Share

Bab 6

Penulis: Moody Moody
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-14 12:50:31

Alice dan Theresia masih berada di perpustakaan bahkan sampai sore hari. Tugas yang mereka kerjakan akhirnya selesai juga. Setelah itu, Alice membereskan semua buku-buku yang di bawanya beserta buku catatannya. Mereka berdua kemudian pergi dari perpustakaan untuk pulang. Namun, sebelum pulang Theresia mengajaknya untuk pergi makan sup usus kuah pedas yang menjadi makanan kesukaannya. Alice pun mengangguk pertanda menyetujui ajakannya. Mereka berdua berjalan di sekitar wilayan itu dan kemudian menemukan restoran yang menyajikan berbagai macam sup usus. Theresia dengan semangat datang memasuki tempat tersebut. Alice juga memasukinya sambil melihat-lihat meja yang kosong. Begitu mereka berdua sampai di dalam restoran, sayangnya meja yang ada di tengah semuanya penuh. Ketika nyaris kecewa, ada dua orang yang baru saja menyelesaikan makannya. Kedua orang itu kemudian langsung pergi ke kasir untuk membayar makanannya. Melihat hal itu, Theresia langsung mengajak Alice untuk duduk di meja itu. Tidak lama kemudian, seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua sambil membersihkan mangkuk bekas orang yang tadi makan. Setelah itu mereka berdua memutuskan untuk memesan menu makanan. Theresia yang merekomendasikan sup usus kuah pedas langsung di setujui oleh Alice.

“Permisi,” ucap Theresia. Tidak lama kemudian seorang pelayan datang menghampirinya.

“Kami pesan 2 sup usus kuah pedas lengkap.”

“Baik, Di tunggu ya.”

“Iya.”

Setelah selesai memesan makanan, mereka berdua mulai mengobrol sambil menunggu menu makanan datang. obrolan mereka cukup pelan di bandingkan dengan orang-orang yang ada di sana.

“Apa rencanamu musim panas ini?” tanya Theresia kepada Alice.

“Sepertinya aku akan pergi ke tempat yang jauh dari peradaban.”

“Kau akan pergi kemana? Hutan? Gunung? Laut?”

“Entahlah. Yang jelas jauh sekali dari rumah.”

“Bagaimana kalau kita berkemah?”

“Apa?”

“Kebetulan beberapa temanku juga mengajakku berkemah. Apa kau akan ikut?”

“Akan ku pertimbangkan.”

“Kau harus ikut okay. Kau tahu kenapa?”

“Memangnya kenapa?”

“Aku tidak terlalu dekat dengan mereka. Hanya satu orang saja yang dekat denganku. Karena itu kau juga harus ikut.”

“Ah, dasar kau ini. Memangnya siapa mereka?”

“Itu anak jurusan management.”

“Sejak kapan kau bergaul dengan mereka?”

“Sejak temanku Maria memperkenalkan temannya padaku. Meski kenyataannya aku tidak terlalu dekat dengan mereka.”

“Ternyata kau cukup buruk juga ya dalam bersosialisasi.”

“Hey, kau yang jauh lebih buruk. anak independent. Eh, tapi itu menurutku jauh lebih baik walau kadang mungkin merasa kesepian dan menjadi cibiran orang lain. bagaimana menurutmu?”

“Kau tidak perlu bertanya. Sudah jelas aku sangat nyaman.”

“Sudah ku duga.”

“Ini pesanannya,” ucap pelayan yang membawakan makanan mereka.

“Terimakasih,” sahut Alice

Begitu makanannya datang, mereka berdua langsung menikmati makanannya. Sup usus memang cukup populer belakangan ini karenanya banyak sekali orang yang datang ke restoran ini. Mereka yang datang dari berbagai kalangan usia. Memang menyegarkan menikmati makanan panas di tengah cuaca dingin kota ini. Alice dengan santai menikmati makanannya sampai tidak sadar sudah mau habis.

“Bagamana menurutmu? Apa enak?” tanya Theresia

“Iya. Ini enak.”

“Nanti akan ku rekomendasikan makanan yang tidak kalah enak dari ini.”

“Iya-iya terserah kau saja.”

“Oh iya, setelah ini apa kau mau pergi ke cafe?”

“Eh?”

“Ayolah. Ada kopi yang ingin ku beli. Akan ku traktir bagaimana?”

“Yasudah jika kau memaksa.”

“Oke.”

Mereka berdua selesai makan dan kemudian membayar ke kasir. Alice yang terus melihat sekitar membuatnya sedikit merasa tidak nyaman karena banyaknya orang dan membuat dirinya pusing. Setelah selesai membayar, mereka berdua pergi dari sana dan menuju ke sebuah kedai kopi. Ketika Alice memasuki tempat itu, dirinya melihat suasana yang tenang dan damai. Tidak banyak orang yang datang ke sana membuat dirinya dalam sekejap merasa bersemangat. Theresia kemudian memesan ice latte bersama dengan Alice. Mereka berdua duduk di kursi yang dekat dengan jendela sehingga dapat melihat pemandangan malam kota ini. Sekilas memang terlihat indah tapi, di luar sana hanya kegelapan yang menyelimuti bersamaan dengan cuaca dingin. meski di luar dingin, mereka berdua malah memesan ice cofee.

“Sudah lama sekali aku tidak datang kemari,” ucap Theresia

“Rupanya kau pelanggan setia tempat ini ya.”

“Tidak seperti itu. Justru hanya pernah datang sekali saja. Karenanya aku merindukan suasana di sini.”

“Mengerikan.”

“Hey, kau tidak boleh seperti itu. Jangan mengejekku.”

“Memangnya siapa yang mengejekmu.”

“Sebenarnya akhir-akhir ini aku mengalami masalah dengan pacarku. Jadi aku tidak merasa baik-baik saja.”

“Lalu?”

“Ada yang ingin ku ceritakan.”

“Cerita saja. Akan ku dengarkan.”

“Aku merasa dia terlalu mengabaikanku. Bukan hanya itu, dia juga tidak lagi mengabariku dengan manis seperti biasanya. Karena itu kemarin aku datang ke bar untuk minum bersama temanku dan mencoba terlihat baik-baik saja. Tidak sengaja aku bertemu denganya.”

“Lalu setelah itu bagaimana?”

“Dia hanya memandangiku seperti tidak terjadi apa-apa. yang lebih parahnya lagi dia mengatakan diriku terlalu kekanakan.”

“Merepotkan juga.”

“Bagaimana? apa ada yang salah denganku? Salahnya di mana? Astaga ini membuatku gila.”

“Aku tidak bisa memberikan saran padamu. Maaf saja.”

“Iya. Aku sudah tahu. Kau hanya perlu mendengarkanku bercerita. Jika tidak ada yang mendengarkan aku bisa gila.”

Hari sudah semakin malam, mereka berdua akhirnya meninggalkan cafee dan pergi pulang ke rumah masing-masing. Alice dan Theresia pulang ke arah yang berlawanan. Di halte bus, Alice duduk sambil mengecek ponselnya dan memikirkan perkataan sepupunya di telepon. Perasaan tidak nyaman langsung muncul begitu saja. Tidak lama kemudian buas datang, Alice langsung memasuki bus. Dirinya duduk di kursi paling belakang sambil mendengarkan musik melalui earphone. Dalam perjalanan pulang, keseharian yang menyenangkan terasa perlahan mulai menghilang. Di bawah kesadaran penuh, dirinya kembali ke dalam penjara kehidupan yang mengerikan. Sesampainya di pemberhentian bus, Alice langsung keluar dan kemudian berjalan melewati gang rumahnya. Sebelum dirinya pulang ke rumah, Alice menyempatkan diri untuk pergi ke minimarket terdekat dan membeli beberapa makanan. Setelah itu, dirinya pulang sambil membawa belanjaannya. Ketika dirinya membuka pintu, penghuni rumah rupanya sudah tertidur. Dengan perlahan mencegah suara berisik, Alice pergi ke kamarnya. Setelah tiba di kamarnya, dia langsung menyalalakan lampu dan berbaring di tempat tidurnya sambil menatap ke arah langit-lagit.

“Hari yang melelahkan,” gumam Alice

Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, Alice mulai bersiap untuk tidur. Dan begitu dirinya mematikan lampu kamarnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Pesan masuk ke ponselnya. Alice langsung membaca pesan itu yang ternyata berasal dari sepupunya. Kata-kata mengerikan yang tertulis di sana membuat Alice merasa muak. Setelah mematikan ponselnya dia kemudian memutuskan untuk menutup matanya dan pergi ke alam mimpi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 133

    Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 132

    “Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 131

    Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 130

    “Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 129

    Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 128

    Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status