Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 6. Wanita Misterius

Share

CP 6. Wanita Misterius

Author: Moa
last update Last Updated: 2021-05-21 17:47:16

Seorang warga desa masuk ke dalam ruangan tempat dimana para sesepuh berkumpul. Dengan wajah panik dan nafas tersengal dia menghadap sang demang.

"Tuan Demang, di gerbang desa! Gerbang desa!" Tangannya menunjuk nunjuk ke arah luar, nafasnya masih sedikit tersengal.

Raut muka Demang Yasa mengkerut, ada apa gerangan di gerbang desa.

"Kenapa dengan gerbang desa?" Ujarnya.

"Di gerbang desa tuan. Ada sebuah gerobak kuda, isinya seorang wanita hamil lagi pingsan! Pakaiannya penuh bercak darah dan ada luka di tubuhnya."

Demang Yasa sedikit mengernyit, "Sekarang dimana wanita itu?"

"Wanita itu sudah dibawa sama beberapa warga ke rumah Mbah Kunti." Jawabnya.

"Antarkan aku kesana sekarang! Ki Jogoboyo, tolong urus pemakaman ketiga mayat disini. Para sesepuh dan yang lainnya, ikut aku ke rumah Mbah Kunti. Pembicaraan ini aku tunda sampai kita disana!" Perintah Demang Yasa sambil beranjak keluar ruangan.

Para sesepuh dan pejabat kademangan mengikuti berjalan di belakang sang demang, hanya menyisakan beberapa orang yang masih di dalam ruangan.

Di dalam rumah Mbah Kunti sudah ada beberapa warga saat Demang Yasa tiba. Bau rempah rempah tercium dari balik bilik ruangan. Para wanita paruh baya sibuk berlalu lalang keluar masuk rumah. Sementara di halaman rumah, seorang lelaki tua renta duduk di balik dinding rumah sedang melamun.

Wanita hamil yang dikabarkan pingsan kini sudah siuman, tengah duduk di balai balai ditemani dua orang wanita paruh baya. Wajahnya putih pucat, tatapan matanya kosong. Rambutnya yang acak acakan terurai, menutup sebagian bercak darah di bagian punggung. 

Sementara luka dan bercak darah di bagian depan tampak jelas terlihat, bercampur debu dan tanah, membuat wanita itu terkesan seperti orang gila yang tengah melakukan percobaan bunuh diri.

Dua orang wanita paruh baya disampingnya tengah berusaha mengeluarkan anak panah yang menancap di lengan si wanita. Darah segar terus mengucur saat anak panah berhasil terlepas, langsung dibalut dengan dedaunan obat.

Raut wajah sang wanita hamil tidak menunjukkan rasa sakit saat anak panah di lengannya dicabut. Seakan urat sarafnya sudah putus, wajahnya yang cantik hanya diam dengan ekspresi datar. Matanya yang menerawang dan bibir yang pucat menandakan wanita itu tengah dlanda trauma yang sangat hebat.

Demang Yasa dan para pengikutnya yang melihat kondisi sang wanita terdiam. Ada apa gerangan yang terjadi dengan wanita itu? Apa yang membuatnya berada dalam kondisi mengenaskan itu?

Pertanyaan pertanyaan itu tak pelak membuat sang demang terpikir dengan kejadian yang baru saja mereka bahas. Dia segera mengaitkan dengan serangan teror yang dilakukan oleh gerombolan perampok Tanduk Api.

"Mbok Yah, bagaimana kondisinya?" Bisik sang demang kepada salah satu wanita paruh baya.

"Tunggu sejenak tuan demang, tunggu sampai dia tenang. Kelihatannya dia masih sangat tegang dan trauma." Jawab sang wanita paruh baya.

Demang Yasa mengamati sang wanita, ada sesuatu yang membuatnya takjub. Ditengah trauma dan penderitaan yang dialami si wanita, keajaiban bahwa janin di dalam rahimnya yang sudah sangat besar masih selamat.

Kelihatan dari matanya yang sayu masih sedikit ada jiwa ingin melindungi sesuatu yang dia cintai.

Beberapa saat Demang Yasa mengamati sang wanita, dia lantas mengikuti para pengikutnya keluar dari bilik. Dia pun ikut menunggu sang wanita benar benar sadar, baru dia masuk lagi ke dalam.

Waktu sudah berjalan cukup lama. Sang demang dan para pengikutnya masih berdebat hebat di luar rumah Mbah Kunti. Mereka masih membahas tentang penyerangan yang dilakukan oleh gerombolan Tanduk Api. Beberapa warga yang lain pun ikut berkumpul di sekitar mereka.

Sebagian ingin segera bertindak, mereka diketuai oleh Darwis dan Joko Seno. Kebanyakan dari mereka adalah para prajurit kademangan dan para pemuda desa. Di tengah kademangan yang selama ini damai, mereka seperti mengharapkan sebuah aksi untuk melampiaskan tenaganya. Ditambah keadaan yang mendadak itu menyulut semangat dan antusias mereka.

Sementara sebagian lainnya ingin agar mereka tidak terburu buru melampiaskan amarah. Kebanyakan dari mereka ini adalah para sesepuh yang sudah berumur, didalangi oleh Ki Nambi. Mereka menyarankan untuk menunggu bertujuan untuk mengumpulkan informasi terlebih dahulu tentang kekuatan musuh. Disini mereka berpendapat bahwa kekuatan musuh tidak kalah kuat dibanding kekuatan dari kademangan sendiri.

Lama mereka berdebat, Mbok Yah keluar dari rumah Mbah Kunti. Dia lantas membisikkan sesuatu ke telinga sang demang. Sambil mengangguk kemudian sang demang segera beranjak dari sana.


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janu: Tahap Awal   CP 121. Para Pemberontak Takdir

    Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us

  • Janu: Tahap Awal   CP 120. Kurupa

    "Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu

  • Janu: Tahap Awal   CP 119. Target Berkumpul

    Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena

  • Janu: Tahap Awal   CP 118. Penyerapan Belum Usai

    Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka

  • Janu: Tahap Awal   CP 117. Pasca Penyerangan

    "Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia

  • Janu: Tahap Awal   CP 116. Kehancuran Tanduk Api

    Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status