pintu dengan segera. Oh, Mbak Dian yang datang.

“Maaf, Mbak, aku ketiduran,” ucapku sambil membuka pintu. Mbak Dian hanya tersenyum.

“Lova masih bobok,” kataku lagi.

“Biar aku ambil, belum makan, kan?” Mbak Dian memasuki rumahku.

“Ada di kamar.” aku berjalan masuk diikuti Mbak Dian. Membuka pintu kamar, aku mengajak Mbak Dian masuk pelan-pelan. Terlihat suamiku sedang tidur memeluk Lova. Mas Azka bertelanjang dada, tidur siang suka gerah, apa lagi AC-nya dimatikan.

“Itu, Mbak, Lova masih bobok.” berbicara dengan nada rendah, aku menunjuk kasur. Mbak Dian perlahan naik ke kasur untuk mengambil Lova.

Mendengar suara berisik membuat suamiku terbangun. Mas Azka kaget saat membuka mata ada Mbak Dian di dekatnya.

“Eits!” Ucapnya sambil bangun. Mbak Dian mematung menatap mas Azka. Lelakiku itu segera berdiri, menyambar kaos oblong di dekatnya dan langsung memakainya.

“Mbak Dian mau ngambil Lova,” bisikku pada Mas Azka. Terlihat wajah suamiku kesal, dia berjalan cepat masuk ke kamar mandi.

“Makasih, ya, Ras,” kata Mbak Dian sekalian berpamitan. Mata Mbak Dian bergerak liar melihat dalam rumahku. Mungkin mencari Mas Azka untuk berpamitan.

“Ya, Mbak, sama-sama,” sahutku sambil melambai pada Lova. Anak itu sudah bangun.

“Laras, kenapa kau ajak Dian masuk ke kamar? Kau tahu kan, aku sedang tidur?” Mas Azka menegur dengan nada marah.

“Mbak Dian kan mau ambil Lova,” keningku mengerut. Suamiku ini kenapa kok tiba-tiba kesal.

“Kamar itu privasi, jangan membawa orang lain masuk ke dalamnya!” Mas Azka gusar, dia menjatuhkan bobot di sofa ruang tamu dengan kasar. Wajahnya cemberut.

“Emangnya kenapa, Mas? Mbak Dian nggak ngapa ngapain, cuma mau ambil anaknya doang.” Heran aku kenapa suamiku uring-uringan.

Mas Azka berdiri dengan satu tangannya membawa bantal kursi, dia menatapku tak senang.

“Terserah kamu, Ras! Aku minta jangan diulangi lagi.” Mas Azka berkelebat pergi setelah sebelumnya membanting bantalan kursi ke lantai. Dih! Segitunya.

Huh! Aku membuang nafas kasar. Mengambil bantalan kursi dari lantai dan mengembalikan lagi ke tempatnya. Akupun duduk di sofa sembari memeluk bantalan kursi di perut.

Nggak mungkin lah kalau mbak Dian mau menggoda suamiku. Perasaan Mas Azka saja yang berlebihan. Atau jangan-jangan suamiku aja yang kegeeran? Mbak Dian itu baik, lugu, aku yakin dia bukanlah Janda ga-tel. Dari cara berpakaiannya yang sopan, dandanannya tidak mencolok, tutur katanya halus terpelajar. Mana mungkin dia menganggu suami orang? Kalau toh, Mbak Dian berniat menganggu suami orang, aku yakin pasti bukan suamiku mangsanya.

Aku kan baik sama dia, sering main ke tempatnya, bawain oleh-oleh, masak iya dia tega menggoda suamiku? Heh, aku tersenyum kecil. Astaghfirullah! Kenapa aku suudzon dengan Mbak Dian? Dosa ‘kali.

**

Mas Azka kekuar dari kamar dengan segar. Ia menyugar rambutnya yang basah. Suamiku habis mandi junub hehehe. Kebetulan ini hari Minggu jadi bangunnya santai.

“Mas, sini.” aku memanggil dengan melambaikan tangan. Mas Azka berjalan menghampiri aku yang duduk di ruang tamu.

“Ngeteh dulu,” kataku sambil menunjuk dua gelas teh manis dan sepiring pisang goreng wangi yang masih panas di meja. Mas Azka tersenyum lalu duduk di sofa seberangku. Dia mencomot satu pisang yang digoreng berbentuk kipas. Aku sudah duluan memegang pisang goreng.

Terlihat suamiku menikmati setiap gigitan pisang goreng. Mas Azka ini nggak begitu suka gorengan kecuali pisang goreng. Itupun pilih-pilih, harus pisang kepok jenis pipit yang digoreng. Pisang kepok pipit itu bentuknya pipih, pendek dan padat, paling enak kalau dibikin pisang goreng. Apa lagi dengan tepung instant yang wangi seperti ini, hm, doyan banget suamiku. Sayangnya cari pisang jenis kepok pipit susah, jarang ada di supermarket. Lebih sering dijumpai di pasar-pasar tradisional.

Mas Azka mencomot satu lagi pisang di piring, aku mengawasi.

“Enak, Mas?” Tanyaku menatap. Mas Azka mengangguk dengan mulut masih mengunyah.

“Tumben pagi-pagi dah goreng pisang, dapat dari mana pisangnya?”

“Aku nggak goreng, kok,” jawabku santai. Mas Azka berhenti mengunyah, dia menatapku dengan pandangan aneh.

“Itu tadi dikasih sama Mbak Dian, Mas. Hebat ya, dia bisa tahu kesukaan kamu, padahal aku nggak pernah cerita, lho.”

Huwekk

Huwekk

Eh! Lho, kenapa suamiku tiba-tiba muntah? Masuk angin?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Lugu tapi Palsu   Sudah tak Marah/END

    Janda Lugu Tetanggaku 38Bab 38Sudah Tak Marah“Tidak ada yang memaksa Anda, Dian. Jika tidak setuju, silakan menolak.” Pak Rudi menengahi. Mas Azka melihat padaku. Dari pertama, suamiku ini sudah sangsi dengan ideku. Mas Azka tak percaya Mbak Dian akan menyerahkan begitu saja anaknya. Aku meyakinkan Mas Azka, kalau uang dapat merubah pikiran Mbak Dian. Tunggu dulu … aku belum berbicara tentang uang. “Jadi Mbak Dian menolak?” Tanyaku setelah merasa lebih percaya diri. “Jelas lah, kau minta imbalan anakku, bikin sendiri, buktikan kalau kamu tidak mandul, Ras.” Mbak Dian tersenyum mengejek. Aku masih berusaha tersenyum, walau dalam hati, aku sangat ingin memaki mbak Dian. “Kalau tidak mau, ya sudah, aku tidak akan menolong Mbak Dian dan tidak akan mengurusi Lova. Kau tau, Mbak … tak ada yang gratis di dunia ini!” “Benar, Ras,” kata Mas Azka seraya melihat Mbak Dian, “tak ada yang memaksamu untuk setuju.” Mas Azka beranjak dan berdiri di belakang kursiku. Mbak Dian mengamati. “Sek

  • Janda Lugu tapi Palsu   Menolong dengan Syarat

    Janda Lugu Tetanggaku 37Bab 37Menolong dengan syarat“Angkat, Mas.” aku melihat suamiku, dia mengangguk lalu mengusap layar ponsel. Tak lupa, Mas Azka juga menyalakan loudspeaker agar percakapannya dengan Mbak Dian terdengar pula olehku. “Halo?” Sapa Mas Azka. “Azka, tolong gue, Ka.” terdengar suara panik Mbak Dian meminta pertolongan. Bola mata Mas Azka bergerak ke arahku. “Gue nggak mau urusan apapun sama elu,” sahut Mas Azka ketus.“Bodo amat, elu harus nolongin gue. Cariin pengacara, Ka. Lekas!” Ucap Mbak Dian main perintah aja. “Bawa sini.” bisikku sembari meminta ponsel Mas Azka. “Ada apa, Mbak?” Tanyaku sambil berjalan menjauh dari Lova. Mas Azka gantian menghibur gadis kecil itu sembari memasang antena telinga lebih tinggi. “Laras, elu kan baik hati dan tidak sombong. Elu harus tolongin gue!” Mbak Dian berteriak. Sok-sok an memujiku padahal Mbak Dian sering mengolokku o’on. Aku tau. “Tolongin apa?” Tanyaku datar. Sebenarnya aku tidak tertarik lagi dengan Mbak Dian. Ba

  • Janda Lugu tapi Palsu   Lalai

    Janda Lugu Tetanggaku 36Bab 36LalaiGaris polisi berwarna kuning bertuliskan dilarang melintas masih terpasang di depan pintu tempat tinggal Mbak Dian. Ada dua unit rumah yang terbakar, yaitu rumah Mbak Dian dan sebelahnya. Sayangnya, rumah Mbak Dian yang lebih parah. “Kita nggak boleh masuk, Ras,” kata Mas Azka yang terus merangkul pundakku. Aku menarik nafas yang tersendat. Tidak tau apa yang terjadi sebab aku tak mendapatkan informasi yang akurat. Dari bawah tadi, aku sempat melihat area luar jendela rumah Mbak Dian yang menghitam karena terbakar. Semalam aku tak dapat ke sini jadi pagi ini aku datang untuk melihat lokasi kejadian. “Mas, kita harus bertanya pada seseorang,” kataku sambil melihat situasi. Siapa tau ada yang melintas dan bisa kutanya. Para penghuni di sini pada cuek, mungkin karena hanya insiden kebakaran kecil yang tak merugikan mereka. Tapi buatku, ini sangat penting. Sampai sekarang, aku tak tau kabar mbak Dian maupun Lova. Ponsel Mbak Dian tidak aktif. “Seb

  • Janda Lugu tapi Palsu   Kebakaran

    Janda Lugu Tetanggaku 35Bab 35KebakaranAku terdiam menatap onggokan goodie bag dan paperbag di sudut ruangan. Menghela nafas panjang dan berusaha menepis rindu yang membuncah. Semua itu adalah baju-baju dan mainan milik Lova yang aku beli tempo hari. Semuanya masih baru dan belum terjamah. Kemaren aku tak sempat menyerahkan pada Mbak Dian saat ia mengambil Lova di jalan. “Sudahlah, biar aku masukkan gudang saja,” kata Mas Azka seraya mengangkat barang-barang itu. Suamiku tak suka melihatku bersedih. Beberapa hari yang lalu, Mas Azka sudah memperingatkan aku untuk tak terlalu larut dalam kesedihan memikirkan Lova. “Lova sudah bersama ibunya,” ucap Mas Azka saat itu. Aku mengangguk tapi, entah kenapa rindu ini tak juga lenyap. Senyum dan tawa Lova seakan menghantui benakku. “Mas, jangan diberesin, nanti kapan-kapan biar aku kirim ke rumah Mbak Dian,” kataku menahan Mas Azka yang sedang memberesi barang-barang Lova. Mas Azka menoleh padaku, “kau tau rumahnya?” Aku mengangguk, “ta

  • Janda Lugu tapi Palsu   Diminta di Jalan

    Janda Lugu Tetanggaku 34Bab 34Diminta di JalanSeminggu sudah berlalu semenjak Mbak Dian kabur meninggalkan rumahku karena misinya yang gagal. Anehnya, selama itu pula dia tidak meneleponku atau Mama untuk memberitahu keberadaannya. Minimal menanyakan Lova lah, kan bocah itu anaknya. Atau mungkin ia ibu durhaka yang melupakan anaknya?Aku tidak peduli. Hidupku kembali normal, adem dan bahagia bersama Mas Azka. Mbok Wati juga bergembira sebab mendapatkan pekerjaannya kembali. Ada yang berbeda, sekarang di rumahku bertambah ramai dan seru karena adanya Lova. Ya! Bocah itu sekarang tinggal bersamaku. Kalau pagi sampai sore, Lova di rumah bersama Mbok Wati karena kutinggal bekerja bersama suamiku. Malamnya aku dan Mas Azka yang mengasuh Lova. Anak itu cerdas dan lucu. Dia bahkan sekarang sudah pandai berceloteh lancar. Suasana rumah menjadi semakin hidup, ceria dan bersemangat dengan adanya Lova.Aku membelikan baby chair untuk Lova supaya dia dapat makan sendiri. Mas Azka membelikan

  • Janda Lugu tapi Palsu   Anaknya ditinggal

    Janda Lugu Tetanggaku 33Bab 33Anaknya ditinggal Aku jadi bingung antara membukakan pintu kamar untuk membebaskan Mama atau mengejar Mbak Dian. Ah, sial! Mbak Dian sudah kabur dengan mobilnya. Aku hanya bisa melihat ke jendela saat mendengar raungan mobilnya. Tanpa buang waktu, akupun mencari kunci cadangan untuk membuka pintu kamar. “Kurang ajar, Dian!” Begitu yang diteriakkan Mama setelah pintu berhasil aku buka. “Ke mana dia?” Mama setengah berlari menuju pintu keluar. “Mbak Dian melarikan diri, Ma. Tadi Laras melihat dia lari lewat pintu belakang dan kabur dengan mobilnya.” Ujarku dengan wajah kesal. “Mama didorong sampai terjungkal di kasur, habis itu dia berlari keluar dan menutup serta mengunci pintunya!” Omel Mama marah-marah. Astaga! Aku jadi teringat Mas Azka yang aku rendam di kamar mandi. Berlari aku memasuki kamar dan langsung membuka pintu kamar mandi. Tampak lelakiku sedang berdiri di depan cermin. Mas Azka sudah selesai mandi rupanya. Ah, lega rasanya, kupikir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status