Home / Romansa / Janji Kedua / 3. Bukan Istri Bayaran

Share

3. Bukan Istri Bayaran

Author: rainnonie
last update Last Updated: 2021-03-29 16:55:42

Satrio membuka mata ketika hari sudah terang. Kamarnya remang-remang karena tirai gelap yang menutup jendela. Satrio bangun dan meraih gelas air putih di atas nakas samping tempat tidurnya dan meneguknya hingga tandas. Setelahnya dia kembali berbaring dan mendekat ke arah Ocean. Istrinya itu berbaring memeluk guling dan membelakanginya meski berada di bawah selimut yang sama.

Satrio memeluk Ocean dan meletakkan kepalanya di punggung Ocean. Jarinya membelai bahu telanjang Ocean yang seketika membuat istrinya itu bergerak, pelan-pelan menyusun kesadaran dari tidur nyenyaknya yang terganggu. Satrio tahu kalau Ocean sedang berusaha membuka mata meski kantuk masih menggelayuti matanya.

"Geser, Sam. Aku capek," ujar Ocean dengan suara pelan dan malas.

"Tidur aja kalau capek, aku nggak mau ngapa-ngapain, kok," jawab Satrio kalem.

Hening ... lalu Ocean bangkit dari tidurnya dan mendorong Satrio hingga bergeser ke tepi ranjang dan hampir jatuh kalau saja Ocean menggunakan tenaga sedikit lebih besar. Tawa Satrio membuat Ocean kembali berbaring dan masuk ke dalam selimut. Pagi Satrio benar-benar sangat indah, jauh lebih indah dari pagi-pagi sebelum pernikahannya.

"Jauh-jauh dari aku!" seru Ocean.

"Memangnya kenapa mesti jauh dari kamu? Kamu istriku, kan?"

Sebenarnya Satrio paham apa yang dimaksud oleh Ocean. Istrinya itu terpaksa menerimanya sebagai suami, tetapi baginya semua harus berada di jalurnya. Dia tidak suka mempermainkan yang namanya pernikahan. Selagi bisa maka baginya itu adalah komitmen sekali seumur hidup yang harus dijaga.

"Istri terpaksa," sahut Ocean ketus.

"Apa iya terpaksa? Sampai hampir pagi, loh, Cean," seloroh Satrio.

Ocean bangkit dan menatap garang ke arah Satrio. "Kamu memperdayaku, benci aku sama kamu, Sam."

Satrio terdiam dan menatap lurus pada Ocean. "Cean dengar ... aku nggak peduli kamu merasa terpaksa atau tidak, kamu suka atau tidak, kamu mau atau tidak, yang perlu kamu ingat hanya satu. Aku tidak mau pernikahan pura-pura dan kamu pasti tahu aturan mainnya. Bapakmu penghulu, kan? Jadi kamu pasti tahu hukumnya."

Satrio turun dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi. Dia mandi di bawah guyuran air yang memancar deras dan menikmati pagi santai tanpa terpengaruh omelan Ocean. Baginya semua perkataan Ocean hanyalah omong kosong yang tidak ada artinya. Satrio tetap pada pendiriannya bahwa dia akan berusaha membawa pernikahannya menjadi benar.

Sebenarnya dia masih tidak mengerti dan bingung dengan perubahan Ocean. Menurut ibunya, Ocean tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun pasca berpisah dengannya. Perempuan itu hanya pergi kuliah dan menamatkan magister manajemennya lebih cepat dari yang seharusnya kemudian mulai membuat usaha dengan teman-temannya. Usaha bersama yang dimiliki Ocean adalah kepemilikan atas minimarket yang walaupun hanya berlokasi di pinggiran kota, tetapi hasilnya cukup untuk membuat Ocean hidup layak.

Satrio keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk di pinggulnya. Dia berjalan ke arah lemari kayu berwarna hitam yang ada di pojok kamar dekat jendela dan mencari sendiri bajunya. Diliriknya jam dinding lalu mendesah pelan. Ternyata dia cukup lama berada di kamar mandi, pantas saja perutnya sudah berteriak minta diisi.

Setelah mengenakan celana santai selutut berwarna putih dan kaos Polo warna hitam, Satrio keluar dan berjalan menuruni tangga menuju ke dapur. Ocean terlihat sibuk membuat sarapan. Istrinya itu sudah mandi dan tampak segar, terlihat dari rambutnya yang masih basah dan wajah tanpa polesan make up.

Satrio duduk dan langsung meneguk cappuccino buatan Ocean. Tidak ada komentar dari Satrio ketika Ocean menghidangkan roti tawar dengan telur ceplok dan jus buah. Satrio makan tanpa kata sementara Ocean terus mondar-mandir mengeluarkan beberapa bahan dari kulkas.

"Kamu bisa duduk, nggak, Cean? Capek aku lihat kamu mondar mandir nggak berhenti," tegur Satrio.

"Sam, aku mau nyiapin masakan buat ibu. Aku mesti ke rumah sakit siang ini."

"Aku yang kerja di rumah sakit aja santai, kenapa kamu sesibuk itu padahal nggak kerja di sana?"

Satrio merasa geli melihat Ocean yang langsung terdiam karena ucapannya. Ocean yang ini benar-benar berubah dari yang pernah dia kenal. Normalnya Ocean akan melawan dan berkata se-absurd dirinya atau membantah dengan tegas untuk mempertahankan pendapat atau keinginannya.

"Cean, aku hanya bercanda. Masaklah apa yang kamu inginkan, tapi kamu harus sarapan dulu. Aku nggak pengen kamu sakit mengingat orang tuamu sedang dirawat sekarang."

Ocean meraih roti dan memakannya dalam diam. Hanya satu lembar lalu minum susu. Satrio mengernyit tidak senang melihat porsi makan Ocean yang menurutnya sangat hemat dan tidak tidak pada tempatnya.

"Kalau kamu nggak mau makan roti, kamu bisa buat yang lain."

"Aku suka makan nasi kalau pagi, tapi ...," Ocean terdiam dan tampak ragu. "Tapi aku takut kamu nggak mau."

"Kamu punya mulut buat nanya, kan, Ocean? Lagipula kamu istriku, buatlah apa saja semaumu dan aku akan tetap makan. Aku bukan orang yang cerewet soal makan selama itu adalah makanan sehat."

"Aku masih boleh kerja?"

"Boleh kerja apa tidak itu terserah bapakmu. Beliau yang bayar kuliahmu, apa hakku melarangmu buat kerja atau tidak? Kenapa bertanya seperti itu?"

"Aku harus tau semuanya, apa yang boleh dan tidak boleh untuk kulakukan. Mengingat aku hanya istri sementara, aku harus tahu diri dan bisa menempatkan diriku supaya kamu nggak tersinggung."

Rahang Satrio mengetat, mulutnya terkatup rapat lalu mengembuskan napas yang tadi sempat ditahannya. Ocean benar-benar menguji kesabarannya. Perempuan satu itu harus segera diberi pelajaran supaya bisa berpikir terlebih dahulu sebelum mengatakan sesuatu yang tidak penting.

"Baik ... kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu adalah istri sementara padahal aku tidak menganggapmu begitu. Jadi dengarkan, lakukan pekerjaanmu sebagai istri. Aku nggak mau tahu bagaimana usahamu, yang jelas aku harus mendapatkan makan 3 kali sehari, makan siang yang harus kamu antar ke ruang kerjaku dan makan malam yang akan aku makan sepulang dari praktik. Paham, Cean?"

"Iya," jawab Ocean singkat.

"Kalau kamu merasa capek, kamu harus mengatakannya kepadaku supaya aku bisa mempekerjakan pengurus rumah tangga karena aku nggak mau menerima alasan kamu capek kalau aku sedang menginginkanmu."

"Aku nggak mau!" seru Ocean.

"Aku tidak tanya pendapatmu. Aku punya istri dan wajar kalau aku menginginkannya, bukan?"

"Istri sementara."

Satrio menertawakan Ocean yang terus menekankan status pernikahan mereka. "Karena kamu istri sementara dan aku sudah membayar mahal untuk semuanya, maka lakukan pekerjaanmu. Jangan menjadi wanita payah yang sebentar bilang iya lalu bilang tidak dalam hitungan menit."

"Sam aku bukan istri bayaranmu."

"Kamu sendiri yang menempatkan dirimu di posisi itu, jadi lakukan semuanya sampai hutangmu lunas. Kau akan melakukan sesuatu yang aku ijinkan dan jangan coba-coba menghindarinya."

Satrio berlalu dari ruang makan dan kembali ke kamarnya. Dia tahu sudah kehilangan kesabarannya menghadapi Ocean, tetapi dia juga merasa sangat jengkel dengan Ocean yang keras kepala. Satrio menukar bajunya dengan celana panjang dan kemeja santai lalu mengenakan jaket tipis. Setelah itu dia menyambar kunci mobilnya dan melangkah menuju pintu depan.

"Sam, mau ke mana?"

Satrio menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ocean yang masih memegang pisau berjalan ke arahnya dan berhenti beberapa langkah darinya.

"Apa hakmu bertanya? Istri sementara ... tetaplah di rumah, aku ada perlu dengan teman-temanku. Jangan kemana-mana karena aku tidak mengijinkannya."

Satrio membuka pintu dan berlalu tanpa repot-repot menutup kembali pintu itu. Dia Juga tidak menghiraukan kata-kata Ocean walaupun mendengarnya dengan jelas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janji Kedua   53. Makin Cinta

    Saat kehamilan Ocean semakin besar, Satrio benar-benar mengurangi jam praktiknya. Di sore hari dia praktik hanya satu jam, itu pun dengan perjanjian tepat waktu. Pasien lainnya dia tangani pada praktik pagi. Beberapa pasien mengatakan kalau dokter mereka sedang menjadi suami siaga. Satrio menanggapinya dengan senyum ramah dan meminta maaf jika perubahan yang dia lakukan membuat tidak nyaman, tetapi pasiennya mengerti dan tidak keberatan dengan jadwal baru Satrio.Selepas praktik sore, waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh. Satrio sudah keluar dari ruang kerjanya dan sudah pasti dia akan pergi menemui istrinya. Dia disapa beberapa pasien yang memilih untuk pindah periksa ke rekannya. Satrio tetap membalas sapaan itu dengan ramah.Ketika hampir sampai di pintu masuk apoteknya, Satrio melihat Ocean yang sedang berjalan keluar. Dengan perut membuncit seperti itu, istrinya terlihat begitu seksi. Setidaknya begitulah di mata Satrio. Tidak ada sedetik pun waktu terlewat

  • Janji Kedua   52. Anugerah Cinta

    Ocean tidak menyangka bahwa kehamilan itu akhirnya datang setelah dia memutuskan untuk menghentikan seluruh program yang ditawarkan oleh Satrio. Dia memegang janji Satrio bahwa mereka akan tetap bersama meski kehamilan itu akan terjadi lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Dalam gurauannya, Satrio juga mengatakan kalau tidak keberatan saat Ocean mengandung di masa menjelang menopause sekalipun. Satrio hanya ingin Ocean bahagia hidup bersamanya dan itulah yang sudah dilakukan oleh Ocean.Mengingat semua itu membuat Ocean terharu. Kadang-kadang dia bangun tengah malam dan menyalakan lampu di sampingnya hanya untuk memandangi wajah Satrio. Suaminya itu diam-diam telah memberikan perawatan untuknya. Sejak keputusannya untuk berhenti program kehamilan, sejujurnya Ocean sudah tidak peduli dengan asupan yang masuk ke tubuhnya. Cukup baginya apa yang disediakan oleh Simbok dan dia selalu memakannya tanpa mengeluh.Dalam hari-hari yang dijalani Ocean, tak sedikit pun perempuan i

  • Janji Kedua   51. Tak Terduga

    Satrio tersenyum sendiri begitu keluar dari ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Dia berjalan menyusuri lorong panjang seperti biasa sebelum mencapai area parkir. Beberapa perawat dan staf menyapanya dan dibalas dengan anggukan serta sedikit senyum. Pikirannya hanya tertuju pada Ocean yang sudah pasti sedang duduk mengamati komputer sambil mengunyah emping belinjo.“Tingkahmu sudah seperti orang gila yang perlu rawat inap.”Satrio tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang tengah berbicara padanya. Orang yang berani berbicara dengan kalimat mengejek hanyalah dua orang. Pertama adalah Alfredo yang saat ini pasti sedang sibuk di meja operasi dan yang lainnya adalah Raphael. Keduanya sama-sama mempunyai mulut dengan kadar ketajaman melebihi pisau. Meskipun begitu, dia menyukai para sahabatnya yang super royal terhadap satu sama lain.“Memang repot kalau punya teman yang nggak pernah tahu rasanya bahagia,” komentar Satrio tak kalah pedas.

  • Janji Kedua   50. Pindahan

    Hal yang membuat Ocean bersemangat adalah mengisi rumah barunya dengan perabotan yang dia sukai. Satrio memercayakan urusan itu padanya dan Ocean menerima pekerjaan dengan senang hati. Untuk hal-hal yang sekiranya akan digunakan oleh Satrio, Ocean bertanya satu atau dua kali untuk meminta pendapat. Selebihnya dia memilih sendiri segala sesuatunya dan langsung disetujui oleh Satrio.Hanya dalam seminggu rumah itu telah rapi dengan seluruh perabot pilihan Ocean mengisi seluruh ruangannya. Ocean memilih perabot fungsional dan dengan bijaksana membuat rumah itu menjadi terkesan hangat, elegan, dan menyenangkan. Tinggal menanyakan kepada Satrio kapan mereka bisa pindah secara resmi.Sejak Ocean meminta liburan ke vila, mereka memang tidak pernah kembali lagi ke rumah lama Satrio. Entah mengapa, Ocean begitu malas melihat rumah itu. Bukannya tidak indah, justru rumah lama Satrio bisa dikatakan mewah. Semua yang ada di sana meneriakkan rupiah yang tak bisa dibayangkan oleh Oc

  • Janji Kedua   49. Ingin Rumah Baru

    Satrio merasa harinya semakin menyenangkan. Ocean menjadi sangat manis dan manja serta tidak mau berpisah darinya untuk waktu yang lama. Pekerjaannya lancar dan apoteknya semakin besar. Entah apa yang sudah dilakukan Ocean hingga semuanya berkembang sepesat itu. Klinik bersalinnya juga tak luput dari campur tangan istrinya. Kebijakan baru yang diterapkan oleh Ocean terbukti mudah untuk dilakukan. Ocean juga menambahkan beberapa dokter praktik di sana dengan jadwal yang sudah dia tetapkan.Saat jam praktiknya telah selesai, Satrio masih duduk dalam ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak sebelum menjemput Ocean dan pulang ke vila. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana sementara Ocean membuat jadwal Satrio menjadi satu jam lebih awal. Satrio tersenyum sendiri menyadari kecerdasan istrinya. Ada saja caranya untuk memperoleh apa yang dia mau dan sejujurnya hal itu membuat Satrio senang.Menyelesaikan pekerjaan pada pukul delapan adalah hal yang sangat menyenangkan.

  • Janji Kedua   48. Janji Kedua

    Ketika waktu pemeriksaan tiba dan Dokter Suroso berhalangan hadir karena sakit, Ocean memeriksakan dirinya pada Dokter Ayu tanpa sepengetahuan Satrio. Hanya untuk mengetahui tentang dirinya sendiri, begitu yang dia pikirkan. Dokter Ayu pun tak keberatan membantunya untuk sekadar memeriksa. Saat itulah Ocean mengetahui bahwa dia memiliki tiga sel telur matang dan mestinya dia siap untuk proses kehamilan.Setelah mengucapkan terima kasih pada Dokter Ayu, Ocean keluar dari ruang praktiknya. Dia bergegas kembali ke apotek dan menunggu suaminya selesai bekerja. Kali ini perasaannya begitu ringan. Ocean tidak lagi memikirkan tentang kehamilan dan prosesnya yang selain membutuhkan waktu ekstra serta segala sesuatu yang serba lebih. Lebih di sini adalah waktu dan tenaga. Dia berpikir untuk menikmati banyak waktu dengan Satrio saja.Memasuki ruang kerjanya, Ocean melihat Satrio sudah berada di sana. Dia heran dan melirik jam di pergelangan tangannya. Baru pukul delapan dan Ocea

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status