Home / Rumah Tangga / Jangan Pukul Lagi! / Bab 2. Milva bertahanlah!

Share

Bab 2. Milva bertahanlah!

Author: Wie Dew Wie
last update Last Updated: 2023-05-30 21:23:48

Setelah berjam-jam dirinya berkutat dengan pekerjaan rumah, akhirnya Milva bisa beristirahat. Wajah yang pucat juga keringat yang terus mengucur, rasanya sudah hampir pingsan. Namun, ia tetap menguatkan diri dan segera mengambil piring untuk makan.

Baru ingin mengambil nasi tiba-tiba Milva terlonjak maget dengan suara ibu mertuanya, "Apa yang kau lakukan?"

"Ma-mau makan, Bu," ucap Milva terbata, dirinya sudah sangat lemas. Apa lagi sedari tadi perut belum diisi apa-apa.

"Makan nasi saja, lauknya buat Restu." Milva hanya tersenyum getir. Ia pun tak bisa membantah, lagi pula apalah dirinya bila sampai membantah.

Hanya anggukan sebagai jawaban. Bu Ningsih mengambil sepiring lauk yang berisi ayam. Semuanya di ambil, hanya tersisa nasi saja. Padahal dengan menantunya sendiri, kenapa bisa seperti itu? Akankah memang sudah garis takdirnya Milva? Namun, wanita mana yang akan tahan bila seperti itu, sungguh nasipnya miris sekali.

Rasa lapar dan perut harus segera di isi, dengan terpaksa Milva pun hanya makan nasi putih saja. Ya, rasa hambar sama seperti dirinya. Namun, semua harus ia jalani. Kebanyakan, wanita diluar sana yang baru saja menjadi pengantin baru. Mereka kebanyakan bersenang-senang dan disanjung seperti layaknya seorang ratu.

Apa jadinya seorang Milva, yang menempatkan hati untuk menikah dengan agar hutang kedua orang tuanya segera lunas. Kini semua sudah terjawabkan. Ya, seperti itulah nasipnya, sangat berbanding terbalik sekali.

Dengan lahapnya, Milva makan hanya nasi putih. Ya, tentu saja, karena dirinya lapar yang ada dipikirannya hanya supaya lekas kenyang.

"Alhamdulillah," ucapnya lirih. Wajah yang tadinya pucat, kini sudah tidak terlalu pucat. Butuh istirahat sebentar, mungkin wajahnya akan berseri kembali.

Hari berganti bulan, semua sudah dilalui oleh Milva. Dari awal yang menjadi pengantin baru, dengan sebuah siksaan. Dirinya sudah merasa kebal akan semua itu, hanya saja terkadang ia hanya bisa menangis.

Ya, itulah cara satu-satunya meluapkan beban semua. Pukulan serta hinaan telah ia dapat. Semua sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Apa lagi kedua orang tuanya sudah tiada. Semua yang dilakukan olehnya selalu salah di mata sang mertua dan suaminya. Semoga semua ujian ini, segera berlalu, itulah yang diharapkan.

***

Wajah yang tenggelam di dalam bak air membuat Milva sering tak bisa bernapas dengan sempurna. Apa lagi dengan kasarnya Restu menjambak rambut, mengangkat dan menenggelamkan lagi berkali-kali.

Suara rintihan Milva selalu tak pernah didengarnya. Semua seperti angin lewat biasa saja. Memohon ampun berkali-kali pun tidak akan ada gunanya, sebelum sang suami memberi ampunan sendiri.

"Sudah aku katakan, kalau masak yang enak sedikit kenapa, hah!" bentak sang suami dengan rahang yang mengeras.

Milva yang sudah pusing tujuh keliling akibat rambutnya di tarik berkali-kali membuat kesadarannya mulai menghilang. Terkadang janggut menghantam ujung bak yang terbuat dari beton itu membuatnya sakit. Ingin sekali dirinya segera terbang jauh dan tak kembali pulang. Ya, ia ingin sekali tidur untuk selama saja. Dari pada nasipnya selalu seperti ini.

Milva sudah tidak tahan lagi. Kini mata yang sudah berat pun tak bisa ditahan lagi. Sudah terlalu samar untuk mendengar ucapan sang suami. Hingga pada akhirnya semua terasa gelap, sunyi dan sangat damai sekali. Ia pun sudah tak merasakan sakit kembali.

"Kau dengar tidak!" bentak Restu, masih terus menarik dan mencelupkan muka Milva ke dalam air. Namun, melihat istrinya tidak ada suara rintihan, ia pun memberhentikan aksinya.

Menarik dan mencoba melihat ke manik matanya. Sangat terkejut, karena Milva sudah menutup mata. Restu pun melepaskan jambakan di rambut sang istri. Hingga membuat wanita itu langsung jatuh lunglai di lantai kamar mandi.

"Heh, bangun! Jangan pura-pura tidur," ucapnya sembari menepuk-nepuk pipi Milva. Namun, yang ditepuk-tepuk tetap saja tidak ada respon.

"O, jadi gini sekarang. Awas saja kalau sudah sadar," imbuhnya. Restu pun meninggalkan Milva sendirian di lantai kamar mandi yang sangat dingin. Bajunya pun sudah bayah akibat beberapa kali tadi ditenggelamkan di dalam air.

Tidak ada jiwa kasihan sedikitpun kepada Milva. Sungguh sangat miris sekali nasipnya. Restu sangat puas dengan menghukum istrinya. Seakan semua itu hanyalah pelampiasannya saja.

"Ke mana wanita itu?" tanya Bu Ningsih sembari duduk di samping putra kesayangannya.

"Biasa, pingsan," jawab Restu singkat. Ia pun masih fokus dengan menonton televisi.

"Bagus, kenapa nggak dari dulu saja dia mati." Bu Ningsih sangat kesal, karena memang menantunya sangat sabar terhadapnya. Apa lagi dengan tugas-tugas juga hukuman yang setiap hari diberikan.

"Sabar lah, Bu. Bila sudah waktunya pasti akan segera mati," ucap Restu dengan tertawa terbahak-bahak.

Awal yang tidak lucu pun membuat Bu Ningsih juga ikut tertawa. Semua memang telah merencanakan dan menanti kematian Milva. Padahal wanita itu sangatlah tulus, juga penyabar. Andaikan Milva tahu, mungkin dirinya akan memberontak dan lari dari rumah itu.

Siapapun yang berada di sana pastinya tidak akan betah, walau hanya satu hari saja. Namun, Milva sangatlah wanita kuat, sudah setahun dirinya bertahan dengan semua itu.

Malam sudah menyapa, rembulan juga kerlap-kerlip bintang sangatlah menenangkan. Milva yang berjam-jam di lantai kamar mandi sendirian, tiada orang yang menolongnya. Akhirnya ia pun mulai sadar, saking lelahnya juga karena pingsan dirinya pun sampai tidak terasa tertidur lama.

Badan yang terasa dingin, tulang-tulang juga seperti remuk, pusing melanda, serta rasa nyeri di bagian dagu mulai terasa. Ia pun menatap sekeliling, dan dirinya mulai mengigat-ingat semua kejadian yang beberapa jam dilaluinya.

"Awh ...," rintihnya tertahan. Ia pun hanya bisa menghembuskan napasnya. Sudah mengigat memori yang masih jelas dengan dirinya di celupkan di dalam air membuat rasa sesak itu melanda. Tanpa terasa buliran air bening menetes tanpa aba-aba.

"Kenapa aku tidak mati saja," ucapnya lirih. Ia sudah sangat tidak tahan, seakan semua merasa menekannya.

Mencoba bangkit perlahan, menahan semua rasa sakit. Milva pun dengan hati-hati mulai melangkah. Walau, dirasa kaki sangat dingin tak bisa untuk berjalan. Namun, semua harus ia tahan, yang ada dalam pikirannya agar segera berganti pakaian dan menghangatkan tubuhnya. Semua itu ia lakukan agar tidak terkena flu.

Perlahan membukan kenop pintu kamar mandi, Milva melihat ke segela penjuru kamar. Ia merasa lega, karena Restu tidak berada di kamar. Entah jadinya bila sang suami berada di kamar dan menanti dirinya. Bisa-bisa memang akan ada penyiksaan part ke dua.

"Syukurlah, aku sangat takut sekali," ucap Milva lirih. Ia pun terus berjalan menuju ke lemari pakaiannya. Dengan segera langsung mencari pakaian dan memakainya.

Tangan gemetar dan semua badan terasa sakit, ia harus segera melewatinya sendiri. Apa lagi selama ini Milva masih terus tidur dibawah. Belum seranjang bersama Restu.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 19. Jangan dekati anakku!

    "Aaa!" teriak Milva merasa kesakitan. Restu yang melihatnya pun hanya bisa melongo. Rasanya juga tak tega melihat sang istri digituin oleh ibunya. Menatap nanar ke arah Milva, apa lagi teriakannya sangatlah menyesakkan dada."Dasar wanita murahan!" teriak Bu Ningsih makin menjadi."Bu-bukan begitu, Bu." Milva mencoba menjelaskan, tetapi dirinya terus di seret dan jambakannya semakin kuat. Restu yang tidak tega melihat sang istri dibegitukan langsung mengikuti langkah sang ibunda tercinta. Ia langsung melepaskan jambakan dari rambut Milva. Hingga akhirnya, terlepas sudah jambakan yang sangat kuat itu. "Apa yang kamu lakukan, Restu?!" Bu Ningsih berteriak. Matanya melotot dan berkacak pinggang. Memang dirinya tak akan menyangka mendapati, anak semata wayangnya bisa berbuat seperti itu. Padahal tidak biasanya akan membela ataupun ikut melerai. "Aku mencintai Milva, Bu," ucap Restu dengan lantangGlegar! Seperti tersambar petir Bu Ningsih tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh an

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 18. Aku sudah milikmu

    Hari demi hari telah berlalu, kini Restu pun sudah diperbolehkan untuk pulang. Keadaannya pun sudah lebih membaik. Dengan sabar Milva menemani sang suami. Apa lagi kini mereka telah menyatakan rasa cinta dan sukanya satu sama lain. Setelah membayar administrasinya. Milva memesan taksi online. Ya, semua itu tentunya dengan arahan sang suami. Tak lupa dirinya juga sering bertukar kabar dengan Dion. Ya, walaupun belum menceritakan kepada Restu tentang lelaki yang ditemui saat di mall waktu itu. "Makasih, ya," ucap Restu sembari mengacak-ngacak rambut Milva. Wanita itu hanya mengangguk serta tersenyum.Membawa barang yang sedikit, karena semua itu memang Milva manfaatkan, agar tidak terlalu banyak. Restu pun tidak masalah, apa lagi setiap hari bajunya di cuci dan dijemur sampai kering. "Nah, itu taksinya sudah datang," ucap Milva setelah pesanan taksi onlinenya sudah tiba. Dirinya dengan cekatan langsung memasukkan barang-barang ke bagasi. Tak lupa juga dibantu oleh pak supir. Sedangk

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 17. Semoga lekas pulang

    Malu setengah mati rasanya. Milva pun dengan perlahan-lahan melepaskan celana Restu. Saat ini rasanya lebih menegangkan juga pastinya malu-malu tapi mau. Semburat rona merah jambu, sangat terlukis indah di pipi Milva. Ia pun mengigit bibir bawahnya, melihat ke arah yang selama ini selalu membuat penasaran. Hanya saja, kali ini berbeda sekali. Apa lagi mereka berdua telah mengungkapkan perasaannya satu sama lain. Rasa geli saat di sentuh tangan Milva membuat Restu tersenyum simpul. Apa lagi dirinya juga menahan hasrat yang tertunda itu. Mereka berdua sama-sama diam, tidak ada sepatah katapun. Menyembunyikan rasa yang terus membuncah di dalam dada. Hingga pada akhirnya, Milva telah selesai menyeka bagian kaki milik sang suami. Dirinya pun sudah mulai memakaikan celana bersih. Dengan telatennya dan sabar ia terus melakukannya itu. "Nah, sudah selesai, bersih dan wangi tentunya," ucap Milva dengan tersenyum."Iya, kamu memang the best," jawab Restu. Milva tak menjawab, ia pun mengambi

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 16. Benih-benih cinta

    Milva semakin terisak, tidak tahu harus menjawab apa. Dirinya benar-benar bahagia, juga di sisi lain hatinya sangat merasa gamang. Ya, ia masih merasa takut bila nantinya Restu akan memukul lagi. Namun, semua itu tiada yang tahu bila tidak di jalani dahulu. "Mas ... jika kamu tahu, bila aku ... aku ....""Kamu kenapa? Kamu sudah membenciku?" tanya Restu yang memang tak sabaran.Milva kembali terisak, sesak rasanya di dada. Semu ini serasa mimpi. Namun, ternyata semua ini adalah nyata."Aku sangat mencintaimu," ucap Milva lirih, tetapi masih bisa di dengar oleh Restu. Deg! Hati Restu bagaikan tersambar petir. Ternyata, wanita yang selalu ia sakiti, memiliki perasaan sama. Akankah ini semua awal yang manis? Ataukah nantinya akan menjadi kehancuran. "Bisakah kita mulai dari awal lagi?" tanya Restu. Milva hanya mengangguk, dirinya juga merasa sangat senang. Apa lagi rasa sakit yang selama ini ia alami, telah terbuang jauh dengan sebuah angan-angan manis. Ya, semua bahkan terasa indah

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 15. Akhirnya bisa mengungkapkan

    Pada akhirnya ia pun terjatuh, tak berdaya. Pandangannya pun memudar. Badannya sudah tidak kuat lagi menopang. Namun, dengan sigapnya Dion langsung menangkap tubuh Milva. "Heh, bangun! Ada apa dengan dirimu?" tanya Dion sembari menepuk-nepuk pipi Milva. Apalah daya, yang ditepuk pun tidak kunjung sadar. Dion pun segera mengendong tubuh Milva. Melihat ke arah kursi kosong, ia pun segera meletakkan tubuh wanita itu dengan perlahan. Namun, siapa sangka sang CEO melihat bekas luka di kaki juga pundak. "Kenapa kau banyak bekas luka lebam?" tanya Dion bergumam. Walaupun, di dalam hati bertanya-tanya, tetapi ia mengesampingkan itu semua. Meninggalkan Milva sendirian, ia pun membeli minuman dan makanan untuk wanita itu. Walaupun, Dion memang lelaki yang sangat cuek, tatapi dirinya sangat bertanggung jawab. Apalagi, dengan seorang wanita, lemah tak berdaya. Tak mungkin bila ditinggalkan begitu saja. Tak lama kemudian, akhirnya Dion telah kembali. Mengangkat kepala Milva hingga pahanya unt

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 14. Dion?

    Milva meninggalkan ruang rawat inap milik sang suami. Dirinya kini memiliki tugas untuk membeli ponsel dan bakso. Berjalan dengan tenang di dalam pekatnya malam, ia pun pergi ke sebuah mall.Ternyata di depan rumah sakit ada sebuah mall besar. Dengan celingak-celinguk, Milva pun berhati-hati untuk menyeberang. Banyak kendaraan memang yang berlalu-lalang. Untungnya, Milva menyeberang tanpa ada hambatan sedikitpun. Dengan wajah yang berharap ia bisa segera membawakan apa yang di minta oleh Restu. "Aku harus ke mana?" tanya Milva setelah masuk ke dalam mall. Walaupun, dirinya berasal dari kampung, tetapi ia sudah pernah memasuki mall.Hanya saja, sudah beberapa tahun yang lalu. Milva pun menolah-noleh seperti orang kebingungan. Ia tak tahu harus mencari dari mana. Bila ditelusuri bisa-bisanya dua hari dua malam dirinya di sini. Berpikir sejenak, dan memutuskan untuk bertanya kepada sekuriti saja. Namun, saat membalikkan badannya, tanpa menyadari Milva menabrak seseorang. "Awh, maaf .

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status