"Aw!” jerit Alena yang masih mengenakan gaun pengantin di tubuhnya.
Perempuan itu tidak mengerti mengapa Briyan tiba-tiba mendorong tubuh mungilnya dengan kasar, hingga terjatuh di atas tempat tidur.
Pria yang baru saja dinikahinya itu bahkan menatapnya dengan dingin, seakan Alena adalah sampah.
“Cepat buka pakaianmu,” ucap Briyan dengan nada yang tinggi.
“Ta–tapi, tuan,” ucap Alena bingung. Rasanya, dia belum sanggup untuk memanggil Briyan mas, papah, atau sayang–seperti suami-istri kebanyakan.
“Tapi, apa?” bentak pria itu, “Bukankah kita sudah menikah?”Wanita cantik yang baru berusia 20 tahun itu meringkuk di atas tempat tidur. Sungguh, ia takut dengan sikap kasar suaminya.
Ingin sekali, Alena kabur dari pernikahan ini bila tidak mengingat Herdanto, sang ayah sudah menandatangani sebuah surat kesepakatan–yang dapat memenjarakan pria tua itu jika menolak.
Herdanto bukanlah pria tamak yang tergoda dengan surat warisan Keluarga Wijay. Meski mereka pemilik perusahaan multinasional di Ibu kota, sang ayah tak akan mau menandatanganinya dan menukar Alena dengan apapun itu.
Herdanto menandatanganinya semata karena persahabatan dengan almarhum ayah dan almarhumah ibu Briyan. Selain itu, Briyan dikenalnya sebagai anak yang baik.
Sayangnya, Briyan yang dikenal ayahnya dulu berbeda dengan yang sekarang. Meski tampan, Briyan terlihat bagaikan monster dengan kepribadiannya itu. Saat ijab kabul pun, Alena dapat melihat ayahnya berkaca-kaca di atas kursi rodanya–seakan ingin menghentikan acara pernikahannya dan membawa kabur Alena dari Briyan.Melihat Alena yang melamun dan tak merespons apa pun, Briyan pun kembali membentaknya, “Apa kamu tidak mendengarku?”
“I–iya tuan,” ucap Alena pada akhirnya dengan gugup. Gemetar, Alena pun berusaha membuka gaun pengantinnya sendiri.
Sejujurnya, gaun ini sulit untuk dilepaskan jika hanya seorang diri karena memiliki beberapa pengait dan tali di bagian punggung. Tetapi, karena takut kepada Briyan, Alena berusaha membukanya sendiri tanpa meminta bantuan.
Setelah Alena membuka gaun yang melekat di tubuhnya, Briyan langsung mencengkram pergelangan tangannya, lalu mengikatnya ke sudut tempat tidur.
Sontak hal itu membuat Alena semakin takut dan bingung.
“Lepaskan aku, tuan!” mohon Alena sambil berurai air mata. Tadi, ia berpikir kalau Briyan ingin menyentuhnya, tetapi pria tampan itu justru mengikat kedua tangannya dengan erat. Sebenarnya ada apa ini?
Sayangnya, Briyan menulikan telinganya. Dengan kasar, dibukanya ikat pinggang dan mencambuknya ke tubuh polos Alena, hingga perempuan itu menjerit.
Tangisannya pecah dan seluruh tubuhnya gemetar.
“Tuan, kenapa menyiksaku seperti ini? Apa salahku ?” ucap Alena di sela-sela tangisannya.
Briyan mencengkram kedua pipi Alena dengan kasar.
“Kamu tidak salah apa-apa. Tapi, kamu harus menanggung dosa ayahmu,” ucapnya dengan nada yang berbisik.
Tak lama, Briyan menarik selimut lalu menutupkannya ke tubuh Alena. Lalu berteriak memanggil Asep–sopir kepercayaannya.
“Minta pelayan untuk mengurusnya,” perintah Briyan.
“Baik tuan.”
Asep pun bergegas menuruni anak tangga menuju dapur, untuk memerintah pelayan. Sedangkan Briyan, bergegas meninggalkan kamar menuju ruang kerjanya yang terletak di lantai tiga.
********
Entah apa yang ada dalam pikiran pria tampan itu, sehingga ia tega menyiksa Alena tanpa sebab. Bahkan, pria itu menuduh sang ayah memiliki dosa padanya.
“Permisi nyonya.” Tiga pelayan muncul dari balik pintu sambil membawa makanan di atas nampan.
Ketiga wanita itu terkejut melihat kondisi Alena yang memprihatinkan dan kedua tangannya terikat.
Tadi pagi, Alena terlihat cantik dan anggun, tetapi sekarang ia terlihat kacau. Matanya merah dan bengkak. Rambutnya juga berantakan–seperti baru dijambak dan tubuhnya penuh kemerahan.
“To–tolong… aku bibi,” ucap Alena dengan nada yang tidak jelas akibat terlalu lama menangis.
”Apa yang terjadi nyonya?” ucap seorang pelayan paruh baya menghampiri Alena.
Belum sempat Alenamenjawab, tetapi Briyan kini sudah berdiri di bibir pintu.
“Hem....” Briyan berdehem.
Pelayan itu refleks bangkit dari sisi ranjang. “Maaf tuan,” ucapnya sambil tertunduk hormat.
“Bibi Rati, aku memintamu untuk mengurusnya. Bukan untuk mencari tahu tentang apa yang terjadi kepadanya,” ucap Briyan dengan lembut. Namun, suaranya tetap sanggup membuat tubuh Rati gemetar dan keringat dingin.
“Ma–ma … maaf, tuan.”
“Hm... Sekarang kerjakan tugasmu.”
Briyan lalu menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang ada di dalam kamar.
Kedua mata birunya memperhatikan ketiga pelayan yang sedang mengurus Alena. Satu pelayan membuka ikatan tangan Alena, yang satu mengoleskan cream ke tanda merah yang ada di seluruh tubuh Alena, dan yang satu lagi menyuapi Alena.
Sebenarnya, Alena menolak untuk makan, tetapi melihat mata Briyan yang begitu tajam menatapnya, wanita malang itu terpaksa membuka mulut.
Hal yang wajar jika Alena tidak selera untuk makan karena Briyan menyiksanya dengan tidak wajar. Seharusnya, malam ini adalah malam terindah karena malam ini adalah malam pertama mereka. Tetapi, malam ini justru malam yang mengerikan bagi Alena.
“Kami permisi dulu, tuan.” Ketiga pelayan meninggalkan kamar setelah menyelesaikan tugasnya, membuat Alena sadar bahwa hanya tinggal Alena dan Briyan.
Tentu, suasana itu membuat Alena semakin takut. Bahkan, ia meringkuk sambil memeluk kedua lututnya dan yang pasti! Kedua bola matanya tidak berhenti mengeluarkan butiran bening.
Saat Briyan bangkit dari sofa melangkah menuju tempat tidur, Alena semakin mengeratkan kedua tangannya yang sedang memeluk kakinya.
Ia takut jika Briyan menyiksanya seperti tadi, namun apa yang ada di dalam pikiran Alena tidak terjadi.
“Jangan coba-coba untuk lari dari rumah ini,” bisik Briyan tepat di telinga Alena.
Setelah itu, ia melangkah menuju pintu dan pergi meninggalkan kamar.
“Papa, tolong aku … tolong aku.” Tangis Alena setelah pintu tertutup. Entah bagaimana dia harus kabur dari Briyan–pria kejam yang seolah tak tersentuh.
*****Sementara Alena masih tetap di sana, duduk termenung sambil memikirkan apa yang dikatakan Rati kepadanya.Alena bangkit dari tempatnya, lalu masuk ke dalam rumah. Dia membersihkan tubuh ke dalam kamar mandi dan segera meninggalkan kediaman Wijaya."Pak, kita ke rumah sakit jiwa ya?" ucap Alena setelah masuk ke dalam taksi."Baik Bu." Mobil yang membawa Alena melaju membelah jalan ibu kota, menuju rumah sakit jiwa. Wanita cantik itu ingin tahu, apa Wil dan Bram memiliki hubungan atau tidak.Terus, kenapa Briyan menyembunyikannya? Kecurigaan mulai muncul dalam hati Alena.Setibanya di rumah sakit, Alena bergegas menuju meja informasi. Awalnya pihak rumah sakit tidak mengizinkan Alena untuk bertemu dengan Bram. Tetapi, setelah Alena mengatakan kalau dia adalah putri Bram! Akhirnya dia diizinkan.Alena diantar oleh petugas rumah sakit menuju ruangan Bram. Pria paruh baya itu tidak bergabung dengan yang lain, melainkan dia hanya tinggal sendiri di dalam kamarnya.Dari pintu, Alena sudah m
Satu Minggu telah berlalu, selama satu Minggu ini Alena bekerja layaknya pembantu. Dia membersihkan rumah, mencuci pakaian, merapikan setiap kamar. Hal itu membuat Briyan sedikit bingung."Apa kamu mengharapkan gaji sama seperti para pelayan?" tanya Briyan. Saat ini keduanya sedang berada di kamar.Alena yang duduk di sofa, menegakkan kepala untuk melihat Briyan. "Tidak," ucapnya dengan singkat."Terus?" desak Briyan.Alena menarik napas sebelum membuka mulut, "Aku akan melakukan apapun, bahkan aku rela seumur hidupku menjadi pelayan di rumah ini, demi menebus kesalahan yang diperbuat oleh ayahku." Briyan refleks memutar kepala menghadap Alena, "Apa kamu sudah mengetahuinya? Siapa yang memberitahumu?""Siapa yang memberitahuku! Itu tidak penting. Yang pastinya, aku sudah tahu alasan kamu menikahi aku dan menyiksaku. Itu semua hanya untuk balas dendam atas apa yang terjadi kepada kedua orang tuamu."Alena berbicara dengan wajah serius, bahkan matanya tidak berkedip menatap mata indah
Setelah menyiapkan kepiting saus tiram ke atas piring! Alena bergegas dari dapur menuju meja makan.Alena tiba-tiba menghentikan langkah kakinya, seluruh tubuhnya gemetar, matanya membulat melihat pria yang duduk di samping Renata."Ada apa Alena?" tanya Renata. Briyan dan Jason refleks memutar kepala ke arah Alena. Dug, jantung Jason berdegup kencang. Tadi dia berpikir kalau hanya nama kekasihnya yang sama dengan nama istri kakak sepupunya. Tetapi ternyata, orangnya juga sama."Tidak apa-apa tante." Jawab Alena.Alena berusaha menenangkan perasaannya, ditariknya napas dalam-dalam lalu melanjutkan langkah kakinya menuju meja makan."Kenalkan Alena, ini Jason Wil. Putra satu-satunya tante," ucap Renata setelah Alena duduk di kursi.Alena menyodorkan tangannya kepada Jason, dia bersikap seolah-olah tidak mengenal pria tampan itu. Begitu juga dengan Jason, dia berusaha meredam kekesalannya dan terlihat biasa saja."Alena," ucap Alena untuk memperkenalkan dirinya."Jason Wil." Balas pri
Keduanya larut dalam keheningan, berpisah selama 3 tahun membuat mereka saling melepaskan rindu.Bahkan Alena sampai tidak sadar, kalau pengait bra miliknya sudah terlepas."Wil..." Panggil Alena dengan nada mendesah.Gairahnya mulai memuncak saat Wil menikmati kedua gunung kembarnya."Iya Alena." Sahut Wil.Wil melumat bibir Alena dengan lembut, jari tangannya mulai bergerak liar di bagian pangkal paha Alena."Alena, aku sangat mencintaimu." Bisik Wil dengan lembut di telinga Alena."Aku juga mencintaimu Wil, aku sangat mencintaimu." Balas Alena. Tentu dia sangat mencintai Wil, karena Wil pria yang baik dan lembut."Jika kamu benar-benar mencintaiku! Izinkan aku untuk memilikimu seutuhnya." Alena membuka mata, ditatapnya mata Wil dengan lembut sambil mengangguk. Seketika dia melupakan statusnya yang sudah menikah dengan Briyan.Sementara Wil, sudah membuka celana jeans Alena. Kini hanya tersisa benda berbentuk segi tiga, yang menutupi milik berharga Alena. "Stop...." Ucap Alena tib
Waktu menunjukkan pukul 8 pagi saat Briyan meninggalkan kediaman Wijaya menuju bandara. Sebelum pergi, Briyan mengembalikan ponsel Alena yang dia ambil satu bulan yang lalu.Ting-nong ting-nong, suara dering ponsel.Alena bangkit dari tempat tidur, melangkah menuju meja rias untuk meraih ponselnya."Wil," ucap Alena sambil membaca nama yang muncul di sana.[Alena, kenapa ponselmu tidak dapat dihubungi? Kamu baik-baik saja kan? Aku sangat mengkhawatirkan kamu Alena!] Isi pesan yang masuk di ponsel Alena.Dengan sigap Alena membalas, [iya Wil, aku baik-baik saja. Maaf, aku sudah membuatmu khawatir.] Balas Alena.Setelah Alena mengirimkan pesan itu, tidak ada balasan dari Wil. Justru pesan Briyan yang masuk ke ponselnya.Pria tampan itu meminta Alena untuk menyiapkan dua kamar untuk Tante dan sepupunya.Tanpa membalas pesan dari Briyan, Alena segera membersihkan kamar dengan bantuan pelayan. Bukan hanya itu saja, Alena juga menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan Tante Briyan."Bi,
Alena gugup, "um...tidak apa-apa tuan," ucapnya."Malam ini tidurlah di kamar lain." Alena terkejut mendengar ucap Briyan, semenjak mereka menikah, suaminya tidak pernah memintanya untuk tidur di kamar lain. "Kenapa tuan?" Tanya Alena.Briyan menatapnya dingin, "Megan ingin menginap malam ini.""Megan! Siapa Megan?" Tanya dalam hati Alena. Nama itu tidak asing di telinganya.Ternyata wanita simpanan Briyan bukan hanya Aurel, tetapi masih ada yang lain. Alena meraih pakaiannya dari lemari, lalu pergi ke kamar sebelah.Sedikitpun wanita cantik itu tidak merasa cemburu atau marah, justru Alena merasa bahagia bisa terbebas malam ini dari Briyan...................Setelah makan malam, Alena dan Rati membawa Hendarto duduk di teras rumah untuk menikmati angin malam.Saat ketiganya asik duduk, tiba-tiba mobil mewah Briyan masuk dari gerbang. Pria tampan itu baru satu jam meninggalkan kediaman Wijaya, kini sudah kembali. Tetapi dia kembali tidak sendirian, melainkan bersama seorang wanita.