Share

Jangan Pukul Lagi!
Jangan Pukul Lagi!
Penulis: Wie Dew Wie

Bab 1. Pernikahan

Penulis: Wie Dew Wie
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-28 15:24:13

Prank!

Bunyi pecahan piring membuat Milva terkejut. Ia tak akan menyangka melihat suaminya telah di luar batas. Selama sudah satu tahun baru kali ini piring pecah.

"Kau ini emang nggak tahu diri!" Bagaikan disambar petir, air mata yang sedari tadi tertahan akhirnya terjatuh juga.

"Awas kau, ya!" Restu menarik lengan Milva dan menyeretnya. Wanita itu hanya merintih dan menahan sakit.

"Mas, jangan ... Mas," suara Milva parau. Dirinya mencoba memberontak. Namun, apalah daya, ia tak bisa berbuat apa-apa. Hingga pada akhirnya hanya bisa pasrah. Sudah biasa bila akan menelan air lagi seperti sebelumnya.

***

"Nduk, maafkan ibumu. Kau harus menikah," ucap Ibu Milva saat beliu belum menghembuskan napasnya untuk terakhir kali.

"Tapi, Milva tidak menyukai Restu, Bu!" Milva terus terisak di lutut sang ibunda tercinta. Ia tak tahu harus bagaimana, bila tidak menuruti kemauan kedua orang tuanya. Kasihan mereka pasti akan disuruh membayar hutang. Namun, hati tak bisa dibohongi, ingin segera bebas, tetapi tidak tahu harus bagaimana lagi.

Hingga pada akhirnya sebuah pernikahan mewah tergelar dengan indah. Ya, Milva memutuskan untuk menikah dengan Restu. Alasannya hanya satu, yaitu hutang keluarga sudah lunas terbayarkan. Walaupun hati menolak semua, tetapi ini lebih baik.

Milva merelakan kebahagiaannya demi kebahagiaan orang tuanya. Hanya itulah keinginan terbesarnya. Gaun putih mewah telah terpakai ditubuhnya. Siapa yang tak suka menikah dengan orang kaya, semua kemewahan pasti akan ada bukan!

Lagi-lagi Milva hanya tersenyum penuh kepalsuan. Ya, karena ia tak menyukai akan pernikahan ini. Pernikahan yang tidak dilandasi akan cinta. Namun, dilandasi agar hutang kedua orang tuanya lunas. Sungguh, nasip wanita itu sangatlah miris.

Milva selalu meyakinkan dirinya agar menjadi orang kuat juga ikhlas dengan semuanya. Ya, hanya itu pedomannya. Membuat orang lain bahagia diatas pernderitaannya itu sangatlah luar biasa baginya.

Malam pertama yang mendebarkan bagi Milva. Selama ini dirinya hanya mendengar cerita dari teman-temannya. Namun, kali ini ia benar-benar merasakannya.

Setelah mandi dan berganti baju tidur. Ia merebahkan di atas kasur yang telah di desain sangat indah. Kelopak mawar taburkan, juga hiasan lampu kelap-kelip menghiasinya. Milva baru sadar kenapa sedari tadi tidak melihat sosok Restu.

"Mungkin masih ada urusan, lebih baik aku tidur saja," ucap Milva lirih. Kini ia pun memutuskan untuk tidur duluan. Bersyukur sekali, karena malam ini tidak setegang tadi.

Baru juga beberapa menit tertidur, Milva sangat kaget akan suara yang baginya tak bersahabat, "Kenapa kau tidur di kasurku? Cepat sana tidur di lantai!" bentak Restu dengan bau alkohol yang sangat menyengat.

Milva pun terkejut karena jarak mereka sangat dekat, apa lagi bau alkohol yang membuat dirinya ingin muntah.

"Iy-iya, aku tidur di bawah," ucap Milva terbata. Dengan segera ia pun bangkit dari kasur yang super empuk itu dan berjalan sedikit menjauh dari Restu.

Lelaki itu dengan segera merebahkan tubuhnya di atas kasur super besar dan empuk itu. Terdengar samar-samar dengkuran kecil. Milva pun hanya menggaruk-ngaruk kepalanya yang tidak gatal.

Ia pun memutuskan untuk membuka lemari dan mencari kasur kecil. Semoga saja ada kasur yang bisa untuk dirinya tidur. Namun, lagi dan lagi Milva kaget akan suara Restu meracau tidak jelas.

"Cepat temukan kasur lalu segera tidur, Va. Jangan sampai membuat singa itu bangun," ucap Milva lirih. Ia pun terus mencarinya sampai pada akhirnya ia menemukan kasur lantai kecil, bantal juga selimut. Dengan sigap ia pun menyiapkan semuanya.

Milva terhenyak saat memandangi wajah tampan Restu. Dirinya tanpa sadar terus memandangi, bau alkohol yang masih menyengat membuat wanita itu tak bisa memejamkan mata dengan segera. Ia terus gelisah dan terus menatap lekat kepada lelaki yang sekarang telah menjadi suami secara sah.

"Baiklah, cukup kali ini aku menganti pakaianmu," ucap Milva sembari menyiapkan baju bersih untuk sang suami.

Satu persatu ia lepas pakaian Restu dan memakaikannya. Sebelum itu, ia menyeka dengan air hangat, agar bau alkohol segera hilang.

"Astaga!" pekik Milva melihat apa yang tak terduga, masih terbungkus rapi dalam celana boxer.

"Milva jangan sampai kau membayangkan, ingat itu!" Milva terus mencoba menguatkan dirinya. Hingga pada akhirnya sudah selesai menganti pakaian sang suami.

Ia pun akhirnya merebahkan di atas kasur yang sudah di siapkan tadi. Rasa lelah yang teramat sangat, hingga pada akhirnya Milva sudah tertidur lelap.

Pagi hari yang begitu cerah, sepasang pengantin yang baru saja menikah, belum juga bangun. Membuat sang mertua marah. Bu Ningsih—ibunya Restu terus menggedor-gedor pintu kamar tersebut.

"Heh, bangun. Jangan jadi pemalas!" Teriak Bu Ningsih masih dengan menggedor-gedor pintu. Samar-samar telinga Milva mendengar gedoran tersebut. Hingga lama-kelamaan suara itu semakin jelas terdengar.

Milva pun langsung terbangun dan berjalan mendekat ke arah pintu. Menbiarkan sang suami masih tertidur dengan lelapnya. Ia pun langsung membuka pintu, betapa kagetnya, karena sang ibu mertua sudah di hadapan sembari berkacak pinggang.

"Mentang-mentang sudah ena-ena dengan anakku. Kau tidak mau bangun!" ucap Bu Ningsih kepada Milva.

Milva pun hanya bisa menahan rasa nyeri di ulu hati yang datang secara tiba-tiba. Padahal semua itu tidak seperti apa yang dikatakan oleh sang mertua.

"Cepat sana cuci piring, baju dan bersih-bersih!" bentaknya.

"Ba-baik, Bu," jawab Milva dengan terbata. Ia tahu, karena di sini hanya sebagai menantu dan itupun hanya menumpang.

Bu Ningsih meninggalkan Milva yang masih kaget. Ia pun harus banyak menyesuaikan diri di rumah sang mertua. Ya, semua memang tak bisa dilakukan oleh kehendaknnya sendiri.

Milva mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Dirinya pun segera berlalu meninggalkan kamar, membiarkan Restu masih terbaring nyenyak.

Berjalan menuju ke dapur, ternyata benar saja. Piring sudah menumpuk harus di cuci. Tanpa rasa jijik, Milva pun dengan cekatan segera mencuci piring tersebut. Ya, alasannya agar semua cepat selesai.

Milva memang gadis yang cekatan juga pandai. Apa lagi paras wajahnya yang cantik dan polos, terkadang banyak orang yang mengagumi dirinya. Namun, para lelaki kini harus kandas cinta yang belum tersampaikan itu sudah dimiliki orang lain. Ya, semua tidak ada yang tahu bukan.

"Ini ada tambahan," ucap Bu Ningsih. Membuat Milva masih tetap di wastafel untuk mencuci semua itu. Padahal tadinya sudah hampir selesai.

"Ba-baik, Bu," jawab Milva dengan terbata. Ingin mengeluh, tetapi ia tak bisa.

Ia pun mencucu dua tumpukan piring itu lagi. Walau rasa lapar sudah menghampiri, tetapi dirinya tidak berani untuk makan. Apa lagi pekerjaannya masih sangat banyak.

"Apa harus seperti ini terus menerus?" tanya Milva lirih. Dirinya pun tidak akan tahu, sampai kapan ia akan bertahan.

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 19. Jangan dekati anakku!

    "Aaa!" teriak Milva merasa kesakitan. Restu yang melihatnya pun hanya bisa melongo. Rasanya juga tak tega melihat sang istri digituin oleh ibunya. Menatap nanar ke arah Milva, apa lagi teriakannya sangatlah menyesakkan dada."Dasar wanita murahan!" teriak Bu Ningsih makin menjadi."Bu-bukan begitu, Bu." Milva mencoba menjelaskan, tetapi dirinya terus di seret dan jambakannya semakin kuat. Restu yang tidak tega melihat sang istri dibegitukan langsung mengikuti langkah sang ibunda tercinta. Ia langsung melepaskan jambakan dari rambut Milva. Hingga akhirnya, terlepas sudah jambakan yang sangat kuat itu. "Apa yang kamu lakukan, Restu?!" Bu Ningsih berteriak. Matanya melotot dan berkacak pinggang. Memang dirinya tak akan menyangka mendapati, anak semata wayangnya bisa berbuat seperti itu. Padahal tidak biasanya akan membela ataupun ikut melerai. "Aku mencintai Milva, Bu," ucap Restu dengan lantangGlegar! Seperti tersambar petir Bu Ningsih tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh an

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 18. Aku sudah milikmu

    Hari demi hari telah berlalu, kini Restu pun sudah diperbolehkan untuk pulang. Keadaannya pun sudah lebih membaik. Dengan sabar Milva menemani sang suami. Apa lagi kini mereka telah menyatakan rasa cinta dan sukanya satu sama lain. Setelah membayar administrasinya. Milva memesan taksi online. Ya, semua itu tentunya dengan arahan sang suami. Tak lupa dirinya juga sering bertukar kabar dengan Dion. Ya, walaupun belum menceritakan kepada Restu tentang lelaki yang ditemui saat di mall waktu itu. "Makasih, ya," ucap Restu sembari mengacak-ngacak rambut Milva. Wanita itu hanya mengangguk serta tersenyum.Membawa barang yang sedikit, karena semua itu memang Milva manfaatkan, agar tidak terlalu banyak. Restu pun tidak masalah, apa lagi setiap hari bajunya di cuci dan dijemur sampai kering. "Nah, itu taksinya sudah datang," ucap Milva setelah pesanan taksi onlinenya sudah tiba. Dirinya dengan cekatan langsung memasukkan barang-barang ke bagasi. Tak lupa juga dibantu oleh pak supir. Sedangk

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 17. Semoga lekas pulang

    Malu setengah mati rasanya. Milva pun dengan perlahan-lahan melepaskan celana Restu. Saat ini rasanya lebih menegangkan juga pastinya malu-malu tapi mau. Semburat rona merah jambu, sangat terlukis indah di pipi Milva. Ia pun mengigit bibir bawahnya, melihat ke arah yang selama ini selalu membuat penasaran. Hanya saja, kali ini berbeda sekali. Apa lagi mereka berdua telah mengungkapkan perasaannya satu sama lain. Rasa geli saat di sentuh tangan Milva membuat Restu tersenyum simpul. Apa lagi dirinya juga menahan hasrat yang tertunda itu. Mereka berdua sama-sama diam, tidak ada sepatah katapun. Menyembunyikan rasa yang terus membuncah di dalam dada. Hingga pada akhirnya, Milva telah selesai menyeka bagian kaki milik sang suami. Dirinya pun sudah mulai memakaikan celana bersih. Dengan telatennya dan sabar ia terus melakukannya itu. "Nah, sudah selesai, bersih dan wangi tentunya," ucap Milva dengan tersenyum."Iya, kamu memang the best," jawab Restu. Milva tak menjawab, ia pun mengambi

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 16. Benih-benih cinta

    Milva semakin terisak, tidak tahu harus menjawab apa. Dirinya benar-benar bahagia, juga di sisi lain hatinya sangat merasa gamang. Ya, ia masih merasa takut bila nantinya Restu akan memukul lagi. Namun, semua itu tiada yang tahu bila tidak di jalani dahulu. "Mas ... jika kamu tahu, bila aku ... aku ....""Kamu kenapa? Kamu sudah membenciku?" tanya Restu yang memang tak sabaran.Milva kembali terisak, sesak rasanya di dada. Semu ini serasa mimpi. Namun, ternyata semua ini adalah nyata."Aku sangat mencintaimu," ucap Milva lirih, tetapi masih bisa di dengar oleh Restu. Deg! Hati Restu bagaikan tersambar petir. Ternyata, wanita yang selalu ia sakiti, memiliki perasaan sama. Akankah ini semua awal yang manis? Ataukah nantinya akan menjadi kehancuran. "Bisakah kita mulai dari awal lagi?" tanya Restu. Milva hanya mengangguk, dirinya juga merasa sangat senang. Apa lagi rasa sakit yang selama ini ia alami, telah terbuang jauh dengan sebuah angan-angan manis. Ya, semua bahkan terasa indah

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 15. Akhirnya bisa mengungkapkan

    Pada akhirnya ia pun terjatuh, tak berdaya. Pandangannya pun memudar. Badannya sudah tidak kuat lagi menopang. Namun, dengan sigapnya Dion langsung menangkap tubuh Milva. "Heh, bangun! Ada apa dengan dirimu?" tanya Dion sembari menepuk-nepuk pipi Milva. Apalah daya, yang ditepuk pun tidak kunjung sadar. Dion pun segera mengendong tubuh Milva. Melihat ke arah kursi kosong, ia pun segera meletakkan tubuh wanita itu dengan perlahan. Namun, siapa sangka sang CEO melihat bekas luka di kaki juga pundak. "Kenapa kau banyak bekas luka lebam?" tanya Dion bergumam. Walaupun, di dalam hati bertanya-tanya, tetapi ia mengesampingkan itu semua. Meninggalkan Milva sendirian, ia pun membeli minuman dan makanan untuk wanita itu. Walaupun, Dion memang lelaki yang sangat cuek, tatapi dirinya sangat bertanggung jawab. Apalagi, dengan seorang wanita, lemah tak berdaya. Tak mungkin bila ditinggalkan begitu saja. Tak lama kemudian, akhirnya Dion telah kembali. Mengangkat kepala Milva hingga pahanya unt

  • Jangan Pukul Lagi!   Bab 14. Dion?

    Milva meninggalkan ruang rawat inap milik sang suami. Dirinya kini memiliki tugas untuk membeli ponsel dan bakso. Berjalan dengan tenang di dalam pekatnya malam, ia pun pergi ke sebuah mall.Ternyata di depan rumah sakit ada sebuah mall besar. Dengan celingak-celinguk, Milva pun berhati-hati untuk menyeberang. Banyak kendaraan memang yang berlalu-lalang. Untungnya, Milva menyeberang tanpa ada hambatan sedikitpun. Dengan wajah yang berharap ia bisa segera membawakan apa yang di minta oleh Restu. "Aku harus ke mana?" tanya Milva setelah masuk ke dalam mall. Walaupun, dirinya berasal dari kampung, tetapi ia sudah pernah memasuki mall.Hanya saja, sudah beberapa tahun yang lalu. Milva pun menolah-noleh seperti orang kebingungan. Ia tak tahu harus mencari dari mana. Bila ditelusuri bisa-bisanya dua hari dua malam dirinya di sini. Berpikir sejenak, dan memutuskan untuk bertanya kepada sekuriti saja. Namun, saat membalikkan badannya, tanpa menyadari Milva menabrak seseorang. "Awh, maaf .

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status