Share

Bab 12. Andini Pingsan

Penulis: Andriani _Rieni
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-26 16:31:33

Andini tak sadarkan diri.

Dia mendadak pingsan.

Alasan yang membuat Andini pingsan bukan karena dia sedang sakit seperti yang dikatakan oleh Radit dan Tiara.

Melainkan sejak pagi dia sama sekali memang belum makan, bukankah seharian ini dia dikurung oleh ibunya? Perutnya yang kosong membuatnya lemas. Hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab pingsannya Andini.

Selain itu faktor dari beban pikiran dan tekanan yang terus menerus dihadapinya semua ini membuat tubuhnya kian terasa lemah.

Lagi-lagi takdir kehidupan kembali menguji hatinya, disaat Andini sudah bertekad ingin mendapatkan kebebasan, disaat yang bersamaan juga dia harus kembali menghadapi situasi yang tidak menguntungkan untuk dirinya.

Bagaimana tidak, dengan pingsannya Andini seperti ini, tentu saja Radit dan Tiara yang mendapatkan keuntungan. 

Tanpa perlu keduanya bersusah payah lagi untuk menjelaskan, dengan sendirinya semua alibi yang diberikan oleh Radit dan Tiara, seolah-olah menjadi benar adanya.

“Andini .…” panggil Ken cepat, ketika tubuh Andini tiba-tiba limbung.

Refleks, pria itu langsung menangkapnya sebelum sempat tubuh semampai itu jatuh menyentuh lantai.

“Andin!”

Radit dan Tiara serentak ikut berteriak, meski nada mereka terdengar lebih mengarah kepada panik karena situasi, bukan karena benar-benar khawatir pada keadaan Andini.

Wajah Andini pucat pasi, bibirnya juga sedikit membiru.

“Andini, bangun.” Ken menepuk pelan pipi Andini, berharap Andini bisa sadar akan tetapi mata Andini tetap terpejam.

“Dia pingsan,” ujar Ken dengan suara tegas. “Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang.”

Kini tubuh Andini sudah berada dalam gendongan Ken.

Saat mendengar penuturan itu, dengan gerak cepat tangan Radit ingin mengambil alih tubuh Andini. 

“Pak Ken, biar saya saja yang membawanya kerumah sakit. Saya suaminya, biar saya yang urus.” ucap Radit cepat.

Setidaknya dengan permintaan ini, Radit bisa menemukan celah untuk menghindar dari kecurigaan dan pertanyaan Ken lebih dalam lagi.

Sementara Ken, dia masih menatap Radit dengan ekspresi tak percaya. Tapi akhirnya, perlahan dia menyerahkan Andini ke pelukan Radit.

Tatapannya turun pada wajah Andini yang tak sadarkan diri, lalu kembali pada Radit.

“Lain kali, jaga istrimu baik-baik, jika dia sedang nggak enak badan jangan dipaksakan untuk ikut menghadiri pesta.” katanya tajam.

Radit hanya mengangguk.

Akan tetapi sebelum tubuhnya berbalik, Ken kembali berkata, “Ben, pastikan Bu Andini selamat sampai kerumah sakit.”

Seketika Tiara menyentuh lengan Radit, memberikan isyarat pada Radit untuk segera menolak.

“Pak Ken, terima kasih sebelumnya. Saya rasa anda nggak perlu repot-repot. Sepertinya saya bisa meminta bantuan kakak ipar untuk ….”

Ken menatap Radit tajam, “Dia tamu di pesta ini. Aku ingin semua tamu Angkasa Khile Corp mendapatkan pelayanan terbaik.” tuturnya tegas tak ingin dibantah.

Melihat tatapan tajam Kenzo, Tiara kembali memberikan isyarat pada Radit, dengan menarik pelan ujung lengan jas Radit.

“Ya sudah, terima saja tawaran itu, jangan sampai membuatnya marah terlebih lagi curiga.” seolah kata ini yang ingin diucapkan oleh Tiara, akan tetapi semuanya hanya tertahan ditengorokan.

“Baiklah pak, terimakasih atas bantuannya. Maaf merepotkan.” ucap Radit sedikit gugup.

“Ben, segera hubungi staf hotel dan pihak rumah sakit terdekat, pastikan jika tidak ada satupun wartawan yang bisa meliput kejadian ini.”

Ben mengangguk patuh lalu bergegas menjalankan perintah.

“Kalian, tunggu di sini saja.” 

Selesai berkata Ken langsung memutar tubuhnya.

Begitu Kenzo dan Bendi menghilang di balik lorong hotel yang temaram, baik Tiara ataupun Radit keduanya langsung menarik napas lega.

Hufss

“Ternyata kita masih beruntung Radit, kalau tadi Pak Ken sampai curiga, bisa habis karir kita berdua.” bisiknya pelan takut jika sampai ucapannya kedengaran orang lain.

“Ya, kamu benar sayang.” katanya pelan, suaranya nyaris seperti desis ular.

Radit menatap Andini yang pingsan dalam pelukannya, lalu berpindah menatap ponsel Andini yang hancur di lantai.

“Sayang, buruan kamu bereskan serpihan dari ponsel Andini yang terjatuh itu. Jangan sampai barang bukti itu ditemukan oleh orang lain.” perintah Radit.

Dengan gerak cepat Tiara langsung memasukan ponsel itu ke dalam tasnya.

“Dasar ya kamu itu Andin, belum mati saja tingkah kamu selalu menyusahkan orang disekitarmu.” omel pelan Tiara yang terlihat kesal.

“Sabar sayang, setelah tujuan kita berhasil, secepat mungkin kita akan singkirkan parasit ini beserta keluarganya dari kehidupan kita.” tutur Radit. 

Mata keduanya terlihat berkilat tajam, sambil kedua bibir mereka menyunggingkan senyum penuh misteri.

Akan tetapi mereka tidak tahu, jika di balik tirai kaca berlapis kristal yang memisahkan lorong itu di dalam ruang khusus nya, ada sepasang mata tajam sedang memperhatikan mereka.

Tatapan itu milik seorang pria berwajah teduh, berjas hitam pekat, dengan ekspresi yang nyaris tanpa emosi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Salahkan Aku Mencintainya    Bab 79. Musuh kita Bukan Cuma Keluarga Hilton

    Sejak Andini dibawa pergi oleh mobil van hitam dan menghilang dari kawasan villa, aura kepanikan mulai menelan seluruh halaman villa seperti kabut dingin yang membungkam napas siapa pun yang berdiri di atasnya.Tanah basah karena hujan membuat aroma dedaunan semakin menusuk. Yang membuat suasana penuh ketenangan dari alam kini kian terasa mencekam.Tiga bodyguard senior yang bertugas di villa yang selama ini selalu terlihat tak tersentuh bahkan oleh ancaman peluru, kini tak mampu menyembunyikan kegelisahan mereka, aura panik mulai menelan seluruh halaman villa seperti kabut yang begitu menyesakkan paru-paru.“Aku sudah coba puluhan kali untuk telepon bos.Tetap nggak dijawab.”“Pak Ken, juga nggak angkat.”“Ini benar-benar gawat, nasib kita diujung tanduk.“Semoga saja bos masih berpikiran tenang dan memeriksa cctv.”“Betul katamu, karena hanya dari rekaman itu bos akan tahu jika sejak awal kita sudah berusaha untuk menghalangi.”“Semoga saja, sekarang lebih baik kita berdoa.”Mereka s

  • Jangan Salahkan Aku Mencintainya    Bab 78. Andini diculik

    Pintu ruangan terbuka sangat keras hingga memantul ke dinding. Semua orang di ruangan itu sontak menoleh.Seorang wanita dengan penampilan elegan memakai coat panjang, sepatu hak tinggi melangkah masuk dengan wajah penuh kemarahan. Mata itu adalah tatapan mata seorang ibu yang cemas serta khawatir tentang keadaan putrinya. Seketika dia memasuki ruangan, matanya langsung menatap lurus ke arah Jessica, putri tunggalnya.“JESSICA!” suaranya menggelegar, menusuk sampai ke ujung telinga. “Kau mengapa kesini dan ikut-ikutan bersembunyi? Kau mau menjatuhkan martabat keluarga kita?! Cepat ambil barangmu kita pulang, sekarang juga!”Semua orang terdiam, hanya suara napas Jessica yang kini tersengal.“Mami… ma-maaf, aku nggak bisa mengikuti permintaan mami untuk pulang.” Jessica berusaha bicara selembut mungkin. “aku, aku nggak bisa meninggalkan Andini, aku janji setelah urusan ini selesai, aku akan menjelaskan semuanya …”“Diam!” Ibunya maju, meraih lengan Jessica paksa. “Kau pikir mami akan

  • Jangan Salahkan Aku Mencintainya    Bab 77. Suasana semakin Panas

    Jessica tak bisa menjawab, suasana villa itu kembali sunyi. Hingga suara parau Andini kembali terdengar.“Jessi, tolong jujur padaku? Apa kau mencintai Naren?”Jessica yang tadinya tertunduk karena kehabisan kata-kata untuk menjelaskan apa lagi pada Andini, kini mendadak tubuhnya menegang seolah listrik tegangan tinggi sedang menyengat tubuhnya.Walau sedikit ragu tapi Jessica tetap harus menceritakan semuanya, “Awalnya aku memang mencintai Naren, sangat mencintainya terlebih lagi kedua belah pihak keluarga memang merestui.”Jessica menghentikan ucapannya lalu menatap kearah mata Andini, “Namun seiring berjalannya waktu aku semakin sadar, jika cintaku hanya bertepuk sebelah tangan Dan…”Belum selesai Jessi menjelaskan Andini tiba-tiba langsung memeluknya.“Maafkan aku Jessi, aku … aku nggak bermaksud untuk menyakiti perasaan mu. Tolong jangan benci aku.” tutur Andini terbata-bata.“Hei, aku belum selesai berbicara, lagian mana mungkin aku membencimu. Justru aku harus berterima kasih p

  • Jangan Salahkan Aku Mencintainya    Bab 76. Dilema

    Andini duduk termenung di tepi tempat tidur mewah yang berbahan kayu jati yang dihiasi ukiran mewah dari ciri khas suatu daerah. Dia masih mengenakan kemeja kerja yang dipakainya kemarin siang, kemeja itu sudah berantakan, ujung lengannya kusut karena sudah berkali-kali digunakan untuk menyeka air mata.Andini merasa tubuhnya benar-benar tidak ada energi yang tersisa, bahkan untuk sekedar berdiri dia pun tak mampu.Diluar villa kicauan burung terdengar riang saling bersahutan, menyambut sang mentari. Angin pegunungan membelai pucuk pohon pinus dengan lembut, menyapu udara dingin melewati tebing tinggi tempat villa mewah itu berdiri megah.Dari balik tirai kaca yang terhubung dengan balkon belakang villa, lautan biru terbentang luas tampak damai, tenang, keindahan alam yang jauh dari hiruk-pikuk dunia yang selalu menghakimi.Tapi kedamaian itu sama sekali tidak menyentuh hati Andini. Semalaman Andini tak bisa tidur, pikirannya berkelana tak tau kemana.Tok tok tokTerdengar suara pintu

  • Jangan Salahkan Aku Mencintainya    Bab 75. melacak keberadaan Radit

    Radit membalas pelukannya bukan karena cinta, tapi karena rasa bersalah. Dan itu terasa. Pelukan itu dingin. Hampa. Terkendali. Tiara tidak bodoh. Dia tahu sentuhan itu bukan sentuhan cinta.Tapi dia membiarkan dirinya menipu hati. Dia butuh ilusi itu.“Apa yang terjadi, mengapa aku bisa berada di sini?”Belum sempat Radit menjelaskan, Thomas sudah duluan bersuara.“Kamu mendadak pingsan, tadinya Daddy sangat khawatir. Tapi setelah dokter Pras memeriksa ternyata rasa khawatir itu hilang dan berubah jadi rasa bahagia.”Tiara sedikit mengerutkan keningnya, “Ma-maksud Daddy rasa bahagia yang seperti apa? Lalu apa hubunganya dengan aku?”“Kamu sedang mengandung Tiara, Daddy akan menjadi seorang kakek.”“A-apa, aku sedang hamil?” mata Tiara terlihat berkaca-kaca. “Radit, sayang apa benar yang diucapkan oleh Daddy?”Radit hanya mengangguk tanpa suara.“Berjanjilah untuk selalu bersama ku. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Dit. Kamu milikku. Kita milik satu sama lain. Sekarang kita sudah puny

  • Jangan Salahkan Aku Mencintainya    Bab 74. Tiara Hamil

    Thomas kembali memberi tekanan.“Tiara, pastikan jika Radit tetap nggak mau kembali mengikuti rencana kita, kau harus temukan cara untuk mengendalikannya.”Mendapatkan tekanan dari sang ayah kepala Tiara seketika berdenyut, wajahnya terlihat meringis saat menahan sakit dikepalanya. “Aku akan berusaha, Daddy.”“Berusaha nggak akan cukup! Kalau kau nggak bisa mengendalikan Radit, maka Radit akan menjadi ancaman. Aku nggak akan membiarkan itu terjadi.”Ancaman dalam konteks yang diucapkan oleh seseorang yang bergelut dalam dunia hitam seperti Thomas Hilton itu bukan sekadar kata. Tiara tahu persis apa arti ucapan dari sang ayah.Jika Radit sampai keluar garis, maka Radit akan dihabisi. Seperti ini lah bahasa yang ingin disampaikan itu.“Kau mengerti kan, sayang?” dengan senyuman Thomas menepuk pipi Tiara, tepukan yang begitu lembut dan manis lebih mirip seperti sedang membelai, akan tetapi dibalik semua itu terselip ancaman yang begitu mematikan.Lutut Tiara terasa lemas.Dia keluar dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status