Home / Rumah Tangga / Jangan Sesali Kepergianku / BAB 7. Hujan dan Payung

Share

BAB 7. Hujan dan Payung

Author: Ainindah
last update Last Updated: 2025-07-31 10:13:27

Karena aku adalah Naima, aku tak terlalu sakit hati saat mendengar ucapan Tante Melati. Malahan aku kasihan pada Naura—jika harus mendengar kalimat menyakitkan itu sendiri.

Ah, tidak. Kenapa aku harus kasihan?

Naura justru punya banyak akal untuk menghadapi manusia seperti Tante Melati dibanding aku. Tapi untungnya, aku menghabiskan nyaris seumur hidupku di samping Naura. Jadi aku tahu, trik apa yang bisa dipakai untuk menghadapi manusia munafik seperti Tante Melati. Naura telah mengajariku banyak hal tentang bagaimana cara memanipulasi orang lain.

Karena tak bisa mempraktikannya pada keluargaku, aku bisa mencobanya pada Tante Melati.

“Aku nggak pernah maksa Mas Javran buat bantuin bisnis keluargaku, Ma, Mas Javran sendiri yang mau,” jawabku, dengan nada tenang. “Mungkin Mas Javran ngelakuin itu karena pengin dapat pujian dari papa dan mamaku? Dia ingin dicap jadi menantu yang baik dan pengertian.”

Bola mata Tante Melati berkilat, dipenuhi amarah yang siap meledak. Dia menunjuk-nunjuk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jangan Sesali Kepergianku   BAB 11. Sosok Dari Masa Lalu

    Aku sudah selesai mandi dan berganti baju. Rambutku masih sedikit basah, menetes pelan di tengkuk, membuat kulitku merinding. Kaus longgar dan celana santai yang kupakai terasa agak lembap dan tidak nyaman karena tubuhku belum sepenuhnya kering. Tapi aku terlalu gelisah untuk memperhatikan semua itu.Ketika mengecek ponsel, mataku langsung membesar. Jantungku mencelos.Satu pesan dari Mama.‘Naura sudah sadar dari komanya.’Tanganku yang menggenggam ponsel langsung gemetar. Aku terdiam beberapa detik, mencoba mencerna isi kalimat itu. Rasanya seperti waktu berhenti, mendadak kosong dan hening.Lalu tubuhku tersentak. Aku buru-buru meraih tas yang tergantung di belakang pintu, menyampirkannya ke bahu, dan keluar dari kamar. Langkahku terburu-buru menuruni anak tangga.Saat menoleh ke ruang tengah, Javran tidak ada di sana. Mungkin dia sudah kembali ke kantor. Dan untuk kali ini, aku tidak akan mencarinya. Mungkin memang lebih baik begitu.Perjalanan menuju rumah sakit terasa seperti si

  • Jangan Sesali Kepergianku   BAB 10. Naura Sudah Sadar

    JAVRAN POVSetelah kami kembali dari PRJ, Naura langsung tidur. Kupikir dia begitu karena kelelahan, jadi aku tak mempermasalahkannya. Aku pergi ke ruang kerja untuk menyiapkan bahan presentasi besok. Tapi saat aku kembali ke kamar pukul satu dini hari, aku bisa melihat Naura yang terlihat gelisah dalam tidurnya.Dahi hingga leher Naura basah oleh keringat. Saat kusentuh, hawa panas langsung menusuk kulitku. Buru-buru aku mengambil handuk kecil di lemari dan mengelap keringat di dahi Naura. Setelah itu, aku membasahinya dengan air hangat untuk mengompres keningnya. Kugenggam tangan istriku dan duduk di sampingnya.Kejdian saat di mobil tadi kembali tergiang.Penolakan Naura. Tatapan tajam dan penuh amarahnya. Kenapa Naura terlihat benci saat aku menciumnya? Sekuat apapun aku berpikir, aku masih tak menemukan jawabannya. Apa jangan-jangan ada yang Naura sembunyikan dariku?Terkadang aku selalu tatapannya yang menyorot begitu jauh, seolah-olah jiwanya tidak berada di sampingku.“Apapun

  • Jangan Sesali Kepergianku   BAB 9. Ma, Aku Juga Putrimu

    Saat kesadaranku kembali, aku langsung mendorong dada Javran menjauh. Kuusap bibirku dengan punggung tangan. Napasku terengah-engah. Tatapanku tajam saat melihat Javran.Tanpa sadar aku menaikkan nada suara. “Jangan cium aku tanpa persetujuanku!”Javran mengerjap, terkejut. Ada sorot terluka di sepasang matanya. “Naura, aku---” dia kehabisan kata-kata, sejenak. “Apa tadi aku terlalu kasar? Maafin aku karena nggak bisa nahan diri. Aku—”Kualihkan pandangan, kupejamkan mata sejenak dan mengatur napasku. Tidak seharusnya aku membentak Javran. Itu bukan salahnya. Jelas ini semua karenaku yang tak segera menghindar saat wajahnya mendekat. Salahku karena menikmati ciumannya hingga terlena.“Aku capek banget hari ini,” ujarku, dengan nada lemah, sambil menatap ke luar jendela. “Aku mau cepet pulang dan istirahat di rumah.”“Baiklah.”Javran kembali ke posisi duduknya, mulai mengemudi dalam diam.Sementara itu, aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Rasa ciuman Javran masih tertinggal di sana

  • Jangan Sesali Kepergianku   BAB 8. Ciuman Pertama

    Jika Tante Melati ingin bertindak seolah-olah dia adalah istri Javran—dengan menyiapkan sarapan, makan malam, hingga bekal untuk Javran, maka aku tidak akan melarangnya. Aku juga tidak akan berusaha keras mendahuluinya memasak—hanya untuk membuat Javran terkesan.Tiba-tiba aku menyadari satu hal yang penting: aku tak perlu berusaha keras untuk menyenangkan siapapun di rumah ini. Karena pada akhirnya, semua itu akan jadi milik Naura.Aku bahkan sudah tak peduli jika Tante Melati akan menfitnahku—atau bahkan mempermalukanku di depan Javran. Yang harus kulakukan sekarang hanyalah bertahan. Bertahan sampai Mama membuat keputusan antara membiarkanku yang membongkar permainan ini—atau dia sendiri yang membongkarnya.“Naura… Naura. Kerjaanmu di rumah ini cuma makan, tidur dan nonton drama china.” Tante Melati duduk disampingku yang sedang nonton drama di ruang keluarga. Semua camilan kesukaanku baru saja diantar ojol, tergeletak begitu banyak di atas meja.Kalau tidak sekarang, kapan lagi ak

  • Jangan Sesali Kepergianku   BAB 7. Hujan dan Payung

    Karena aku adalah Naima, aku tak terlalu sakit hati saat mendengar ucapan Tante Melati. Malahan aku kasihan pada Naura—jika harus mendengar kalimat menyakitkan itu sendiri.Ah, tidak. Kenapa aku harus kasihan?Naura justru punya banyak akal untuk menghadapi manusia seperti Tante Melati dibanding aku. Tapi untungnya, aku menghabiskan nyaris seumur hidupku di samping Naura. Jadi aku tahu, trik apa yang bisa dipakai untuk menghadapi manusia munafik seperti Tante Melati. Naura telah mengajariku banyak hal tentang bagaimana cara memanipulasi orang lain.Karena tak bisa mempraktikannya pada keluargaku, aku bisa mencobanya pada Tante Melati.“Aku nggak pernah maksa Mas Javran buat bantuin bisnis keluargaku, Ma, Mas Javran sendiri yang mau,” jawabku, dengan nada tenang. “Mungkin Mas Javran ngelakuin itu karena pengin dapat pujian dari papa dan mamaku? Dia ingin dicap jadi menantu yang baik dan pengertian.”Bola mata Tante Melati berkilat, dipenuhi amarah yang siap meledak. Dia menunjuk-nunjuk

  • Jangan Sesali Kepergianku   BAB 6. Pesona Adik Ipar

    “Maksudku, bukannya aku nggak bisa makan pedes sama sekali,” ujarku, berusaha tetap tenang padahal jantungku berdebar keras seperti genderang perang. “Maksimal sebulan sekali, aku selalu makan pedes kalau lagi kepengen banget.”Kebohongan yang pertama membuatku merasa bersalah hingga menghantui berkali-kali. Tapi setelah kebohongan itu terus berlanjut, lama-lama aku jadi terbiasa. Bahkan mungkin di masa depan nanti, aku tak akan didera perasaan gugup jika ingin berbohong lagi.“Kamu suka makan seblak di mana? Biar aku anterin.” Javran menatapku hangat. Sepertinya dia sudah percaya.“Emangnya kamu bisa makan seblak?” tanyaku, penasaran.“Aku belum pernah nyoba. Tapi kayaknya bisa,” balasnya, ragu-ragu. “Kalau kamu suka, aku pasti juga suka.”“Kamu harus nyobain dulu baru bisa bilang begitu.” Tanpa sadar aku tertawa melihat kelakuan Javran yang super polos. “Nanti aku pesenin yang biasa aku makan. Tapi kalau emang nggak bisa ketelen, jangan dipaksain, oke?”Javran menatapku singkat, kem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status