'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'
---
"Apa sih yang dia baca, serius amat, belum juga di kasih tugas udah pusing." Lirih Angga.
Lelaki itu pun menoleh pada asisten pribadinya."Apa kau sudah memberi tugas pada Aisyah?"Tanya Angga.Sebastian menggeleng, "Aku ini tak sepertimu, bos. Tak akan aku siksa karyawan baru, aku sudah memberi tahu Mita, jika hari ini Aisyah hanya mempelajari pekerjaanmu, keperluanmu, makan siangmu dan..."Angga memicing tajam, "Dan apa?""Dan memberi tahunya jika kau itu bos galak dan keji." Kekeh Sebastian."Dasar gila." Umpat Angga.Kali ini dia mengalihkankan pandangannya, dia tak ingin terlalu lama memandang Aisyah, demi keamanan hatinya yang mulai tak wajar.
DI meja kerjanya Aisyah terus mempelajari jadwal-jadwal rapat dan pertemuan Angga dengan perusahaan lain, kemudian dia tulis di buku kecil pribadinya, dia tulis dengan lengkap, jadwal makan, istirahat, keperluan sampai minuman favorit bos barunya.
Aisyah menikmati hari pertamanya dengan ceria.
"Alhamdulillah, hari pertama yang menyenangkan." Guman Aisyah.
Baru saja dia merenggangkan tangannya, alarm berbunyi. Aisyah menatap ponsel hitamnya.
"Waktunya pesan makanan."
Dengan cepat gadis itu memesan Steak dengan sayur cap cay tak luma minuman jus jeruk, Mita sudah memberi nomor kontak Cafe Bahagia, tempat favorit Angga.
Tak menunggu lama, pesanannya pun sampai, saat Aisyah membuka dan menyusunnya di piring air liurnya seakan hendak keluar, baunya sangat menggugah selera.
"Dari baunya saja sudah enak, pasti mahal nih." Lirih Aisyah.
Setelah menyusun makanan dengan Rapi, Aisyah menuju ruangan Angga.
Dia mengetuk pintu, saat membuka terlihat Angga yang sedang sibuk dengan notebooknya.
"Maaf, Pak. Makan siang sudah siap." Ujar Aisyah pelan.
"Ya, Kau letakkan saja di situ, sebentar lagi akan saya makan." Ucap Angga dingin.
Angga pun menoleh, dia memperhatikan Aisyah membawa nampan yang berisi makanannya, sampai Aisyah meletakkan di atas meja Angga masih meliriknya.
Aisyah hanya melirik sekilas, lalu dia kembali keluar, "Ish, Jutek amat sih pak Angga." Lirih Aisyah.
---
Angga membereskan pekerjaannya, lalu menggulung lengan bajunya, diliriknya jam sudah masuk waktu shalat Dzuhur, dia masuk ke ruangan pribadinya, shalat terlebih dahulu. Setelah itu dia kembali duduk di sofa.
Melihat sajian makanan di piring bibirnya tersenyum. Baru kali ini, ada seseorang yang menyiapkan makanan dengan begitu rapi, jika Mita atau Sebastian pasti masih di dalam box makanan.
Dengan pelan Angga menikmati Steak tenderloin, dia memejamkan matanya sesekali tersenyum. Saat ini, dia merasakan makanan itu tidak hanya lezat tapi... sangat berkesan.
"Apa aku harus menggunakan kekuasaanku untuk mendapatkannya?" Pikir Angga, "Ah... sadar Angga, kau harus mengujinya terlebih dahulu, tak baik memaksakan cinta." Lirihnya lagi.
Pikiran dengan hatinya tak selasar, membuat Angga tertawa geli.
"Selama ini aku hanya mengamatinya dari jauh, rupanya saat dia dekat jantungku semakin tak aman saja." Guman Angga.
Tak terasa sampai makanannya habis, Angga masih berbicara sendiri tentang Aisyah, gadis yang selama ini menempati hatinya. Namun, karena gengsi Angga tak ingin mengakui perasaannya itu.
---
"Duh, sudah jam empat sore, tapi pak Angga belum pulang juga, bagaimana ya? Apa aku izin pulang saja." Guman Aisyah bingung.
Sebelumnya, Mita sudah memberi tahu jika jam kerjanya hanya sampai jam empat sore, namun dia enggan pulang karena Angga masih di dalam ruangan, tak sopan rasanya meninggalkan atasannya pulang.
Aisyah berjalan mondar-mandir, sesekali mencoba mengetuk pintu, tapi dia mundur, maju lagi, lalu mundur lagi, bimbang tentu saja, apalagi Aisyah baru pertama kerja, dia takut dianggap lancang karena ingin pulang terlebih dahulu.
"Aku tunggu sampai setengah lima deh, mungkin saja pak Angga masih ada pekerjaan."
Pada akhirnya, Aisyah kembali duduk di kursinya. Karen tak ada yang harus dia kerjakan, Aisyah pun menscroll akun mendia sosial, membaca berita termasuk hobi Aisyah.
"Ya Tuhan... Kasian sekali anak ini di siksa, memang biadab nih baby sitter, sudah di gaji besar, sudah dianggap saudara, tapi malah menikam, dengan menyiksa anak majikannya. Kalau aku yang jadi ibunya sudah ku tarik tuh rambut perempuan. Beraninya sama anak kecil saja." Umpat Aisyah.
Dia kembali membaca berita yang sedang viral, hatinya ikut geram melihat pengasuh yang bekerja sesuka hati apalagi sampai melukai anak kecil. Baginya, pelaku penyiksaan seperti itu harus di hukum berat.
"Semoga saja aku mendapatkan suami yang baik, kalau begini aku ingin jadi ibu rumah tangaa saja." Lirih Aisyah.
"Emangnya kamu sudah ada calon?"
Deg.
Suara Angga mengejutkan Aisyah, sampai ponselnya terlepas dari tangannya. Entah kapan bosnya itu berdiri di belakangnya.
"E... e... maaf, Pak. Ini... geram saja karena melihat berita yang sedang viral." Jawab Asiyah gugup.
Dia menunduk untuk menyembunyikan rasa malunya.
"Kamu baca berita apa sampai geram begitu?" Tanya Angga lagi.
Pokoknya Angga akan terus mencari topik agar pembicaraannya tak berhenti, dia ingin mendengar suara lembut sekretarisnya itu.
"Hmmm, ini kasus penganiayaan anak yang di lakukan pengasunya, Pak."
"Menurutmu, sebagai orang tua harus bagaimana? mengasuh dengan bantuan anak atau tidak?" Tanya Angga lagi. Dia ingin tau tingkat kecerdasan Aisyah.
Gadis itu mendongak menatap wajah atasannya sekilas.
"Kalau saya pribadi, inginnya mengasuh anak sendiri, pak. Bagaimanapun sekolah pertama bagi anak adalah kita ibunya. saya ingin mendidik anak-anak dengan cara saya sendiri, meskipun ada pengasuh, hanya untuk membantu menyiapkan keperluan saja."
Angga manggut-manggut.
'Wanita dan calon ibu idaman banget nih. Tak salah aku mengintainya sejak lama.' Batin Angga.
"Lalu... Bagaimana dengan karirmu? Apa kau tak ingin mengejar karir?" Tanya Angga lagi, dia pun duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Aisyah.
"Kalau memang suami saya nanti bisa mencukupi, menafkahi kebutuhan kami, saya rasa tak perlu mengejar karir, Pak. Untuk apa mengejar karir, jika anak-anak tak mendapatkan pendidikan yang bagus."
"Kan kita bisa memasukkan anak ke sekolah unggulan? rasanya... itu tak masalah."
"Hmm... Maksudnya, pak?"
Angga terdiam, dia menyadari kesalahan dalam ucapannya, mungkin Aisyah bingung dengan kata 'Kita' yang keluar dari mulut Angga.
"Ah, tidak lupakan saja. Sepertinya kau suka melihat berita di Medsos."
"Sedikit, pak. Saat di waktu luang saja. Apa saya sudah boleh pulang, Pak?" Tanya Aisyah.
Segan rasanya jika dia harus berlama-lama berbicara dengan atasanya, apalagi jam kerja sudah habis, Aisyah tak ingin menimbulkan fitnah di antara mereka.
Angga sedikit kecewa dengan pertanyaan Aisah, kemudian dia pun berdiri dan kembali masuk ke ruangannya, membuat Aisyah melongo.
"Kamu boleh pulang." Titah Angga dingin.
'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'
Aisyah pun merapikan meja kerjanya, dan pulang dengan mengendarai ojek online.
Muka tabung gas apanya sih, orang mukanya ganteng begitu, kaya Lee Min Ho kok. Mbak aja tuh yang rabun matanya, lelaki ganteng di bilang muka tabung gas, aneh.***Angga sedikit kecewa dengan pertanyaan Aisyah, kemudian dia pun berdiri dan kembali masuk ke ruangannya, membuat Aisyah melongo."Kamu boleh pulang." Titah Angga dingin.'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'Aisyah pun merapikan meja kerjanya, dan pulang dengan mengendarai ojek online.Sesampainya di rumah, Aisyah langsung membersihkan diri, lalu berbaring di atas kasur, merebahkan tubuhnya yang mulai letih.' Baru hari pertama, sabaaar... bener kata mbak Mita, kalau pak Angga itu super jutek, pokoknya dia itu dispenser, titik!!!' Batin Aisyah.Entah kenapa, gadis itu mengingat wajah Angga yang cepat berubah, dalam sekejap bisa berubah jutek dan dingin. ---Aisyah terbangun saat alarmnya berbunyi, dia bergerak ke
'Aku tak bisa diam begini, bisa-bisa dia digaet orang. tapi... hari ini pesonanya memang sangat cantik, polesan sederhana tapi memiliki vibe positif, pantas saja dari tadi banyak yang mengamati wajahnya, ini tak bisa dibiarkan.' ***"Saya bukan mengusir, Pak. Tapi....""Saya paham, Ok. Ayoo kita berangkat. Maaf ya, Bu... saya bawa Aisyah hari ini.""Tak apa, Nak. Lain kali mampir kesini lagi," Jawab Wanda ramah."Insyaallah." Angga pun salam dan mencium punggung wanita paruh baya itu.Tanpa menghiraukan Aisyah yang memberengut, Angga keluar dan masuk mobil.'Ish, memang manusia laknat.' Batin Aisyah lagi.Aisyah duduk di belakang kemudi, sedangkan Angga disisi sang sopir. Sepanjang perjalanan Aisyah menyimak pemaparan Angga tentang bahan rapat yang akan dia sampaikan, untuk saja Aisyah selalu membawa buku kecilnya, dia mencatat bagian-bagian pentingnya saja."Hmm, Jadi konsumen lebih suka dengan bahan kayu jati yang mana?" Tanya Aisyah.Dia jadi tertarik membahas tentang kayu jati, s
"Jomblo bukan berarti tak laku, tapi kita sebagai lelaki harus menjaga wibawa kita, jangan seperti play boy, lelaki cerdas itu harus punya taste, agar wanita yang melihat kita klepek-klepek"***"Tante..." panggil Fathan lagi, kali ini dia merenggangkan tangannya minta peluk. "Baiklah," Aisyah memeluk Fathan dengan senang hati. Namun siapa sangka jika Fathan membisikkan sesuatu hingga membuatnya terdiam. "Ssst... ini rahasia kita berdua, tante, Ok!' Ucap Fathan tertawa. Angga yang melihatnya pun mencebik. 'Asli nih bocil, aku saja belum penjajakan dia udah minta peluk aja.' Batin Angga kesal.Fathan berbalik dan menjulurkan lidahnya pada pamannya."Weeek...""Ish, siapa nih yang ngajarin bocil begini?" Tanya Angga pura-pura kesal. Rayyan dan yang lainnya hanya tertawa. "Dia itu seperti mu saat kecil, Angga. Jadi, tak usah kesal begitu." ucap Reno. Aisyah pun tertawa kecil mendengarnya, Sedangkan Angga hanya mendengus kesal. "Sudah-sudah berantem Mulu, Fathan... tak baik menjul
"Apanya yang tak cocok? menolong orang lain itu tidak di lihat dari busanannya, tapi cobalah kau lihat dari hatinya dan dari ketulusannya. Apa salahnya sih nerima pertolongan orang lain? Jangan menyusahkan diri sendiri, saya tulus membantumu""Coba kau fikir, jika kau mengangkat barang sebanyak ini, lalu kau penat dan jatuh sakit, bisa runyam urusannya, pekerjaan akan terbengkalai, kau sekretarisku, jadi... harus tetap sehat." ***Angga memijat pelipisnya, Dia juga tak tahu kenapa sulit sekali membuka hati untuk wanita, setelah berjumpa Aisyah delapan tahun yang lalu. Saat ini Aisyah sudah ada di depan mata, tapi dia ragu untuk mengungkapkan cinta. Aisyah menghela nafas, lalu memejamkan matanya, dari lubuk hatinya yang paling dalam dia ingin sekali mendekati Aisyah. Angga kembali membuka ponsel, sebuah pesan masuk mengabarkan jika Aisyah tak langsung pulang ke rumah. Alisnya mengkerut, "Kemana nih anak orang?"Angga pun beranjak dari duduknya, menyambar jas dan tas kerjanya, lalu m
'Mencintaimu dalam diam adalah caraku, dan memintamu di sepertiga malam adalah usahaku, bagiku kau adalah wanita spesial maka untuk mendapatkanmu juga harus dengan spesial. Aisyah... Ku harap, kau benar-benar jodohku.' ***"Mari masuk, Nak." Ajak Farha."Maaf, Ibu. Bukan saya menolak, tapi saya harus segera pulang."Wanita paruh baya itu pun hanya mengangguk, Angga kembali berpamitan, dia melirik Aisyah yang menunduk dan memilin ujung jilbabnya, Angga tersenyum dan meninggalkan rumah Aisyah.'Ah, begini rasanya jatuh cinta, rasanya aku ingin lebih dekat lagi dengannya' Lirih Angga tertawa kecil.Dia pun menghidupkan musik, mendengarkan lagu favoritnya sambil membayangkan wajah Aisyah yang semakin melekat di pikirannya. Dalam hati, Angga berharap ada keajaiban yang dapat menyatukan cintanya.---Aisyah bangun lebih awal, apalagi hari ini dia harus mengikuti Angga untuk pertemuan dengan relasi bisnisnya dari Bandung, Aisyah membaca jadwalnya hari ini sambil sarapan, lumayan padat dan p
"Tak apa, bukankah ini yang dinamakan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan dan saling membutuhkan, untukmu... aku akan melakukannya,'***"Apa ponselmu itu begitu penting, sampai kau senyum-senyum sendiri," Tanya Angga. Aisyah terkesiap, "Ma-maaf, Pak, saya hanya sedang membalas pesan ibu," Dusta Aisyah. "Pesan apa sampai membuatku tersenyum seperti itu?" "Hmm... Alhamdulillah Risol hari ini habis, Pak," Lirih Aisyah. "Ooo..." Sebastian hanya geleng-geleng kepala, 'Dasar nih, Bos. Malu-malu kucing, bilang aja cemburu sama HP,' Dalam diam Angga menyembunyikan debar di hatinya.---Aisyah memperhatikan poin-poin penting dari hasil pertemuan hari ini, gadis itu mengusap wajahnya gelisah."Ya Allah, begini rasanya jadi sekretaris, harus jeli rupanya, semangat Aisyah kita ulang lagi dari awal." Lirik Aisyah menyemangati diri sendiri. "Desain furniture sudah... perjanjian kerjasama sudah... harga sudah... pesanan sudah... Alhamdulillah sudah beres." Aisyah meletakkan penanya d
Sebagai lelaki sejati, dia tak ingin melihat wanita yang dia cinta tersakiti, apalagi sampai menangis, menjaga hati wanita sangatlah tak mudah, butuh kehati-hatian, karena hati wanita lembut, meski diluar nampak ceria tapi jika di cuekin tetap saja hatinya sedikit sakit.***"Bismillah... Semoga ini menjadi awal yang baik," Guman Angga. Malam ini, Sebastian pun mendampingi Angga, sebagai Asisten pribadinya Sebastian tak ingin terjadi hal-hal yang tak di inginkan. Sebastian berhenti tepat di lobi Rayyan Mall, disana Mita dan Aisyah sudah menunggu. Dengan gugup Aisyah memandang Angga yang keluar dari mobil, kedua mata nya bersitatap dengan Angga, dan..."Ya Tuhan... Betapa indah ciptaanmu, wanita yang begitu memikat hati, dia... seperti bidadari." Batin Angga terpesona.Hanya beberapa detik, Angga memperhatikan Aisyah, kemudian menunduk, begitu juga dengan Aisyah, gadis itu berjalan berlahan dengan pandangan mata tetap di bawah, Aisyah melangkah dengan ragu, malam ini dia bukan hanya
Angga menghela nafas sekali lagi. Entah kenapa di depan Aisyah dia selalu saja lemah, lelaki itu tak bisa melihat wajah Aisyah yang sedih. Angga pun menghidupkan mesin dan menjalankan mobilnya kembali, kali ini dia tak ingin banyak bicara, karena Angga tahu, apa yang di lakukannya malam ini salah, seharusnya Angga ingat waktu, karena Aisyah adalah wanita baik-baik yang tak pernah keluar malam.Sedangkan Aisyah malah merasa bersalah pada atasannya, tadi dia begitu kesal, namun mendengar Angga mengucapkan kata 'Maaf' hatinya tercubit."Maaf..." Lirih Aisyah, gadis itu menunduk sambil memilin jilbabnya. Hening...Ada yang teremas di dalam sana, Nyeri hati bagai ditusuk pisau saat melihat Aisyah menunduk dengan wajah lesu, sekali lagi Angga menghela nafas panjang, dia sadar bahwa dirinya yang harus menurunkan ego. 'Benar kata Om Reno, aku masih sangat miskin tentang wanita.'---"Langsung tidur ya, jangan lupa cuci tangan, cuci muka dan gosok gigi." Pesan Angga.Suaranya terdengar lebih