Share

Jangan Siksa Aku, Suamiku
Jangan Siksa Aku, Suamiku
Author: Jernita S. Nita

Malam pertama yang menyeramkan.

"Aw!” jerit Alena yang masih mengenakan gaun pengantin di tubuhnya.

Perempuan itu tidak mengerti mengapa Briyan tiba-tiba mendorong tubuh mungilnya dengan kasar, hingga terjatuh di atas tempat tidur.

Pria yang baru saja dinikahinya itu bahkan menatapnya dengan dingin, seakan Alena adalah sampah. 

“Cepat buka pakaianmu,” ucap Briyan dengan nada yang tinggi.

“Ta–tapi, tuan,” ucap Alena bingung. Rasanya, dia belum sanggup untuk memanggil Briyan mas, papah, atau sayang–seperti suami-istri kebanyakan.

“Tapi, apa?” bentak pria itu, “Bukankah kita sudah menikah?” 

Wanita cantik yang baru berusia 20 tahun itu meringkuk di atas tempat tidur. Sungguh, ia takut dengan sikap kasar suaminya. 

Ingin sekali, Alena kabur dari pernikahan ini bila tidak mengingat Herdanto, sang ayah sudah menandatangani sebuah surat kesepakatan–yang dapat memenjarakan pria tua itu jika menolak. 

Herdanto bukanlah pria tamak yang tergoda dengan surat warisan Keluarga Wijay. Meski mereka pemilik perusahaan multinasional di Ibu kota, sang ayah tak akan mau menandatanganinya dan menukar Alena dengan apapun itu. 

Herdanto menandatanganinya semata karena persahabatan dengan almarhum ayah dan almarhumah ibu Briyan. Selain itu, Briyan dikenalnya sebagai anak yang baik. 

Sayangnya, Briyan yang dikenal ayahnya dulu berbeda dengan yang sekarang. Meski tampan, Briyan terlihat bagaikan monster dengan kepribadiannya itu. 

Saat ijab kabul pun, Alena dapat melihat ayahnya berkaca-kaca di atas kursi rodanya–seakan ingin menghentikan acara pernikahannya dan membawa kabur Alena dari Briyan.

Melihat Alena yang melamun dan tak merespons apa pun, Briyan pun kembali membentaknya, “Apa kamu tidak mendengarku?” 

“I–iya tuan,” ucap Alena pada akhirnya dengan gugup. Gemetar, Alena pun berusaha membuka gaun pengantinnya sendiri. 

Sejujurnya, gaun ini sulit untuk dilepaskan jika hanya seorang diri karena memiliki beberapa pengait dan tali di bagian punggung. Tetapi, karena takut kepada Briyan, Alena berusaha membukanya sendiri tanpa meminta bantuan.

Setelah Alena membuka gaun yang melekat di tubuhnya, Briyan langsung mencengkram pergelangan tangannya, lalu mengikatnya ke sudut tempat tidur.  

Sontak hal itu membuat Alena semakin takut dan bingung. 

“Lepaskan aku, tuan!” mohon Alena sambil berurai air mata. Tadi, ia berpikir kalau Briyan ingin menyentuhnya, tetapi pria tampan itu justru mengikat kedua tangannya dengan erat. Sebenarnya ada apa ini?

Sayangnya, Briyan menulikan telinganya. Dengan kasar, dibukanya ikat pinggang dan mencambuknya ke tubuh polos Alena, hingga perempuan itu menjerit.

Tangisannya pecah dan seluruh tubuhnya gemetar.

“Tuan, kenapa menyiksaku seperti ini? Apa salahku ?” ucap Alena di sela-sela tangisannya.

Briyan mencengkram kedua pipi Alena dengan kasar. 

“Kamu tidak salah apa-apa. Tapi, kamu harus menanggung dosa ayahmu,” ucapnya dengan nada yang berbisik.

Tak lama, Briyan menarik selimut lalu menutupkannya ke tubuh Alena. Lalu berteriak memanggil Asep–sopir kepercayaannya.

“Minta pelayan untuk mengurusnya,” perintah Briyan.

“Baik tuan.” 

Asep pun bergegas menuruni anak tangga menuju dapur, untuk memerintah pelayan. Sedangkan Briyan, bergegas meninggalkan kamar menuju ruang kerjanya yang terletak di lantai tiga.

********

Entah apa yang ada dalam pikiran pria tampan itu, sehingga ia tega menyiksa Alena tanpa sebab. Bahkan, pria itu menuduh sang ayah memiliki dosa padanya. 

“Permisi nyonya.” Tiga pelayan muncul dari balik pintu sambil membawa makanan di atas nampan. 

Ketiga wanita itu terkejut melihat kondisi Alena yang memprihatinkan dan kedua tangannya terikat. 

Tadi pagi, Alena terlihat cantik dan anggun, tetapi sekarang ia terlihat kacau. Matanya merah dan bengkak. Rambutnya juga berantakan–seperti baru dijambak dan tubuhnya penuh kemerahan.

“To–tolong… aku bibi,”  ucap Alena dengan nada yang tidak jelas akibat terlalu lama menangis.

”Apa yang terjadi nyonya?” ucap seorang pelayan paruh baya menghampiri Alena.

Belum sempat Alenamenjawab, tetapi Briyan kini sudah berdiri di bibir pintu. 

“Hem....” Briyan berdehem.

Pelayan itu refleks bangkit dari sisi ranjang. “Maaf tuan,” ucapnya sambil tertunduk hormat.

“Bibi Rati, aku memintamu untuk mengurusnya. Bukan untuk mencari tahu tentang apa yang terjadi kepadanya,” ucap Briyan dengan lembut. Namun, suaranya tetap sanggup membuat tubuh Rati gemetar dan keringat dingin.

“Ma–ma … maaf, tuan.” 

“Hm... Sekarang kerjakan tugasmu.” 

Briyan lalu menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang ada di dalam kamar. 

Kedua mata birunya memperhatikan ketiga pelayan yang sedang mengurus Alena. Satu pelayan membuka ikatan tangan Alena, yang satu mengoleskan cream ke tanda merah yang ada di seluruh tubuh Alena, dan yang satu lagi menyuapi Alena. 

Sebenarnya, Alena menolak untuk makan, tetapi melihat mata Briyan yang begitu tajam menatapnya, wanita malang itu terpaksa membuka mulut. 

Hal yang wajar jika Alena tidak selera untuk makan karena Briyan menyiksanya dengan tidak wajar. Seharusnya, malam ini adalah malam terindah karena malam ini adalah malam pertama mereka. Tetapi, malam ini justru malam yang mengerikan bagi Alena.

“Kami permisi dulu, tuan.” Ketiga pelayan meninggalkan kamar setelah menyelesaikan tugasnya, membuat Alena sadar bahwa hanya tinggal Alena dan Briyan. 

Tentu, suasana itu membuat Alena semakin takut. Bahkan, ia meringkuk sambil memeluk kedua lututnya dan yang pasti! Kedua bola matanya tidak berhenti mengeluarkan butiran bening.

Saat Briyan bangkit dari sofa melangkah menuju tempat tidur, Alena semakin mengeratkan kedua tangannya yang sedang memeluk kakinya. 

Ia takut jika Briyan menyiksanya seperti tadi, namun apa yang ada di dalam pikiran Alena tidak terjadi.

“Jangan coba-coba untuk lari dari rumah ini,” bisik Briyan tepat di telinga Alena. 

Setelah itu, ia melangkah menuju pintu dan pergi meninggalkan kamar.

“Papa, tolong aku … tolong aku.” Tangis Alena setelah pintu tertutup. Entah bagaimana dia harus kabur dari Briyan–pria kejam yang seolah tak tersentuh.

*

*

*

*

*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status