Share

Bab 5

Author: Moody Moody
last update Last Updated: 2021-12-14 11:33:10

Malam ini, Alice masih berada di sebuah bar di jantung kota. Di sana dirinya yang sebelumnya terlihat begitu kacau, kini sudah mulai membaik. Dengan berjalan perlahan sambil sempoyongan, Alice menemukan sebuah kursi dan kemudian dirinya duduk di sana sekedar menghilangkan rasa pusing. Tidak lama kemudian datanglah seorang pelayan yang menawarkan alkohol kepada dirinya. Meski pikirannya sudah di ambang ke warasan, Alice tetap mengambilnya dan kemudian meneguk segelas alkohol itu sampai habis. Rasa frustasi yang di alaminya sangat banyak. Kehidupan yang tidak lepas dari masalah yang datang bertubi-tubi kepada dirinya. Malam ini suasana di bar yang penuh dengan orang-orang membuatnya merasakan kehidupan dunia yang berbeda. Alice yang masih duduk di sana, tidak lama kemudian seorang gadis muda yang berambut hitam pendek melihat dirinya di sana. Dari kejauhan gadis itu memperhatikannya.

“Eh? Sepertinya aku mengenal orang itu,” gumam gadis tersebut. Karena merasa penasaran dengan apa yang baru saja di lihatnya, akhirnya gadis itu menghampiri Alice yang sedang duduk di kursi belakang bar.

“Oh, Alice! Wow kau sudah mabuk parah,” ucap gadis itu dengan terkejut.

“Hah? Siapa kau?”

“Ini aku Dolly.”

“Siapa?”

“Astaga. Anak ini. Lebih baik kau pulang saja. Kondisimu sudah mengerikan,” ucap Dolly sambil menggandeng Alice. Tidak lama kemudian, taxi yang di pesan oleh Dolly akhirnya datang dan Alice langsung memasukinya itu juga Dolly yang harus memaksanya.

“Pak. Tolong antarkan anak ini ke alamat yang saya berikan.”

“Baiklah.”

Alice kemudian pergi menaiki taxi. Di dalam taxi dirinya masih tidak sadarkan diri, sehingga membuat pengemudi taxi menggelengkan kepalanya. Dolly yang masih berada di bar, dia kemudian memesan alkohol lagi sambil mengobrol dengan seseorang di hadapannya. Rupanya orang yang sedang bersama dengannya itu adalah teman masa sekolahnya. Keduanya terlihat akrab. Mereka pun banyak tertawa. Saat ini Alice sudah sampai di depan rumahnya. Karena tidak kuat berjalan, akhirnya dia hanya terduduk di depan pintu rumahnya itu. beberapa menit kemudian, ayahnya membukakan pintu dan begitu melihat Alice yang seperti itu, dia langsung menyeretnya. Alice kemudian tidur di kamarnya sampai pagi. Keesokan harinya dia baru saja sadar bahwa kemarin malam mabuk parah. Ekspresi wajahnya yang terlihat terkejut kemudian beranjak dari tempat tidurnya untuk pergi ke kamar mandi.

“Alice!” teriak ayahnya dengan ekspresi marah

“Iya.”

“Kau sudah gila! Bisa-bisanya kau mabuk seperti itu kemarin. Seharusnya kau pulang lebih awal.”

“Iya maafkan aku.”

“Dasar anak tidak berguna!”

‘Ah, menyebalkan,’ batin Alice

Alice kemudian memasuki kamar mandi. 30 menit kemudian, Alice sudah selesai mandi dan bersiap untuk berangkat ke kampus. Pagi ini dirinya harus membuat sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Suasana rumah yang terlihat menyeramkan membuatnya ingin segera pergi. Kakak kedua Alice sudah berada di meja makan bersama dengan ayahnya. Alice kemudian duduk di depan mereka berdua sambil menikmati sarapan. Setelah selesai sarapan, Alice langsung berangkat menuju kampus dengan menaiki bus. Setelah dirinya berada di dalam bus, kemudian mengambil sebuah earphone dan mulai mendengarkan musik. Pagi hari yang cukup menyebalkan membuat dirinya harus menutup telinga untuk sementara waktu. Sesampainya di kampus, Alice pergi ke kelas dengan cepat. Dan kemudian dirinya bertemu dengan Dolly.

“Kau sudah terlihat baik rupanya. Apa yang terjadi? Kenapa kau yang biasanya anak baik terlihat begitu menyedihkan kemarin?” ucap Dolly kepada Alice yang sedang duduk di kursinya.

“Kau tidak perlu tahu.”

“Hey! Kita sudah berteman sejak sekolah menengah. Kau akan terus seperti itu?”

“Oh, iya benar juga. Tapi, ikut campur urusan orang lain itu tidak baik juga loh.”

Dolly langsung terdiam dan pergi untuk duduk di kursinya. Selama ini, banyak sekali yang mendatanginya karena maksud dan tujuan tertentu. Alice sudah membiasakan diri hidup sendirian. Karena itulah, begitu dirinya menemukan seseorang yang mulai ikut campur dengan urusannya akan terusik. Tidak terasa profesor sudah datang. Kelas pun akhirnya di mulai. Kelas di jam pertama berhasil di lewati setelah satu jam mengikuti kelas. Alice kemudian merapikan catatannya dan hendak pergi ke perpustakaan. Begitu dia beranjak dari tempat duduknya, Theresia datang menghampirinya.

“Kau akan pergi ke perpustakaan?” tanya Theresia dengan wajah ceria. Sambil memgang buku-buku.

“Ah, iya. Kau mau ikut?”

“Tentu.”

“Oh iya Alice, kau sudah mendengar kabar itu? mereka terus membicarakannya apa tidak tahu kalau itu tidaklah sopan.”

“Kabar apa?”

“Oh, ternyata kau belum tahu rupanya. Okay akan ku beritahu. Jadi begini, anak dari kelas sbelah dia katanya bunuh diri di gedung H7. Kabarnya dia melakukan itu karena merasa tertekan.”

“Apa? siapa?”

“Anak jurusan akutansi juga dia bernama Lisana. Kau yakin tidak mengenalnya?”

“Tunggu dulu, dari mana kau mendapatkan berita itu?”

“Pihak kampus memang sengaja menutupinya dan membuat kejadian itu tidak pernah terjadi. Kau tahu kenapa? Jawabannya akan merusak reputasi perguruan tinggi ini. Dan lagi hanya segelintir orang yang mengetahuinya termasuk aku. Jika bukan karena mereka ramai membicarakannya di forum internet aku tidak akan mengetahui fakta ini.”

“Jadi ada pihak yang membocorkannya di forum internet. Karena itu menyebar?”

“Iya betul.”

“Bagaimana mereka tahu kalau Lisana bunuh diri karena tertekan?”

“Itu karena beberapa postingannya yang memperlihatkan keputuasaan. Tidak bukan hanya itu saja, beberapa pesan chatnya juga terlihat aneh.”

“Lalu, tidak ada yang melapor polisi?”

“Tentu saja tidak. Jika melaporkan kepada polisi reputasi kampus ini akan hancur itulah yang pasti di pikirkan mereka.”

“Tidak manusiawi.”

“Eh?”

“Sudahlah.”

Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah perpustakaan. Keduanya lalu duduk. Alice membuka catatannya dan kemudian melanjutkan tugasnya yang belum usai. Begitu juga dengan Theresia. Suasananya terlihat tenang dan damai. Memang tempat ini sangat nyaman untuk menjadi pelarian ketika hawa panas mengerikan melanda emosi. Alice dengan tekun mengerjakan tugasnya. Tiba-tiba seseorang menelponnya. Lalu dengan cepat Alice mengangkat panggilan tersebut.

“Halo?”

“Ini dengan Alice Cooper?”

“Iya. Ada apa? ini dengan siapa?”

“Saya sepupu anda. Solano Nightray.”

“Ah, ada perlu apa?” ucap Alice yang mendadak lesu.

“Apa akhir pekan ini kau ada waktu? Bagaimana kalau kita bertemu. Sudah lama sekali bukan? Aku ingin mengetahui kabarmu Alice.”

“Ya. Boleh saja.”

“Baiklah. Nanti akan ku hubungi kembali. Sampai jumpa.”

Panggilan tersebut kemudian terputus. Ekspresi wajah Alice yang sebelumnya terlihat baik-baik saja langsung berubah menjadi datar. Perasaan yang cukup gila mulai muncul dalam dirinya. Alice kemudian kembali ke meja tempat di mana Theresia berada.

‘Sialan,’ batin Alice

“Oh, kau sudah selesai? Siapa itu?”

“Ah iya. Itu.... kerabat jauhku.”

“Hmm.... begitu. Rupanya mereka sangat dekat dengamnu ya?”

“Tidak juga.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 133

    Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 132

    “Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 131

    Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 130

    “Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 129

    Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 128

    Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status