POV AUTHOR
Bram masuk ke dalam rumah Daniel setelah selesai menelpon. Bram menoleh ke arah tangga, ketika mendengar suara langkah. Pandangannya terpaku pada sosok wanita cantik yang dirindukannya.Manda menghentikan langkah kakinya di anak tangga terakhir, saat dia terkejut melihat Bram."Mas Bram?"Perlahan Bram berjalan mendekatinya."Manda," sapanya dengan lembut."Mas di sini?""Iya, aku datang sama Windy. Dia mengajakku untuk makan malam di rumah kakaknya,""Ooh,""Malam ini kamu cantik. Kamu sudah banyak berubah, Nda," puji Bram.Pujian Bram membuat pipi Manda merah merona karena tersipu malu."... Mas Bram juga sudah banyak berubah," puji balik Manda."Apa aku tambah ganteng?" canda Bram.Manda tertawa kecil."Dan pinter melucu," imbuh Manda.Bram tersenyum melihat tawa Manda, yang sudah lama tak dilihatnya. Dia merindukan tawa itu.<POV BRAMAku masih ingat pertemuan pertamaku dengan Manda. Saat itu usiaku 10 tahun dan Manda 8 tahun.Aku dan kedua orang tuaku berkunjung ke rumah Nenek. Rumah Nenekku satu kampung dengan rumah Simbahnya Manda.Sebenarnya aku dan keluargaku tinggal di Kebumen. Tapi dalam waktu dekat, Bapak memiliki rencana untuk kembali ke kampung halamannya, yaitu di Purworejo.Hari itu aku sedang bermain bersama sepupuku. Kami berkeliling kampung dengan naik sepeda. Saking asyiknya berkeliling, membuat kami kecapekan. Maklum kampung Nenekku ini luas.Laju sepeda kami berhenti di sebuah warung kecil. Aku menunggu sambil duduk di atas sadel sepeda, sementara sepupuku membeli minuman.Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh, lalu melihat dua orang gadis kecil."Namamu siapa?" tanya salah satunya."Bram," jawabku."Namaku Ayu dan ini sahabatku, Manda,"Manda yang kulihat waktu itu,
POV BRAMHari ini rasanya aku tidak bersemangat untuk belajar di sekolah. Pertengkaranku dengan Bapak dan Ibu semalam membuatku lesu.Aku masih tidak habis pikir. Kenapa mereka menjodohkanku dengan Amalia tanpa sepengetahuanku. Aku memang kenal Amalia. Dulu sewaktu kecil, kami sering bermain bersama. Tapi setelah aku pindah ke Purworejo, aku tidak pernah lagi berhubungan dengannya. Lagipula, aku sama sekali tidak punya perasaan padanya. Bagaimana bisa aku akan menikahinya?***Kriiiinggg .... suara bel istirahat sekolah berbunyi.Aku pergi ke kantin sekolah bersama teman sebangku-ku. Dari kejauhan, aku melihat Manda dan Ayu sedang berjalan menuju ke kantin.Ayu melihatku. Dia melambaikan tangannya padaku. Ayu mengajak Manda menghampiriku.Aku meminta temanku untuk memesankan makanan untukku, sementara aku menunggu Ayu dan Manda."Manda," sapaku."Mas Bram," sapa balik Manda."Kapan pulang
POV AUTHOR"Mas ...," Manda berlari menghampiri Arman di teras depan.Arman tidak menggubris panggilan Manda, hingga Manda harus berdiri di depannya untuk menghentikan langkah kaki Arman."Nanti siang ... apa Manda bisa menemui Mas di kantor? Ada yang ingin Manda bicarakan soal semalam," pinta Manda dengan gugup."Hari ini Mas akan sibuk seharian. Gak ada waktu," jawab Arman dengan dingin.Arman melanjutkan langkahnya menuju ke mobil. Kemudian dia melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah.Manda hanya bisa berdiri melihatnya dengan perasaan galau.Sejak kejadian semalam di rumah Daniel, Arman tidak mau berbicara dengannya. Dia marah karena Manda sudah membohonginya soal Bram."Kasihan sekali. Apa Arman mengabaikanmu?" ledek Sarah yang berdiri di dekat pintu masuk.Manda berjalan kembali masuk ke dalam rumah, tanpa memedulikan omongan Sarah."Mama ingin bicara padamu," ucap Sarah.
POV AUTHORPara anggota keluarga sedang berkumpul untuk makan malam bersama di meja makan.Suasana hening sesaat sebelum Mama Andien memulai pembicaraan."Sarah, are you okay? Kamu terlihat lesu. Kamu gak nafsu makan?" tanya Mama Andien setelah memerhatikan Sarah yang hanya memainkan sendok di atas makanannya."Arman gak mau mengajakku pergi bersamanya, Ma. Masa aku mau ditinggal selama sebulan," gerutu Sarah."Pergi sebulan?!" pekik Manda yang terkejut.Mama Andien dan Sarah menatap Manda dengan pandangan sinis."Besok Mas akan pergi ke Perancis selama sebulan," sahut Arman dengan nada dingin, tanpa melihat ke arah Manda.Manda merasa kecewa dan sedih karena baru mengetahui kabar ini."Karena itu aku boleh ikut ya, Sayang? Aku gak bisa pisah lama darimu," bujuk Sarah."Ajak saja, Man. Kasihan Sarah. Dulu Mama juga sering ikut Papa business trip. Lagipula kamu juga gak bakal kerja seharian
POV AUTHOR"Sarah, kalian bertengkar lagi di kamar?" tanya Mama Andien penasaran."Iya, Ma. Arman tetap menolak mengajakku. Aku kesal sekali. Semalam dia meninggalkanku di kamar. Katanya mau tidur di kamar tamu," gerutu Sarah."Arman dan Papanya sama-sama keras kepala. Mama juga kesal sama Papa. Tadi malam Mama dipermalukan di depan Manda," keluh Mama Andien."Semua ini gara-gara gadis desa itu. Kalau saja dia gak ada di antara kita, hidup kita akan tenang, Ma,""Iya, kamu benar. Seharusnya Arman menceraikan perempuan itu dari awal,""Ehem! Pagi-pagi sudah bergosip," sindir Papa Hendra yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka."Siapa yang bergosip, Pa? Kami hanya mengobrol kok," sangkal Mama Andien."Terserahlah. Papa mau berangkat kerja. Di mana Arman?""Di sini, Pa," sahut Arman sambil menuruni anak tangga dengan menggandeng tangan Manda.Sarah dan Mama Andien tercengang melihat mereka
POV AUTHORManda sedang sibuk membantu karyawannya melayani para pembeli di Bakery. Hari ini jumlah pembeli yang datang lebih ramai dari biasanya."Kue ultahnya akan siap besok, Bu. Ini nota pengambilannya. Silakan ke kasir untuk pembayarannya. Terima kasih," ucap sopan Manda pada seorang pembeli sambil menyerahkan selembar kertas nota."Sama-sama, Mba," balas si pembeli, lalu pergi menuju ke kasir."Saya juga mau pesan kue, Mba," sapa seseorang yang menghampiri Manda."Iya, sila ...," Manda terkejut ketika melihat Bram ada di depannya."Hai, Nda," Bram tersenyum padanya.Wajah ceria Manda berubah menjadi panik."Din, tolong layani pembeli ini," pinta Manda pada salah satu karyawannya."Baik, Bu,"Lalu Manda segera pergi meninggalkan counter depan. Bram mencoba mengejarnya."Nda?"Langkah Bram dihentikan oleh Ayu. Dia menarik tangan Bram, lalu membawanya keluar Bakery.
POV AUTHORBeberapa hari kemudian...."Ahh, senang sekali akhirnya aku bisa membeli dress ini. Tinggal satu item lagi. Untung cepat aku ambil duluan. Kamu lihat kan wanita tadi. Dia juga mengincar dress ini," ucap Tamara sambil mengapit lengan Manda."Dressnya memang cantik sih, Kak. Gak heran langsung habis,""Aku udah belanja banyak hari ini. Buatku, anak-anak, dan Kak Daniel," ujar Tamara menunjukkan beberapa tas belanjaan yang ditentengnya."Kenapa kamu gak beli baju lagi, Nda? Di butik tadi bagus-bagus lho koleksi bajunya,""Gak, Kak. Satu dress ini aja cukup,"Manda sebenarnya tidak suka menghamburkan uang untuk belanja barang-barang yang tidak terlalu penting. Sejak dia kecil, orang tuanya selalu mengajarkan untuk hidup hemat dan sederhana. Kebiasaan ini terbawa hingga dewasa. Walaupun sekarang kondisinya sudah berbeda, dia memiliki banyak uang untuk bisa membeli barang-barang yang diinginkannya, tapi Manda
POV AUTHORManda menarik selimut di bawah kakinya. Dia bersiap untuk tidur lebih awal malam ini. Badannya lelah setelah seharian mengurus bakery dan menemani Tamara shopping di mall.Saat merebahkan kepalanya di atas bantal, ponselnya berbunyi. Manda mengambil ponsel di atas bifet kecil di sebelah ranjangnya."Mas Arman?" panggilan video dari suaminya.Manda segera duduk dan merapikan rambutnya dengan tangan. Lalu menerima panggilan video itu."Halo, Mas," sapa Manda sembari tersenyum."Hai. Sudah tidur?" sapa balik Arman."Belum, Mas. Mas Arman ada di mana?""Di hotel,""Sudah selesai kerja?""Iya, sudah. Barusan Mas nyampe di hotel. Tiba-tiba saja ingin menelponmu," Arman duduk di sofa sembari mengendurkan ikatan dasinya."Ada apa, Mas?""Gak ada apa-apa. Hanya ingin mengobrol saja,""Mas Arman sehat?""Alhamdulillah. Kamu?""Alhamdulillah, Ma