Share

4. Pasrah

"Penting banget ya, Mas? Aku lagi sakit loh! Masa akunya malah kamu tinggalkan?" protes Mer.

Adi langsung memeluk Mer. Dia mengusap lembut punggung Mer. Dia tahu jika istrinya pasti sedih dan kecewa, karena mereka baru saja menikah tapi Mer harus ditinggal pergi.

Mer langsung membalas pelukan Adi. Mer memeluk Adi dengan sangat erat. Air mata yang sedari tadi ditahan, kini tumpah juga dan langsung membasahi kemeja yang di pakai oleh suaminya.

Merasakan dadanya yang basah, Adi merasa tidak enak hati. Karena pastinya istrinya tersebut begitu terluka akan apa yang sudah dia ucapkan, dia berusaha untuk menenangkan hati istrinya.

"Hey! Jangan menangis, Mas perginya cuma dua hari. Mas tidak pergi dalam waktu yang lama, Mas pergi hanya untuk mengerjakan urusan kantor saja." Adi berusaha melerai pelukannya, tapi tak bisa.

Mer seakan enggan untuk menunjukkan wajah sedihnya. Dia segera menyusut air matanya. Setelah itu, barulah dia melerai pelukannya dengan Adi.

"Pergilah, Mas. Aku ikhlas!" ucap Mer pada akhirnya.

Mendengar ucapan dari istrinya, Adi langsung menatap wajah Mer dengan begitu lekat. Lalu, pandangan matanya turun pada bibir istrinya. Menatap Adi dengan tatapan yang begitu sulit untuk diartikan.

'Percuma aku menahan kamu, Mas. Ngga bakal bisa juga,' ucap Mer dalam hati.

Tidak lama kemudian, Adi merapatkan tubuhnya. Lalu, dia menangkup pipi Mer dengan kedua telapak tangannya. Kemudian, Adi pun menautkan bibirnya ke bibir Mer dengan sangat lembut.

Rasa manis dan rasa asin bercampur menjadi satu. Karena Mer terus saja menangis di sela tautan bibir mereka, dia tidak kuasa menahan rasa sedihnya walaupun hanya di dalam hati saja tanpa berani mengungkapkannya.

Mer sebenarnya begitu enggan bersentuhan dengan suaminya itu, tetapi rasa cintanya seakan memaksanya untuk berusaha menahan rasa sakit itu.

"Jangan sedih, Mas pasti cepet pulang. Kamu hati-hati di rumah sama bibi," ucap Adi setelah tautan bibir mereka terlepas.

Mer menatap wajah suaminya dengan lekat, dia berharap jika pria itu tidak jadi pergi. Walaupun pada kenyataannya itu sangatlah mustahil.

"Iya," jawab Mer singkat.

Untuk sesaat, Adi memperhatikan penampilan Mer. Mer terlihat menyedihkan. Dia seakan tidak tega untuk meninggalkan Mer. Akan tetapi, istri pertamanya menunggu dan anaknya juga menunggu Adi. Dia tentu saja tidak mungkin mengabaikan mereka.

Berat hati memang yang Adi rasakan. Akan tetapi, Adi harus pergi meninggalkan Mer. Karena janjinya kepada anak dan istrinya.

"Mas, rapi-rapi sebentar. Masih ada yang harus dirapikan diruang kerja, nanti kalau udah mau berangkat, Mas ke sini buat pamitan sama kamu." Adi mengecup kening Mer.

Mer hanya bisa memejamkan matanya, dia berusaha untuk menahan gejolak amarah yang bersemayam di dalam dadanya. Dia berusaha untuk menyembunyikan rasa sakit hatinya terhadap suaminya tersebut.

"Iya, Mas." Mer lalu mengangguk.

Setelah mendapatkan kata persetujuan dari Mer, Adi segera masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia merapikan barang-barang yang harus dibawa ke rumah istri pertamanya. Hampir setengah jam Adi merapikan semua barang-barang yang ada di dalam ruangan kerjanya.

Selama Adi berbenah, tanpa sepengetahuan Adi, Mer buru-buru mengganti pakaiannya. Dia juga menyiapakan beberapa baju dan perlengkapan yang dia perlukan untuk membuntuti suaminya selama 2 hari.

Setelah semuanya siap, Mer segera menyembunyikan tas yang akan dibawa di kolong ranjang. Tentu saja hal itu dia lakukan agar tidak ketahuan oleh suaminya.

"Maaf jika aku berbuat nekat, Mas. Aku hanya ingin memastikan semuanya, aku hanya ingin melihat bagaimana kelakuan kamu di luar sana, mas." Mer berucap dengan begitu sedih.

Setelah itu, dia kembali ke tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut sampai sebatas lehernya.

Tak lama kemudian, Adi masuk ke dalam kamar Mer. Dia berniat untuk berpamitan kepada istri yang baru saja dia nikahi itu.

"Sayang! Mas berangkat sekarang, sudah siang banget soalnya," ucap Adi.

Mer langsung menganggukkan kepalanya. Dia tidak mau menahan suaminya lagi. Percuma bukan, karena itu tidak akan berhasil.

Lagi pula, Mer ingin jika suami cepat berangkat. Agar dia tahu, kegiatan apa saja yang dilakukan oleh suaminya selama bersama dengan istri pertamanya.

"kamu baik-baik, di rumah. Jangan kelayapan, nanti bahaya. Nggak ada akunya, yang jaga." Adi berucap seraya mengelus lembut tangan istrinya.

Ucapan yang terucap dari bibir Adi terasa bagaikan sampah di telinga Mer, ucapan itu terasa manis tapi aslinya hanya membuat dirinya merasa mual.

"Iya, Mas. Mas juga hati-hati, jaga hati Mas untuk aku aja. Jangan di bagi-bagi, nanti akunya ngga sanggup." Mer sengaja berucap seperti itu.

Mer, ingin tahu seperti apa reaksi dari Adi. Ternyata Adi terlihat kaget. Akan tetapi, beberapa detik kemudian, Adi berusaha untuk menetralkan wajahnya.

Dia terlihat tersenyum dengan begitu manis ke arah Mer, sepertinya punya itu memang sudah terlatih dalam berbohong.

"Nggak, Sayang. Nggak mungkin seperti itu, Mas sangat mencintai kamu. Mas nggak mungkin berpindah ke lain hati." Adi terlihat meringis saat berucap.

Mer hanya diam, dia tak sanggup lagi untuk berkata apa pun. Karena nyatanya dia sangat tahu jika suaminya itu sedang berbohong, Mer sangat tahu jika suaminya berkata seperti itu hanya dari bibirnya saja tidak dari hatinya.

"Mas, beneran kamu nggak bisa diam di rumah aja? Aku sendirian loh, aku sakit dan butuh perawatan dari kamu." Mer berucap dengan begitu manja, dia masih berusaha untuk menguji bagaimana perasaan suaminya terhadap dirinya.

Adi langsung menarik tubuh istrinya dengan begitu lembut ke dalam pelukannya, dia elus tunggu istrinya dengan begitu lembut. Bahkan, pria itu kembali menunduk untuk mengecup bibir istrinya.

Adi bahkan kembali memagut bibir itu dengan begitu lembut, Mer hanya terdiam tanpa membalas pagutan dari bibir suaminya tersebut.

Adi juga tahu jika mereka merupakan pengantin baru, tetapi dia tidak bisa mengabaikan keinginan dari istri pertamanya.

"Maaf, Sayang. Mas tidak bisa menunggu kamu, karena ini adalah tugas dari kantor. Uangnya juga nantinya buat kamu loh," ujar Adi seraya terkekeh.

Mer hanya terdiam seraya memperhatikan wajah suaminya, tidak lama kemudian Mer mengusap bibir suaminya. Bibir yang begitu pandai mengeluarkan kata-kata manis tetapi penuh dengan kebohongan.

"Pergilah! Aku bisa menjaga diriku sendiri," ujar Mer pada akhirnya.

"Apa kamu tidak marah?" tanya Adi sedikit takut karena raut wajah istrinya terlihat begitu serius.

"Tidak! Aku tidak marah," jawab Mer. 'Aku hanya kecewa, Mas.'

"Terima kasih, Sayang. Kamu memang istri yang pengertian," ujar Adi memuji.

'Aku hanya wanita bodoh, Mas. Sangat bodoh, karena nyatanya Aku adalah wanita yang begitu gampang kamu bodohi dan gampang menikah dengan pria yang sudah beristri dengan kamu.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status