Share

5. Cukup dengan mengawasi

"Kalau cinta, Hargai dan biarkan bertumbuh. Sebab cinta bukan tentang memiliki akan tetapi tentang menghargai."

***

"Kenapa melongo begitu? Kan sudah biasa aku menunggumu terlebih dahulu. Lagian tumben, terlambat sampai jam sembilan." Kata Reno dengan sedikit marah.

"Hmm... Biasa, Om. Tadi malam begadang." Ucap Angga santai.

Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu.

'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.' Batin Angga.

Sebastian dan Om Reno saling lirik melihat Angga yang senyum-senyum sendiri tak seperti biasanya.

"Kau sehat, Nak?"

Angga terkesiap, tak seperti biasanya Reno memanggilnya dengan 'Nak', jika kata itu keluar maka ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, atau Reno mengetahui sesuatu yang sedang dia sembunyikan.

"Hmm... Alhamdulillah aku sehat, Om."

"Kalau sudah cinta bilang aja sih. Nggak usah disembunyikan, jadi bisul nanti. Kasian Om lihat kamu cengar cengir seperti orang tak waras."

"Astaghfirullah, Om. Aku ini waras. Tenang deh, hatiku masih kuat menahan segala rasa." Jawab Angga santai.

Reno hanya menghela nafas, ponakannya memang selalu begitu. "Ok, Om percaya padamu, jangan sampai kegilaanmu itu merusak reputasimu sebagai CEO."

Angga mengancungkan jempol, dia tersenyum. Hari ini hatinya merasakan kebahagiaan, hanya karena Aisyah sudah mulai bekerja.

Di samping Reno, Sebastian masih sibuk menyusun ulang jadwal rapat, karena tiba-tiba saja Ara ingin menghadiri rapat tersebut. Asisten Angga itu mulai curiga, jika Om Reno memberi tahu Ara tentang Ara. Jadi, dia ingin datang saat rapat nanti. Sesuai arahannya, akhirnya Sebastian merombak ulang jadwal yang seharusnya di adakan hari ini.

"Apa yang sedang kau lakukan, Tian? Tumben sibuk amat."

"Hmm... Big bos mau ikut rapat, Om. Dia minta jadwal di rombak. Entah ada angin apa dia kekeh mau datang ke perusahaan." Jawab Sebastian yang fokus depan layar.

Angga yang mendengarnya langsung terbelalak, dia memicing tajam pada Om Reno yang hanya tersenyum simpul. Angga yakin ada yang tidak beres.

Saat Om Reno sudah keluar, Angga langsung mendekati Sebastian, dia melirik layar putih itu, benar saja jadwal rapat yang seharusnya siang ini di adakan diundur esok hari.

"Kenapa kau tak beri tahu aku dulu, aku CEO di perusahaan ini."

Sebastian menoleh acuh tak acuh, "Tapi, Ara memiliki kuasa penuh atas perusahaan ini, Bos. Aku takut di suruh push up dua ratus kali dengan suaminya itu. Pokoknya, kau terima saja jika rapat di undur esok hari."

"Tumben nggak kasih kabar dulu," Lirih Angga.

Sebastian hanya angkat bahu saja, dia pun tak mengerti. Tadi pagi, tiba-tiba saja Rayyan suami Ara menghubunginya, menanyakan kabar dan kesibukan Angga, saat Sebastian menjelaskan jika hari ini mereka akan rapat tentang roling karyawan, Ara ingin memantau dan ikut rapat. Tentu saja, Sebastian hanya pasrah, dan mengikuti kemauan Ara. Jika tidak, Rayyan akan menghukumnya, bisa-bisa gajinya akan di pangkas.

Angga memainkan ponsel dan mengirim pesan pada kakaknya,

[Ada sesuatu kah? sampai tiba-tiba ingin ikut rapat?]

Tak butuh waktu lama, Ara membalas pesannya.

[Aku hanya penasaran dengan karyawan baru, lagi pula bukannya bulan ini memang sudah waktunya aku menjengukmu. Kau itu tetap adik kecilku, Angga. Tak usah curiga deh.] Jawab Ara

[Apa si Boy Fathan akan ikut? aku merindukan anak itu ]

[Tentu saja ikut, aku tak akan tega meninggalkan nya sendiri di rumah dengan pengasuh.]

[Benar sekali, jangan pernah kakak tinggalkan dengan pengasuh, setelah melihat berita yang viral aku jadi was was, Fathan juga di siksa.]

[Insyaallah tidak, kan kita sudah meletakkan CCTV, insyaallah aman, hanya saja... jika untuk meninggalkan nya aku juga tak berani, bukan tak percaya hanya jaga-jaga saja.]

Angga terdiam, dia menatap layar putih itu. Kakaknya memang memilih memakai jasa pengasuh untuk anak tunggal nya, tapi dia tak pernah meninggalkan nya sendiri, pengasuh hanya membantu menyiapkan segala keperluan untuk keponakannya itu. Tiba-tiba saja, Angga menjadi lemas.

Sepertinya misinya akan gagal, jika esok kakaknya akan datang. Dia masih malas di tanya tentang pernikahan. Tiba-tiba saja, terbesit ide gila di benaknya.

Angga menjentikkan jari, sampai membuat Sebastian terkejut.

'Ide brilian... Ah, aku ini memang cerdik.' Guman Angga lagi.

"Apa kau sudah gila, bos?"

"Ya, sedikit." Jawab Angga menyeringai.

Membuat Sebastian begidik ngeri, ini tak seperti Angga biasanya.

"Apa kau kesambet jin ifrit? ah, cinta memang membuatmu gila. Jangan sampai image cool mu itu luluh lantah hanya karena seorang gadis." Ucap Sebastian.

"Aku tak seperti itu, Tian. Hanya di hadapanmu saja aku seperti ini, di depan karyawan... tentu saja aku menjaga wibawa ku. Kau sudah hafal tabiatku."

"Tapi, kali ini kau berbeda. Begini nih, kalau cinta terlalu lama di pendam, saat mangsa ada di depan mata membuatmu mabuk kepayang."

Angga hanya terkekeh, dirinya pun merasa aneh, tapi Angga tak menghiraukan ocehan Sebastian, dia kembali sibuk dengan gawainya, mengecek kembali pekerjaan yang sempat tertunda.

Dia tak ingin ada kesalahan dalam laporan esok hari, karena Ara adalah wanita paling jeli di muka bumi.

Angga melirik ke ruangan Sekretaris, terdengar pintu terbuka, dengan cepat Angga membuka ponsel, CCTV sengaja dia sambungkan ke ponsel, agar mudah mengawasi.

Bibirnya membentuk senyuman, dia melihat Aisyah datang dengan membawa tas berwarna hitam, memakai baju blous warna senada. Penampilan sederhana tapi mampu membuat Angga terpesona.

'Ini namanya obat semangat gratis, tak perlu healing, jika lelah cukup pandang CCTV dan melihat wajahnya yang imut itu.'

---

Aisyah melirik kanan kiri, lalu menoleh pada arah jarum jam, dia menghela nafas, karena jalanan macet di hari pertama kerja dia datang terlambat, untung saja Hanum juga datang terlambat.

Keduanya datang bersamaan, lalu berpisah, jika Hanum di lantai enam, maka Aisyah di lantai 7.

Aisyah membuka laptop diatas meja kerjanya, tadi sebelum masuk, Mita sang asisten manager sudah memberitahu pekerjaannya hari ini, Aisyah pun tersenyum, dirinya sudah bertekad, jika harus menampakkan sisi terbaiknya di hari pertama kerja.

Gadis itu kembali membuka catatan, mulai dari jadwal rapat, menu kesukaan Angga, minuman sampai kebiasaan-kebiasaan yang tidak di sukai Angga. Aisyah mengernyitkan dahi saat membaca makanan favoritnya.

'Bakso Urat di warung Mang Ujang di ujung lampu merah simpang tiga Braga.' Guman Aisyah.

"Widih, kirain pak Angga tak suka makan yang begituan."

Aisyah kembali membaca catatannya, lalu melirik jam tangan kembali.

"Masih ada waktu dua jam untuk pesan makan siang pak Angga, sebaiknya aku mempelajari pekerjaanku dulu, apalagi besok rapat dengan petinggi perusahaan, aku tak mau mengecewakan pak Angga." Lirih Aisyah tersenyum.

Di dalam ruangan, Angga pun tersenyum, seakan ada magnet tersendiri yang menarik dirinya untuk terus menatap Aisyah dari layar.

Dia terus memperhatikan Aisyah yang sibuk dengan buku catatannya.

"Apa sih yang dia baca, serius amat, belum juga di kasih tugas udah pusing." Lirih Angga.

Lelaki itu pun menoleh pada asisten pribadinya.

"Apa kau sudah memberi tugas pada Aisyah?"Tanya Angga.

Sebastian menggeleng, "Aku ini tak sepertimu, bos. Tak akan aku siksa karyawan baru, aku sudah memberi tahu Mita, jika hari ini Aisyah hanya mempelajari pekerjaanmu, keperluanmu, makan siangmu dan..."

Angga memicing tajam, "Dan apa?"

"Dan memberi tahunya jika kau itu bos galak dan keji." Kekeh Sebastian.

"Dasar gila."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status