Janda Lugu Tetanggaku 18Bab 18Mulai curigaSudah lama aku tidak berkunjung ke rumah Mbak Dian. Dengan membawa sekotak biskuit bayi yang kubeli kemaren di minimarket, aku mendatatangi rumah Mbak Dian. Sebenarnya aku tak sekedar ingin berkunjung tetapi ada sesuatu yang ingin aku lihat sebagai bukti untuk meyakinkan hatiku. Berjalan di samping mobil merah Mbak Dian yang moncongnya menghadap ke jalan, mataku melihat ke dalam. Hm, keren juga interiornya. Mobil second full variasi. Selera Mbak Dian boleh juga. Sebagai perempuan yang sudah terbiasa memiliki dan menyetir mobil sendiri sejak SMP, aku sedikit banyak paham tentang interior mobil. Aku juga tau barang bagus. “Lova …” aku memanggil dari depan pintu. Terdengar tawa riang bocah kecil yang usianya hampir satu tahun itu. Melepas alas kaki, akupun memasuki rumah mbak Dian. “Eh, ada Tante Laras, tuh,” ucap Bik Ipah menunjuk padaku. Lova yang sudah berdiri itu melonjak-lonjak kegirangan melihatku. Bik Ipah yang memegangi badannya dar
Janda Lugu Tetanggaku 19Bab 19PercayaLangkah cepat tadi menuju kemari. Aku, Felicia dan Reta terdiam menatap pintu. Wajah mbak Dian menyeruak masuk. Kedatangannya membuatku kaget. Mbak Dian tak mempedulikan keberadaan kami. Sempat kulihat tahu matanya yang memerah karena tangis. Tak sapaan dari Reta maupun Felicia. Kedua temanku itu seperti membeku melihat Mbak Dian. Mbak Dian membuka lokernya lalu mengambil barang-barang miliknya dengan cepat. Masih terdengar isak lirih tangis dan juga helaan nafasnya. Pasti ini adalah hari yang berat untuk Mbak Dian. “Kamu tidak apa-apa, Mbak?” Tanyaku pelan. Mbak Dian membisu, tangannya memasukkan barang-barang ke dalam paperbag yang dibawanya. “Sudah pasti dia malu dong, ketahuan selingkuh dengan suaminya Bu Direktur. Hahah.” Reta tertawa. Rupanya temanku itu tak punya rasa empati atas musibah yang menimpa Mbak Dian. Mataku melotot pada Reta, menyuruhnya diam. “Makanya Dian, jadi orang tuh nggak usah ambisius. Jadi menghalalkan segala car
Janda Lugu Tetanggaku 20Bab 20Mbak Dian nekat“Mau ke mana, Mas?” Tanyaku saat melihat Mas Azka memakai jaket dan mengambil kunci mobil. Tak biasanya dia keluar malam-malam tanpa mengajak aku.“Ke luar bentar,” katanya sambil mendekat dan mencium pucuk kepalaku. “Aku mau ke minimarket depan, bareng dong?” Mas Azka menatapku sejenak. “Kamu naik ojol dulu, gapapa? Soalnya aku sudah ditungguin teman,” katanya sambil menengok jam di tangannya.“Ok, deh.” aku mengangguk. Setelah mengunci pintu, aku kembali ke kamar dan memesan ojol melalui aplikasi dan segera berganti baju dengan celana jeans dan kaos. Kamarku ini letaknya di depan dengan jendela menghadap ke jalan berseberangan dengan rumah yang dihuni Mbak Dian. Aku tak perlu ke teras untuk menunggu ojol, dari sini akan terlihat jika sepeda motor dan Abang ojolnya datang. Saat menarik tirai korden untuk menutupnya, tak sengaja aku melihat mobil mbak Dian yang berjalan pelan meninggalkan rumahnya. Dari balik korden, aku mengawasi.
Janda Lugu Tetanggaku 21Bab 21Dian berdustaLaras pergi dari rumah“Kau ini bicara apa, Dian!” Mas Azka nampak sangat marah. Terlihat dari caranya membentak mbak Dian.“Sudahlah, Azka, kau berterus terang saja pada Laras dan Mamamu.” Mbak Dian sesenggukan.Aku semakin tidak mengerti. Mama pun juga sepertinya tidak paham apa yang tersembunyi di antara Mbak Dian dan Mas Azka. “Dian ingin bercerita, Tante …” mbak Dian mengusap air matanya. Aku masih berdiri dan menatapnya. Jujur aku sangat tertarik dengan sandiwara yang sedang dimainkan Mbak Dian. Mas Azka terlihat sangat tidak nyaman. Beberapa kali terdengar suara decak Kesal dari bibirnya. Mbak Dian kembali membuka mulut. “Sebenarnya saat kuliah dulu, Azka dan Dian pernah terlibat cinta terlarang.”“Maksudnya apa, Mbak. Langsung saja nggak usah bertele-tele!” aku sudah tersulut emosi. “Laras, jangan percaya omongannya.” Mas Azka mendekat padaku. Aku bergeming dan tetap menatap mbak Dian. Tangan Mas Azka mencengkeram sandaran kurs
Janda Lugu Tetanggaku 22Bab 22Mengambil kesempatan dalam kesempitanDua hari sudah aku tinggal di rumah Mama kandungku bersama Mbak Tin, pembantu rumah tangga. Aku juga berangkat kerja dari sini. Ponselku tak pernah berhenti berdenting. Puluhan bahkan mungkin ratusan pesan dan miscall datang dari Mas Azka. Aku membacanya satu persatu meski tak ada yang kubalas. [sayang, udah dong, marahnya. Aku kangen] [aku belum makan, yang. Banyak kerjaan nih, sampai malam][sepi nggak ada kamu][pulang, yang … aku nyesel]Membaca berulang kali pesan-pesan yang dikirim suamiku membuat bibirku selalu menyungging senyum. Aku juga kangen, Mas, tapi, biar mengendap dulu kangennya, ya? Nanti kita luapkan bersama. Jujur, aku sendiri juga menahan rasa yang sepertinya sudah membeludak di dada. Butuh penampungan wkwk. Tapi aku nggak boleh lemah. Aku akan membiarkan dulu Mas Azka disiksa rindu agar dia tau rasanya kehilangan. Rencananya aku akan berada di sini satu minggu yang artinya tujuh hari saja.
Janda Lugu Tetanggaku 23Bab 23Kalah terus“Mbak Dian ngapain di sini?” Aku menatapnya. Mbak Dian melirik sekilas dan mengulum senyum, selanjutnya perempuan yang lebih pendek dariku ini duduk di sisi ranjang dekat suamiku dan dengan santainya mengaduk mangkuk bubur di tangannya. “Semalam Farhan mencarimu tetapi kau tidak mengangkat teleponnya. Kebetulan aku ke sini jadi Farhan menitipkan Azka padaku untuk menjaganya. Azka sedang sakit, dari semalam dia demam,” urai Mbak Dian seakan mengolokku yang kalah satu ronde dengan dia. Hatiku bergejolak, panas rasanya. Rupanya Mas Azka tidak bercerita tentang permasalahan rumah tangga kami denga teman-temannya, maka dari itu Farhan tak tau kalau aku pergi meninggalkan rumah sudah satu minggu lamanya. “Kalau begitu, mbak Dian silakan pulang karena aku sudah datang,” kataku mengusir halus. Bibir Mbak Dian kembali mengulas senyum. Aneh saja, meski senyumnya manis tapi di mataku sangat menjengkelkan dan aku muak melihatnya. “Sebentar ya, Ras
Janda Lugu Tetanggaku 24Bab 24Aku atau Mbak Dian yang pindah rumahTenang … aku harus tetap tenang menghadapi manuver licik mbak Dian. Mungkin dia pintar dan lebih berpengalaman dariku. Sebaiknya aku menggunakan kecerdasanku untuk mengkonternya. “Maaf, Ma, Laras benar-benar kalut lihat Mas Azka sakit, jadi nggak sempat dan nggak kepikiran menelepon Mama.” aku berdalih. “Laras segera pulang pas dengar aku sakit, kok, Ma.” Mas Azka menoleh dan melempar senyum padaku. Aku mengangguk dan bernafas lega, suamiku membelaku. “Sudah baikan, Azka?” Mama melihat wajah Mas Azka. “Sudah lumayan itu, Tante, dari pada semalam Azka demam dan muntah-muntah.” Mbak Dian mulai cari muka. “Oh? Jadi semalam kamu di sini, Dian?” Kening Mama mengerut. “Iya, Tante.” Mbak Dian menunjukkan rasa senang, dia mengangguk dengan bibir menyungging senyum. Aku benar-benar sudah terkecoh oleh kecantikan lugunya. Mbak Dian ini ternyata jahat dan gemar cari muka. “Laras datang kapan?” seketika mata Mama berpinda
Janda Lugu Tetanggaku 25Bab 25Menyingkirkan Mbak Dian“Jadi waktu itu Dian mengajakku ketemuan.” Mas Azka mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Mbak Dian di sebuah kafe waktu itu. Sambil berbaring di dada bidang mas Azka, aku mulai menyimak penuturan suamiku. “Kenapa kamu nggak bilang padaku?” Tanyaku sedikit merajuk. “Aku takut kamu marah, Ras.” tangan Mas Azka mulai mengusik dan memainkan rambut di kepalaku. Memang benar sih, aku akan marah jika tau suamiku akan ketemuan dengan Mbak Dian, tapi, bertemu sembunyi-sembunyi akan membuatku tambah kesal. Aku merasa dikhianati dan itu menyakitkan banget. “Aku mengikutimu,” ujarku pelan. Terdengar tawa kecil dari mulut suamiku yang membuat bibirku mencebik tanpa terlihat olehnya. Sebel!“Dian memaksaku untuk menjamin hidupnya,” kata Mas Azka yang seketika membuat mataku melotot. “Apa? Menjamin hidupnya? Emang dia siapa?” Aku mengangkat kepala melihat suamiku. Kesal banget rasanya, seenaknya saja Mbak Dian ngomong. “Iya, Ras, t