Apakah kali ini Damien Morgan lagi yang memegang kendali?? 🤟🏻😎 cowok obsesif kita nih bos, 🤣🤣
Pandangan mereka bersilang. Damien mengangguk saat menjawab, “Ya.”Tegas, tanpa ada sedikit pun keraguan di dalam nada bicaranya. Damien selangkah maju, lebih dekat pada Samantha ketimbang jarak ia berhenti pertama kali sewaktu Anna dan Giovanni masih di sana.Dan mendengar itu, tubuh Samantha kian meremang.Sungguhkah memang akan begitu?Masihkah ada sisa seorang pria baik atau takdir baik untuknya?“Harus dengan apa aku membuktikannya?” tanya Damien.Samantha menggeleng samar, masih tak yakin juga. Ia menanyakan itu pada Damien tadi karena teringat kalimat pria itu semalam sebelum ia pulang. Tentang janjinya pada Gabriella.“Apa yang ... Anda dan Gabriella katakana saat itu?” tanya Samantha balik.“Seperti yang pernah dia bilang kalau kamu sering menangis. Dia meminta aku berjanji untuk melindungimu apapun yang terjadi, agar ‘Mama cantiknya’ ini tidak akan menangis lagi.”Damien mengarahkan tangan kanannya ke depan, ibu jari dan telunjuknya menyentuh pipi Samantha dan memberinya usa
Yang sedang duduk di sofa ruang tamunya itu benar Tuan dan Nyonya Besar Frost. Gerard Frost dan Maria Klein.Samantha meremas bagian dress yang ia kenakan saat bibirnya terlalu beku untuk berucap.Ia memandang Damien yang melemparkan senyum manisnya saat Samantha tak yakin seperti apa ekspresinya sekarang ini.Ia sadar tak bisa terus berdiam diri selamanya, apalagi saat Nyonya Maria menggerakkan tangannya, menyapa Samantha dengan ungkapan, || Selamat sore, Cantik. ||Samantha menunduk meski lehernya terasa kaku, memutuskan untuk membuka bibirnya sekalipun dengan terbata-bata.“S-selamat s-sore ....” katanya.“Duduklah, Samantha,” pinta Tuan Harry, mengedikkan dagu pada Samantha agar duduk di sampingnya sebab di seberang meja itu sudah ada Damien dan kedua orang tuanya.“Saya ... tidak tahu kalau Tuan Gerard dan Nyonya Maria akan datang berkunjung,” ucap Samantha. “Anda bisa memberitahu dulu biar kami bisa bersiap.”“Kami mampir, Samantha,” jawab Tuan Gerard, dari samping kanan beliau,
....Beberapa jam sebelumnya di depan Harvest Table ....Cecaran pertanyaan membumbung tinggi di udara ditujukan untuk Samantha dan Damien tentang bagaimana kebenaran dari kedekatan mereka, sejak kapan, dan bagaimana cara mereka bertemu pertama kaliGiovanni lah yang menghadapi para pemburu berita itu setelah Damien meninggalkan Harvest Table bersama Samantha.“Bagaimana, Pak Gio?” tanya salah seorang dari mereka.“Apa hubungan Tuan Muda dan Nona Samantha?”Setelah menikmati serbuan pertanyaan-pertanyaan itu, barulah Giovanni akhirnya membuka suaranya.“Saya tidak bisa memberikan banyak informasi sekarang. Tapi kalau ada kabar bahagia, saya akan jadi orang pertama yang memberitahu.”“Betul kah, Pak Gio?” sahut pria berkacamata.“Ya. Kalau begitu sekarang kalian bisa bubar? Terima kasih banyak untuk perhatiannya.”“YAAAH ....”Seruan kekecewaan mengiringi mereka yang membubarkan diri satu demi satu, meninggalkan halaman Harvest Table yang semakin ramai dikunjungi orang menjelang jam ma
“A-apa yang Anda bicarakan?”Samantha mengerjapkan matanya lebih dari satu kali saat mendengar kalimat Damien.Ia tak salah dengar, ‘kan?Nyonya Maria dinikahi Tuan Gerard saat beliau berstatus janda?“Aku tidak bohong,” kata Damien. “Mama bilang kalau dulu beliau juga bercerai dengan suaminya kemudian dinikahi oleh Papa. Baru setelah itu mereka berkeluarga dan memiliki aku serta Seraphina.”“B-benarkah seperti itu?”“Ya. Kamu tidak percaya?”“S-sedikit begitu.”“Kamu berpikir apa memangnya tentang keluargaku?” tanya Damien, salah satu alis lebatnya terangkat sewaktu tangannya menyelipkan rambut panjang Samantha ke belakang telinga.Sentuhannya membuat Samantha secara tidak sadar meremas kemeja di bagian dada Damien agar ia bisa meredakan kegugupan yang menggila ini.“Keluarga terpandang, a-apa lagi memangnya?”“Mereka tidak pernah menuntut banyak dariku, Samantha. Siapapun yang aku pilih, asalkan dia adalah perempuan baik-baik, mereka akan menerimanya.”“Rasanya sangat tidak cocok de
“Kenapa harus kamar mandiku? ‘Kan bisa di kamar mandi tamu atau di ... kamar mandi yang lain?” Samantha menolak, ia menggelengkan kepalanya pada sang ayah yang dorongan napasnya tampak berat. “Hanya meminjamkan apa salahnya? Lagi pula kamu yang membawa Tuan Muda ke sini?” “Itu—“ Samantha berhenti di tengah kalimat, menoleh pada Damien yang menunduk dengan menyembunyikan senyumnya dari Tuan Harry dan Nyonya Amy tetapi gagal di mata Samantha. ‘Padahal aku tidak membawanya ke sini,’ gumam Samantha dalam hati. Seberkas rasa kesal di dalam hatinya belum berakhir sejak Damien muncul di hadapan semua orang dan menggandeng tangannya sesuka hati. “Baiklah,” kata Samantha akhirnya. “Ayo.” Damien mengangguk, mengikuti Samantha seraya melepas jas yang ia kenakan. Naik ke lantai dua dan berhenti di depan pintu warna putih yang tingginya nyaris bersaing dengan tinggi Damien. Samantha membuka pintu tersebut, meminta Damien untuk lebih dulu masuk. “Tunggulah di dalam, saya ambilkan
‘Tidak ... tidak boleh seperti ini,’ kata Samantha dalam hati. Ia berusaha melepaskan tangannya dari Damien yang sedang mengaitkan jemari mereka dan membawanya berjalan meninggalkan kerumunan. Tapi semakin Samantha memberontak, maka Damien akan semakin erat menggenggamnya. Pria itu tak mengendurkan pegangannya sama sekali. Alih-alih mempedulikan banyaknya tanya yang keluar dari bibir para reporter, yang ia katakan hanya tiga kalimat saja. “Tanyakan pada Giovanni.” Sekilas menoleh ke belakang, Giovanni memang berada di sana. Seakan pemuda itu adalah juru bicara Damien—meski memang benar demikian adanya. Sebuah sedan mewah dijumpai Samantha berhenti di tepi jalan, Damien membukakan pintu untuknya dan meminta Samantha untuk masuk. Tak ada waktu untuknya menolak karena Samantha tak ingin terjebak di antara para pemburu berita itu. Ia duduk di kursi penumpang yang ada di sebelah kemudi. Damien menyusul dengan cepat dan duduk di balik setir bundarnya. Sekilas membalas sapaan