"Oh Bulan, kenapa pesonanya begitu kuat, sampai aku terus memikirkannya. Ini tidak boleh berlanjut, aku harus menghapus bayang-bayang lelaki itu dari pikiranku. Tujuanku adalah mencari kerja, bukan mencari suami. Lagi pula, aku dan dia seperti langit dan bumi, Jomplang euy."
***Sebastian dan Angga memperhatikan CV Hanum."Bagaimana denganmu, Om.""Ok, tak masalah. Tapi... om masih condong ke Aisyah." Jawab Om Reno.Lelaki paruh baya itu menaruh curiga pada Angga, karena sejak tadi Angga tak berhenti menatap foto Aisyah."Dia tak cocok di bagian keuangan, om. Aku tak setuju.""Lalu, Aisyah bagusnya kita letak dimana?""Dia akan aku..."Ketiga orang itu menunggu jawaban Angga yang menggantung. Dengan penasaran, Sebastian menghidupkan kamera, dia ingin memberi laporan pada Ara."Dia jadi sekretarisku saja,""Ha ha ha..." Tawa Sebastian langsung pecah.Om Reno dan Mita hanya terbengong. "Kau sudah memiliki Sebastian, Angga." Ujar Om Reno."Hmm... Aku butuh satu lagi, apalagi saat ini aku sedang mengerjakan proyek pembangunan Mal di Surabaya, Om. Kasihan Sebastian jika harus mengerjakannya sendiri."Sebastian hanya mencebik, ini hanya akal-akalan Angga saja, agar dia bisa dekat dengan Aisyah, kesempatan ini tak akan dia lewatkan, Angga sudah memikirkannya dengan matang-matang.Om Reno merasa ada yang aneh, lelaki paruh baya itu menatap wajah Angga yang kembali tersenyum."Yakin jika posisi ini cocok dengan gadis itu?""Yakin, Om." Tegas Angga.Reno menarik nafas panjang, jika Angga sudah mengambil keputusan maka harus ia penuhi."Ok, jika menurutmu ini sudah tepat. Besok kau panggil Hanum dan Aisyah, Mit. Beri tahu mereka jika keduanya diterima." Titah Om Reno.Mita mengangguk, "Siap, pak."Hanya Mita yang meninggalkan ruangan itu dengan kesal, selama ini dia mengincar posisi sekretaris atasannya, tapi selalu saja gagal. Sedangkan seorang gadis yang baru melamar langsung di terima oleh Angga. Mita merasa jika keduanya sudah saling mengenal.Dengan wajah muram, Mita mengemas barang-barangnya dan pulang dari perusahaan itu."Aku harus mencari tahu asal usul Aisyah, jangan-jangan dia mata-mata yang sedang diturunkan bu Ara, jangan sampai aku salah ambil langkah, bisa hancur hidupku." Lirih Mita meninggalkan area parkiran.---Om Reno masih memandang Angga, lelaki muda itu sibuk dengan gawainya."Angga... Om curiga padamu soal Aisyah tadi." Celetuk Om Reno memecah keheningan.Sebastian yang sedang meminum kopinya pun tersedak."Sorry," Ujar Sebastian tersenyum menambah kecurigaan om Reno"Curiga bagaimana, Om?""Apa kau sudah mengenalnya? Atau... jangan-jangan dia gadis yang sedang kau incar." Langsung ke intinya.Om Reno tahu betul tentang Angga, karena dari kecil dia yang sudah merawat semenjak orang tuanya meninggal. Selama ini Angga selalu enggan dengan wanita apalagi jika itu menyangkut pekerjaan. Kali ini, Om Reno tak ingin kecolongan, dia tak mau Angga hanya di manfaatkan oleh seorang gadis, tapi Aisyah berbeda. Dari pandangannya, Angga sudah mengenal Aisyah lama. Jika tidak, tak mungkin dia menginginkan Aisyah menjadi sekretaris pribadinya.Mendenar pertanyaan Om Reno, Angga menelan saliva, dia seperti ditodong dengan pistol. Angga tak pernah bisa berbohong dengan Managernya satu ini."Sebastian, kau pasti sudah tahu tentang Aisyah," Sebastian terlonjak kaget, tak menyangka jika Om Reno akan menginterogasinya juga."Hmm... Aku... Aku..." Jawab Sebastian, dia melirik Angga yang juga cemas dengan pertanyaan Om Reno."Aku memang mengenalnya, Om. Tapi... itu sudah sangat lama, delapan tahun yang lalu."Om Reno memicingkan matanya bergantian menatap Sebastian, dia menginginkan jawaban yang lebih jelas."Dia gadis yang selalu diintai Angga, Om." Celetuk Sebastian.PlaaakSebuah pukulan mendarat di lengan Sebastian, lelaki itu terkekeh. "Jika Om Tak percaya, periksa saja I* Angga, dia selalu menyimpan foto dan vidio Aisyah. She is the cursh!" Tambah Sebastian.Kali ini tatapan Reno beralih pada Angga, lelaki yang sudah dia anggap sebagai anak itu hanya menunduk menahadan semu merah di wajahnya. Reno menarik nafas panjang, sudah saatnya dia mendesak Angga untuk menikah, apalagi gadis itu selalu dia intai, Reno tak ingin Angga kebablasan atau patah hati."Jika kau menyukainya, kenapa diam saja, hmm?"Angga mendongak menatap Om Reno, "Ee...Aku tak mengenalnya, Hanya tahu saja.""Jika kau sudah memperhatikan I* nya terus berarti kau tahu segala kegiatannya, Angga... Sudah deh, jika sudah klik di hati lamar saja, apa perlu Om yang mendatangi orang tuanya?" Desak Om Reno.Angga menggusar wajahnya dan kembali menunduk, dia melirik berkas Aisyah yang masih tereletak di atas meja. Menikah? bagi Angga satu kata yang amat rumit untuk dia lakukan, Angga benar-benar sudah terkunci dengan pesona Aisyah sampai dia tak pernah melirik wanita lain.Namun, saat gadis itu dekat dengannya, Angga seakan tak memiliki nyali untuk mendekat terlebih dahulu."Belum waktunya, Om. Aku ingin mengenalnya lebih dalam. Jadi.. Biarkan dia jadi sekretarisku." Ucap Angga tersenyum.Om Reno memandangnya, Angga sangat yakin dengan ucapannya, dan Reno mempercayai itu, Angga tak akan pernah salah dalam memikirkan sesuatu, hanya saja Reno merasa ragu karena ini masalah perempuan, Angga tak memiliki pengalaman untuk mendekati perempuan."Apa kau yakin?""Yakin, Om. Tenang deh, aku tak akan macam-macam.""Tenang saja, Om. Jika misinya tak selesai, maka aku yang akan maju menyelesaikannya." Kata Sebastian dengan tawa."Jika itu maumu, ok. Om setuju Aisyah menjadi sekretaris pribadimu, tapi ingat jangan macam-macam." Ancam Reno.Angga mengangkat ke dua tangannya tanda ok, dia menghela nafas panjang saat lelaki itu keluar dari ruangannya, Angga menoleh pada Sebastian yang asyik main game. Lalu melempar kertas ke wajah Sebastian yang tertawa dengan terbahak-bahak."Kau salah strategi, brother. Seharusnya kau tak langsung mengambil Aisyah untuk disisimu." Kata Sebastian lagi."Tau ah gelap.""Hadeeeh... Rupanya CEO bisa telmi juga jika menyangkut masalah wanita."Lagi, Angga menimpuk wajah Sebastian dengan bantal kursi, namun lelaki itu masih tertawa. Sebastian merasa Angga terburu-buru memilih Aisyah di dekatnya, apalagi dia tahu jika Mita sudah lama mengincar posisi sekretaris pribadi. Tugas dia kali ini adalah mengawasi Mita, agar wanita itu tak berbuat macam-macam pada Aisyah. Bisa terjadi perang kedua jika Aisyah di ganggu oleh orang.---Bulan seakan menertawakan seorang gadis yang duduk terpekur sendiri, dengan terangnya dia menyinari bumi. Aisyah, gadis lugu tapi pandai itu terus menatap langit dari teras rumahnya. Hari ini adalah hari yang melelahkan baginya, setelah melakukan interview dia harus bekerja di salah satu cafe milik sahabatnya. Setelah Isya dia baru pulang ke rumah.Setelah membersihkan diri, makan dia duduk diteras sekedar melepas lelah dengan memandang langit, dia selalu melakukan itu saat tubuhnya lelah. Bagi Aisyah memandang bulan adalah hal wajib, karena dia bisa bercerita banyak hal. Apalagi Aisyah sedang banyak pikiran, jalan satu-satunya adalah menatap bulan dari teras rumah mungilnya.Banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran Aisyah, apalagi tatapan Angga yang seakan ingin menerkamnya tadi."Apa Pak Angga mengenaliku ya? Kenapa dia memandangku seperti itu?" Lirih Aisyah. "Oh Bulan, kenapa pesonanya begitu kuat, sampai aku terus memikirkannya. Ini tidak boleh berlanjut, aku harus menghapus bayang-bayang lelaki itu dari pikiranku. Tujuanku adalah mencari kerja, bukan mencari suami. Lagi pula, aku dan dia seperti langit dan bumi, Jomplang euy." Guman Aisyah lagiMata Aisyah terpejam, kemudian menghirup udara malam yang dingin, dia hembuskan melalu mulut, Aisyah mengulangnya beberapa kali, sampai dirasa hatinya mulai tenang.Mimpi memiliki pasangan yang kaya tentu menjadi impian semua wanita, termasuk Aisyah. Setelah bertemu Angga yang ternyata masih jomblo hatinya meronta-ronta tapi dia sadar diri jika dia hanyalah gadis biasa tak sekaya mereka yang memiliki perusahaan. Aisyah, beranjak dari duduknya, dan kembali ke kamar.Gadis itu mengambil wudhu dan berbaring di atas tempat tidur, lagi-lagi bayang Angga hinggap di pikirannya."Ya Allah, jika dia jodohku maka dekatkan jika dia bukan jodohku maka jauhkan pak Angga dari pikiranku." Guman Aisyah. "Boleh kan berdo'a seperti itu? kata orang... lewat jalur langit itu akan lebih baik. Aku tak minta banyak kok, hanya ingin lelaki seperti pak Angga yang pekerja keras." Lirih Aisyah lagi.Setelah mengulangi doa tidur, Aisyah berusaha memejamkan mata. Dia mematikan lampu agar berubah gelap. Aisyah tak ingin besok pagi kesiangan hanya memikirkan Angga, baginya itu sia-sia saja, Orang tuanya selalu mengajarkan Aisyah untuk disiplin dan menghindari kegiatan yang merugikan dirinya sendiri, apalagi memikirkan lelaki yang jelas-jelas belum tentu menjadi jodohnya.Sudah hampir satu jam Aisyah memejamkan mata, namun pikirannya masih terus berjalan merencanakan banyak hal, dia gusar kemudian bangkit. Aisyah beringsut dari tempat tidurnya. Lalu membuka laptop, gadis itu menulis di layar putih itu, dengan senyum Aisyah terus merangkai kata. Setelah selesai, dia simpan di folder yang telah dia kunci.Aisyah tak ingin adik bungsunya mengetahui curhatan hatinya di laptop itu. Maklum saja, mereka belum mampu untuk membeli lagi, jadi laptop di pakai untuk bersama.Gadis itu tersenyum saat matanya sudah terasa berat dan panas, hanya dengan cara menulis dia bisa mencurahkan keluh kesah hati, cita-citanya memang ingin jadi menulis, hanya saja Aisyah belum mantap untuk mempublikasi tulisan-tulisannya itu.Aisyah kembali ke atas kasur, dia memeluk bantal guling, berharap kali ini dia bisa tertidur dengan pulas dan tidak memikirkan Angga lagi.Namun, baru saja dia tertidur, ponselnya berbunyi, Sebuah pesan masuk. Aisyah mengusap wajahnya, dia jarang menerima pesan di jam hampir tengah malam seperti itu. Karena penasaran, Aisyah mengambil ponsel di atas nakas."Siapa sih, ganggu orang tidur saja," Umpat Aisyah kesal.Sejenak Aisyah terdiam membaca pesan tersebut. Dia mengulangi lagi kata-kata di benda pipihnya itu."Selamat Anda diterima di perusahaan Daffa Furniture, silahkan datang ke kantor jam tujuh tiga puluh." Aisyah kembali terdiam, kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan dan..."Aaa... Alhamdulillah ya Allah, makasih. Akhirnya..."Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah bisa membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu.'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.'***"Siapa sih, ganggu orang tidur saja," Umpat Aisyah kesal.Sejenak Aisyah terdiam membaca pesan tersebut. Dia mengulangi lagi kata-kata di benda pipihnya itu."Selamat Anda diterima di perusahaan Daffa Furniture, silahkan datang ke kantor jam tujuh tiga puluh." Aisyah kembali terdiam, kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan dan..."Aaa... Alhamdulillah ya Allah, makasih. Akhirnya..."Pagi harinya, Aisyah sudah siap dengan setelan blous berwarna peach di padu jilbab hitam, dia sengaja memakai sedikit make up agar tak terlihat pucat, Aisyah memang jarang memoles wajahnya, hari ini dia hanya ingin memberi kesan terbaik di hari pertama kerja, dia ingin membuktikan jika Daffa Furniture tidak salah sudah men
"Kalau cinta, Hargai dan biarkan bertumbuh. Sebab cinta bukan tentang memiliki akan tetapi tentang menghargai." *** "Kenapa melongo begitu? Kan sudah biasa aku menunggumu terlebih dahulu. Lagian tumben, terlambat sampai jam sembilan." Kata Reno dengan sedikit marah. "Hmm... Biasa, Om. Tadi malam begadang." Ucap Angga santai. Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu. 'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.' Batin Angga. Sebastian dan Om Reno saling lirik melihat Angga yang senyum-senyum sendiri tak seperti biasanya. "Kau sehat, Nak?" Angga terkesiap, tak seperti biasanya Reno memanggilnya dengan 'Nak', jika kata itu keluar maka ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, atau Reno mengetahui sesuatu yang sedang dia sembunyikan. "Hmm... Alhamdulillah aku sehat, Om." "Kalau sudah cinta bila
'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'---"Apa sih yang dia baca, serius amat, belum juga di kasih tugas udah pusing." Lirih Angga. Lelaki itu pun menoleh pada asisten pribadinya."Apa kau sudah memberi tugas pada Aisyah?"Tanya Angga.Sebastian menggeleng, "Aku ini tak sepertimu, bos. Tak akan aku siksa karyawan baru, aku sudah memberi tahu Mita, jika hari ini Aisyah hanya mempelajari pekerjaanmu, keperluanmu, makan siangmu dan..." Angga memicing tajam, "Dan apa?""Dan memberi tahunya jika kau itu bos galak dan keji." Kekeh Sebastian."Dasar gila." Umpat Angga.Kali ini dia mengalihkankan pandangannya, dia tak ingin terlalu lama memandang Aisyah, demi keamanan hatinya yang mulai tak wajar.DI meja kerjanya Aisyah terus mempelajari jadwal-jadwal rapat dan pertemuan Angga dengan perusahaan lain, kemudian dia tulis di buku kecil pribadinya, dia tulis dengan lengkap, jadwal mak
Muka tabung gas apanya sih, orang mukanya ganteng begitu, kaya Lee Min Ho kok. Mbak aja tuh yang rabun matanya, lelaki ganteng di bilang muka tabung gas, aneh.***Angga sedikit kecewa dengan pertanyaan Aisyah, kemudian dia pun berdiri dan kembali masuk ke ruangannya, membuat Aisyah melongo."Kamu boleh pulang." Titah Angga dingin.'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'Aisyah pun merapikan meja kerjanya, dan pulang dengan mengendarai ojek online.Sesampainya di rumah, Aisyah langsung membersihkan diri, lalu berbaring di atas kasur, merebahkan tubuhnya yang mulai letih.' Baru hari pertama, sabaaar... bener kata mbak Mita, kalau pak Angga itu super jutek, pokoknya dia itu dispenser, titik!!!' Batin Aisyah.Entah kenapa, gadis itu mengingat wajah Angga yang cepat berubah, dalam sekejap bisa berubah jutek dan dingin. ---Aisyah terbangun saat alarmnya berbunyi, dia bergerak ke
'Aku tak bisa diam begini, bisa-bisa dia digaet orang. tapi... hari ini pesonanya memang sangat cantik, polesan sederhana tapi memiliki vibe positif, pantas saja dari tadi banyak yang mengamati wajahnya, ini tak bisa dibiarkan.' ***"Saya bukan mengusir, Pak. Tapi....""Saya paham, Ok. Ayoo kita berangkat. Maaf ya, Bu... saya bawa Aisyah hari ini.""Tak apa, Nak. Lain kali mampir kesini lagi," Jawab Wanda ramah."Insyaallah." Angga pun salam dan mencium punggung wanita paruh baya itu.Tanpa menghiraukan Aisyah yang memberengut, Angga keluar dan masuk mobil.'Ish, memang manusia laknat.' Batin Aisyah lagi.Aisyah duduk di belakang kemudi, sedangkan Angga disisi sang sopir. Sepanjang perjalanan Aisyah menyimak pemaparan Angga tentang bahan rapat yang akan dia sampaikan, untuk saja Aisyah selalu membawa buku kecilnya, dia mencatat bagian-bagian pentingnya saja."Hmm, Jadi konsumen lebih suka dengan bahan kayu jati yang mana?" Tanya Aisyah.Dia jadi tertarik membahas tentang kayu jati, s
"Jomblo bukan berarti tak laku, tapi kita sebagai lelaki harus menjaga wibawa kita, jangan seperti play boy, lelaki cerdas itu harus punya taste, agar wanita yang melihat kita klepek-klepek"***"Tante..." panggil Fathan lagi, kali ini dia merenggangkan tangannya minta peluk. "Baiklah," Aisyah memeluk Fathan dengan senang hati. Namun siapa sangka jika Fathan membisikkan sesuatu hingga membuatnya terdiam. "Ssst... ini rahasia kita berdua, tante, Ok!' Ucap Fathan tertawa. Angga yang melihatnya pun mencebik. 'Asli nih bocil, aku saja belum penjajakan dia udah minta peluk aja.' Batin Angga kesal.Fathan berbalik dan menjulurkan lidahnya pada pamannya."Weeek...""Ish, siapa nih yang ngajarin bocil begini?" Tanya Angga pura-pura kesal. Rayyan dan yang lainnya hanya tertawa. "Dia itu seperti mu saat kecil, Angga. Jadi, tak usah kesal begitu." ucap Reno. Aisyah pun tertawa kecil mendengarnya, Sedangkan Angga hanya mendengus kesal. "Sudah-sudah berantem Mulu, Fathan... tak baik menjul
"Apanya yang tak cocok? menolong orang lain itu tidak di lihat dari busanannya, tapi cobalah kau lihat dari hatinya dan dari ketulusannya. Apa salahnya sih nerima pertolongan orang lain? Jangan menyusahkan diri sendiri, saya tulus membantumu""Coba kau fikir, jika kau mengangkat barang sebanyak ini, lalu kau penat dan jatuh sakit, bisa runyam urusannya, pekerjaan akan terbengkalai, kau sekretarisku, jadi... harus tetap sehat." ***Angga memijat pelipisnya, Dia juga tak tahu kenapa sulit sekali membuka hati untuk wanita, setelah berjumpa Aisyah delapan tahun yang lalu. Saat ini Aisyah sudah ada di depan mata, tapi dia ragu untuk mengungkapkan cinta. Aisyah menghela nafas, lalu memejamkan matanya, dari lubuk hatinya yang paling dalam dia ingin sekali mendekati Aisyah. Angga kembali membuka ponsel, sebuah pesan masuk mengabarkan jika Aisyah tak langsung pulang ke rumah. Alisnya mengkerut, "Kemana nih anak orang?"Angga pun beranjak dari duduknya, menyambar jas dan tas kerjanya, lalu m
'Mencintaimu dalam diam adalah caraku, dan memintamu di sepertiga malam adalah usahaku, bagiku kau adalah wanita spesial maka untuk mendapatkanmu juga harus dengan spesial. Aisyah... Ku harap, kau benar-benar jodohku.' ***"Mari masuk, Nak." Ajak Farha."Maaf, Ibu. Bukan saya menolak, tapi saya harus segera pulang."Wanita paruh baya itu pun hanya mengangguk, Angga kembali berpamitan, dia melirik Aisyah yang menunduk dan memilin ujung jilbabnya, Angga tersenyum dan meninggalkan rumah Aisyah.'Ah, begini rasanya jatuh cinta, rasanya aku ingin lebih dekat lagi dengannya' Lirih Angga tertawa kecil.Dia pun menghidupkan musik, mendengarkan lagu favoritnya sambil membayangkan wajah Aisyah yang semakin melekat di pikirannya. Dalam hati, Angga berharap ada keajaiban yang dapat menyatukan cintanya.---Aisyah bangun lebih awal, apalagi hari ini dia harus mengikuti Angga untuk pertemuan dengan relasi bisnisnya dari Bandung, Aisyah membaca jadwalnya hari ini sambil sarapan, lumayan padat dan p