Share

4. Hari pertama

Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah bisa membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu.

'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.'

***

"Siapa sih, ganggu orang tidur saja," Umpat Aisyah kesal.

Sejenak Aisyah terdiam membaca pesan tersebut. Dia mengulangi lagi kata-kata di benda pipihnya itu.

"Selamat Anda diterima di perusahaan Daffa Furniture, silahkan datang ke kantor jam tujuh tiga puluh." Aisyah kembali terdiam, kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan dan...

"Aaa... Alhamdulillah ya Allah, makasih. Akhirnya..."

Pagi harinya, Aisyah sudah siap dengan setelan blous berwarna peach di padu jilbab hitam, dia sengaja memakai sedikit make up agar tak terlihat pucat, Aisyah memang jarang memoles wajahnya, hari ini dia hanya ingin memberi kesan terbaik di hari pertama kerja, dia ingin membuktikan jika Daffa Furniture tidak salah sudah menerimanya.

Farha ibunya sudah menunggu di meja makan, begitu juga dengan Azalea, gadis yang tengah duduk di bangku SMA itu juga menunggu kakaknya. Saat Aisyah datang keduanya terdiam.

"Widiiih, cantik amat nih kakakku, mau kemana, kak? Tumben tuh bibir pakai lipstik, ngedate ya?" Tanya Azalea sambil mengunyah nasi goreng.

Aisyah hanya tersenyum, dia pun mengambil piring yang sudah berisi nasi goreng buatan ibunya. Setiap pagi mereka akan sarapan bersama, lebih sering dengan menu nasi goreng tanpa kecap karena itu makanan favorit Aisyah dan Azalea.  Farha juga memperhatikan penampilan anak tertuanya itu, kini terlihat lebih dewasa dan cantik.

"Alhamdulillah, Bu. Aisyah diterima kerja di Daffa Furniture."

"Alhamdulillah..." Ucap Farha dan Azalea.

"Waaah... bisa ketemu dengan Pak Daffa dong."

"Kok kamu tahu, dek?" Tanya Aisyah penasaran.

"Tahu dong, siapa juga tak tahu tentang Daffa Angga, lelaki berwajah dingin, ganteng, CEO sukses, bukan cuma di bidang Furniture tapi juga ada tuh bisnis hotelnya. Apalagi hampir setiap tahun sekolah Patriot selalu mendatangkan pak Daffa sebagai pembicara."

Aisyah manggut-manggut membenarkan ucapan adiknya, bukan hanya di zaman Azale, saat dia masih di SMA Patriot, Daffa memang sering mengisi acara disana.

"Tapi panggilannya bukan Daffa lo, dek. Di Kantor dia lebih di kenal dengan pak Angga, lebih keren kan?"

"Ya ya tapi tetap saja, siapa namanya pak Daffa selalu jadi idola di sekolah. Apalagi beliau donatur tetap."

"Jadi, Kamu diterima sebagai apa, nak?" Tanya Farha yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan kedua anaknya.

Aisyah terdiam, dia pun belum tau ditempatkan di posisi yang mana.

"Hmm... Belum tau, buk. Setahu Aisyah, saat interview kemaren posisi yang kosong itu ada di staff bagian keuangan dan juga OB. Semoga saja Aisyah di staff keungan, atau jadi OB pun tak apa." Jawab Aisyah.

Farha tersenyum, "Tak apa, apapun pekerjaannya jika itu masih halal ibu akan selalu mendoakanmu."

"Ia, Bu. Sudah diterima kerja saja Aisyah sudah bahagia."

Farha mengusap kepala Aisyah, gadis kecilnya kini sudah dewasa, Aisyah memang anak yang mandiri, saat sekolah dulu dia selalu mendapatkan beasiswa berprestasi, mengurangi beban orang tuanya, tak jarang Aisyah juga mencari kerja sampingan untuk biaya kuliahnya.

Dari kecil, kedua orang tuanya sudah mengajarkan Aisyah untuk mandiri dan tidak manja, apalagi setelah ayahnya meninggal Farha susah payah membesarkan Aisyah dan Azalea, meski suaminya meninggalkan harta tetap saja itu tak akan cukup untuk membiayai Aisyah kuliah.

Aisyah melirik jam dinding yang sudah jam tujuh, dia pun pamit begitu juga dengan Azalea. Kedua kakak beradik itu beranjak, salim kemudian pergi dengan menaiki angkot. Farha tak mengizinkan Aisyah memakai motor, selain belum memiliki sim. Motor yang ada dia pakai untuk bekerja. 

"Kak, apa pak Angga galak jika di kantor? katanya kalau CEO itu galak dengan bawahannya?" Tanya Azalea yang duduk di sampingnya.

"Kau tahu dari mana hal seperti itu?"

"Dari novel on line lah, kan banyak tuh cerita di novel kalau CEO itiu terkenal dengan jutek, cuek, galak plus dingin." Kekeh Azalea.

Aisyah pun tertawa, aneh sendiri dia dengan perkataan adiknya, sepenuhnya tidak juga salah ada benarnya, Aisyah kembali mengingat pertemuannya kemarin. Jika, Angga memang terlihat seperti CEO yang dingin dan jutek.

"Kak... Kok melamun sih?"

"Maaf, Kakak hanya membayangkan kata-katamu tadi, sepertinya... pak Angga itu sedikit jutek." Bisik Aisyah.

Kedua nya tertawa geli. Tak lama, Azalea turun karena posisi sekolah nya lebih dekat, dia melambaikan tangan dan di balas oleh Aisyah. Masih sangat dia ingat, pertemuannya dengan Angga ada di sekolah Patriot, sekolahnya kini berkembang pesat karena adanya donatur tetap, banyak siswa yang mendapat beasiswa khususnya bagi yang kurang mampu.

Aisyah menarik nafas panjang, masih ada sekitar dua puluh menit dia akan sampai di Daffa Furnitur, tapi jantungnya terus berdetak lebih kencang, entah apa yang membuatnya gugup, yang pasti Aisyah ingin menghindari tatapan Angga, dia tak ingin terpesona dengan wajah tampan sang pemimpin.

---

Aisyah memperbaiki jilbabnya di toilet, saat tiba tadi dia langsung berjalan ke toilet, tiba-tiba saja perutnya ingin buang air, setelah itu dia memperhatikan pantulan dirinya di kaca, dia memasang wajah ceria dan mencoba tersenyum terbaiknya.

"Semangat, Aisyah. Ini hari pertamamu kerja, jangan kecewakan ibumu." Lirih Aisyah menyemangati dirinya sendiri.

Setelah membuang nafas berlahan, dia pun menuju ruangan di lantai tujuh, Tadi resepsionis sudah memberitahunya jika Pak Reno dan Buk Mita menunggunya di salah satu ruangan di lantai tujuh.

Saat menaiki lift, dia memperhatikan karyawan-karyawan disana, pakaiannya santai tapi terlihat rapi, lalu dia kembali melihat busana yang dia pakai.

'Not bad,' Guman Aisyah.

Aisyah tersenyum kepada semua karyawan yang menyapa, dengan percaya diri Aisyah memasuki lantai tujuh, suasanya begitu hening, semua karyawan sudah masuk ke ruangan masing-masing. Satu persatu papan nama di dean ruangan dia baca, Bagian Keuangan, Manager, Sekretaris dan Ruangan CEO. Aisyah tertegun. Kenapa hanya ada empat ruangan saja. Sedangkan semuanya masuk di ruangan Keuangan. Aisyah bingung untuk masuk ruangan yang mana, di ujung sana tertulis ruang rapat. Aisyah pun berjalan, namun langkahnya terhenti saat namanya di panggil.

"Aisyah.." Sapa Reno.

Aisyah gelagapan, dia menunduk memberi salam, "Maaf, Pak. Saya belum tau di ruangan mana, jadi hanya melihat-lihat saja." Aisyah takut dianggap tak sopan karena mendekati ruangan CEO yang berdekatan dengan ruang rapat.

Reno tersenyum memandang sikap Aisyah, dia perhatikan gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

'Pantas saja Angga kepincut, gadis ini begitu sopan. Ara harus tau jika adiknya sudah ada gadis yang diincar.' Batin Reno.

"Apa kau sudah tau ruanganmu?" Tanya Reno memcah keheningan.

Aisyah menggeleng, "Tadi, kata resepsionis, saya hanya disuruh untuk ke lantai tujuh bertemu dengan bapak dan bu Mita." Jawab Aisyah masih menunduk.

"Jangan sungkan begitu, mari ku antar ke ruanganmu." 

Aisyah mengikuti langkah sang Manager, bola matanya terbelalak saat Reno membuka ruang sekretaris, posisinya tepat di samping Ruangan Angga, dan ruangan itu di batasi kaca, Jadi Angga bisa melihat kegiatannya.

"Ini ruanganmu, kau tunggu saja disini, sebentar lagi Mita akan datang menjelaskan apa saja apa yang harus kau lakukan." Kata Reno.

"Hmm... Maaf, Pak. Saya kerjanya apa ya, Pak?" Tanya Aisyah polos.

Reno tersenyum, dia lupa jika Mita belum memberi tahu posisinya.

"Kamu akan menjadi sekretaris Pak Angga."

Aisyah terdiam, 'Apa aku salah dengar ya?' Batin Aisyah.

"Apa bapak tak salah?" Tanya Aisyah.

Reno pun terkekeh, kini nampak jelas dari segi mana Angga bisa menyukai gadis lugu ini, "Ya, apa perkataanku tadi kurang jelas? Kau akan jadi sekretaris pribadi pak Anga. Ini permintaan beliau langsung. Jadi, bekerjalah dengan benar, jika tidak... Aku langsung memecatmu."

"Siap, Pak. Aku akan bekerja dengan baik." Ucap Aisyah sambil berdiri lalu membungkuk.

Reno menahan tawanya, 'Benar-benar gadis lugu, tapi... dia sangat cerdas. Di hari pertamanya, dia datang sebelum Bocah tengik itu tiba.'

Reno meninggalkan ruang sekretaris dan menuju ruangan Angga, dia menutup tirai untuk sementara sampai Angga dan Sebastian datang. Reno menelpon seseorang dengan tawa, siapa lagi jika bukan Ara, kakak Angga yang saat ini fokus sebagai seorang ibu rumah tangga.

"Kau tenang saja, Ara. Bapak akan terus mengawasi bocah itu," Kata Reno menutup panggilan.

Disisi lain, Angga mencebik kesal karena dia datang terlambat, karena memikirkan Aisyah dia tak dapat tidur dan bangun kesiangan, sedangkah Sebastian hanya tertawa melihat kelakuan Angga. Seperti biasa hari ini Angga memakai baju Kemeja hitam, lengan dia gulung sampai siku, dengan memakai kaca mata hitam Angga memasuki kantor.

Securty dan resepsionis sudah menunggu dan menyapa keduanya.

"Apa karyawan baru itu sudah datang?" Tanya Angga membuat Sebastian mengernyit.

Resepsionis itu mengangguk.

Semenjak kapan bosnya perhatian dengan karyawan baru, Ah, baru dia ingat jika karyawan baru adalah sekretarisnya. Sebastian berjalan lebih dulu dan menekan tombol lift, keduanya masuk lift khusus CEO, dan menekan angka tujuh.

Angga memasang senyum terbaiknya saat di dalam lift, dia ingin terlihat tampan tanpa cela di hadapan Aisyah, bagaimanapun Angga ingin menjalankan misinya. 

"Sudah tampan, Bos. Biasa aja kali," Celetuk Sebastian saat Angga menyugar rambutnya agar terlihat rapi.

"Apa tubuhku sudah wangi?" Tanya Angga tak memperdulikan perkataan asistennya itu.

"Sudah, Bos. Aman."

"Kau harus membantuku, Tian. Ingat, ini rahasia kita berdua, jangan sampai Om Reno tau. Jika sampai bocor akan ku potong gajimu."

Sebastian menelan salivanya, tadi malam sepanjang perjalanan Angga menjelaskan rencana konyolnya, ya bagi Sebastian rencana itu sangat konyol, tapi mau tidak mau dia harus menuruti kemauan Angga, jika tidak dia akan di usir dan di potong gaji. Sebastian mendengus dengan kesal, bos nya itu selalu saja memaksa sesuka hati.

Sesampainya di ruangan, betapa terkejutnya mereka karena om Reno sudah duduk manis disana.

"Kenapa melongo begitu? Kan sudah biasa aku menunggumu terlebih daulu. Lagian tumben, terlambat sampai jam sembilan." Kata Reno dengan sedikit marah.

"Hmm... Biasa, Om. Tadi malam begadang." Ucap Angga santai.

Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu.

'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.' Batin Angga.

Sebastian dan Om Reno saling lirik melihat Angga yang senyum-senyum sendiri tak seperti biasanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status