LOGINAlisya berdiri di dalam sebuah ruangan yang cukup luas yang akan menjadi kamar tidurnya mulai sekarang. Kamar dengan dominasi warna putih itu terlihat bersih dan rapi. Katanya, kamar itu awalnya ditempati oleh anak sulung Sarah. Namun karena anak Sarah tersebut sudah memiliki tempat tinggal sendiri, maka kamar itu menjadi milik Alisya mulai sekarang.
Ada sebuah ranjang berukuran king size di tengah ruangan. Lalu sebuah lemari kayu besar, sofa panjang berwarna merah marun, meja kaca kecil, dan karpet bulu yang lembut. Alisya ditawari banyak hal oleh ibu tirinya. Katanya, dia hanya perlu mengatakan saja apa yang dibutuhkan. Well, Alisya bersyukur ibu tirinya baik dan bisa menerimanya dengan baik juga di rumah itu. Semoga saja kebaikan ibu tirinya itu tulus, dan tidak berubah. Alisya menyeret koper hitamnya mendekati lemari. Lalu dia mulai menata pakaiannya di sana. Alisya memang membawa sedikit barang dan pakaian, hingga lemari raksasa itu masih memiliki banyak ruang yang kosong. Mungkin besok dia akan mulai membeli beberapa potong pakaian lagi. "Alisya, kamu butuh bantuan gak?" Alisya menengok ke arah pintu dan melihat sosok Alvina, anak bungsu Sarah yang juga anak perempuan Sarah satu-satunya. Gadis seusia Alisya tersebut masuk ke dalam, dan memperhatikan Alisya yang sedang beres-beres. "Nggak kok. Ini sedikit lagi juga selesai," jawab Alisya ramah. Alvina mengangguk kecil mendengar itu. Tak langsung pergi, Alvina malah duduk di pinggir ranjang seraya melihat sekeliling. "Aku senang kamar ini memiliki penghuni lagi. Kamu tahu, Sya? Ayah mencat ulang kamar ini khusus untukmu loh. Ya, aku juga setuju sih karena kamu pasti juga gak akan mau nempatin kamar dengan suasana yang suram dan gelap." Alvina menjelaskan tanpa Alisya minta. Namun karena mendengar itu, Alisya jadi penasaran. "Suram dan gelap?" tanya Alisya heran dan penasaran. Alvina pun mengangguk dengan yakin. "Kamar ini sejak awal ditempati oleh Kak Andra. Dan ya, banyak orang bilang Kak Andra itu sosok yang misterius. Seleranya itu sangat membosankan bagi kebanyakan orang. Kak Andra itu suka dominan warna hitam atau abu-abu. Yang gelap-gelap gitu. Makanya selama Kak Andra tinggal di kamar ini, aku juga jarang berkunjung. Selain suasana kamar yang kurang aku suka, pemiliknya juga sedikit galak." Alisya manggut-manggut kecil mendengar itu. Alisya memang tak meminta Alvina untuk bercerita. Tapi, sedikitnya dia jadi tahu sifat kakak tiri tertuanya di sana sekarang. Misterius. Seperti yang Alvina katakan. "Aku senang mendengarnya. Aku harap bisa mengenal kalian semua dengan baik." Alisya berucap. Alvina tersenyum lebar mendengar itu. "Pastilah. Sekarang kita tinggal bersama," balas Alvina. Setelah mengatakan itu, Alvina pun berpamitan untuk pergi. Meninggalkan Alisya sendirian, yang kebingungan harus melakukan apa. Cukup lama Alisya hanya duduk diam di pinggir ranjang dan melamun. Dia masih kepikiran dengan sikap Axel yang tiba-tiba jadi cuek padanya. Alisya juga masih merasa bersalah karena melanggar janji masa kecilnya dulu pada Axel. Janji kalau dia tak akan pergi kemana-mana dan mereka akan selalu bersama. Tapi, memang fakta kalau masa depan tak bisa diramal. Keinginan untuk pindah ke Jakarta sangat kuat dalam diri Alisya. Lagi pula, dia sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri. Dan lagi, dia tinggal bersama dengan ayah kandungnya. Bukan dengan orang asing. Satu lagi alasan Alisya pergi dari Yogyakarta adalah karena dia ingin Axel mulai memikirkan diri sendiri. Tiga tahun lalu, Alisya pernah tak sengaja mengetahui pertengkaran Axel dengan mantan pacarnya. Mantan pacar Axel protes karena Axel selalu mendahulukan Alisya saat kondisi apapun. Dan Axel berkata, Alisya akan selalu jadi prioritas utamanya. Bukan Alisya tak tahu diri dengan segala kebaikan dan perhatian dari Axel, hanya saja Alisya ingin Axel menjalani hidup tanpa harus repot memikirkan dirinya. Axel tak perlu lagi menjemput dirinya pulang dari sekolah, sampai membatalkan makan siang dengan pacarnya. Axel tak perlu lagi mengantarnya saat malam hari dia akan pergi, sampai rela membatalkan jadwal kencan. Axel sudah terlalu banyak mengorbankan waktu selama ini. Dan Alisya janji, mulai sekarang dia akan mandiri. *** Malam hari, setelah selesai makan malam Hendra memanggil seluruh anggota keluarganya untuk berkumpul. Hendra akan membahas masalah pendidikan si kembar tiga, juga Alisya. Andra, Rama, dan Radit pun dipaksa untuk ikut dalam pembahasan ini. Walau Andra dan Rama terlihat sangat keberatan. "Sya, maaf jika ayah dan ibu sibuk dan jarang ada di rumah. Mereka bertiga sudah paham kesibukan kami, dan harap kamu juga memaklumi." Hendra mulai berbicara seraya menunjuk si triplets. "Alvian, Alvina dan Alvino akan masuk kampus yang sama. Sedangkan kamu memilih kampus yang berbeda dari mereka. Ayah tak masalah dengan itu. Tapi mungkin, ayah tak bisa mendampingimu untuk mendaftar ke sana nantinya," ujar Hendra. "Alisya, kamu yakin dengan pilihanmu kan? Apa kamu tak mau berubah pikiran? Kalau satu kampus dengan Alvina, nanti kalian bisa selalu berangkat bersama," ucap Sarah. Mendengar itu Alisya langsung menggeleng. "Tidak, Bu. Sejak lama aku sudah memikirkan ini dan aku sangat ingin masuk kampus ini. Tak apa aku sendirian. Nanti pasti juga punya teman," balas Alisya. Sarah mengangguk kecil mendengar itu. Dia hanya memberi penawaran saja. "Baiklah. Urusan pendaftaran Vian, Vino, dan Vina akan diurus oleh Radit karena kebetulan Radit mengajar di sana. Sedangkan Alisya akan didampingi oleh-" "Aku ada pemotretan besok. Dan ini penting sekali karena modelku akan segera pindah dari sini." Rama memotong perkataan Hendra dengan tak sopan, menunjukkan dirinya yang memang tak mau mendampingi Alisya ke kampus besok. Dan kini, pandangan semua orang terarah pada Andra yang hanya diam saja tak bersuara sejak tadi. "Andra?" Hendra bertanya, menyebut nama anak tirinya tersebut. Andra terlihat enggan, namun tetap mengangguk. Dia selalu diperingati oleh ibunya untuk bersikap baik pada sang ayah tiri yang sudah baik sekali padanya. "Baiklah. Alisya, besok Andra yang akan mendampingimu ke kampus. Untuk urusan lain, kamu juga bisa minta bantuan Andra saja karena Andra itu, seperti bendahara keluarga ini." Sarah tertawa kecil saat mengatakan itu, membuat Andra memicingkan mata tak suka. Sedangkan Alisya merasa ragu sekarang. Apa yang akan terjadi besok jika dia bersama dengan pria itu?Hari ini, Andra dan Alisya sudah berada di kota Yogyakarta. Mereka datang ke sana untuk menengok anak Axel dan Aina yang sudah lahir. Alisya girang sekali saat diberitahu oleh ibunya kalau Aina sudah melahirkan. Hingga Alisya langsung meminta Andra agar mereka segera berangkat ke sana. Aina melahirkan normal, tanpa masalah apapun. Bayinya pun lahir dengan sehat dan selamat tanpa ada yang kurang. Karena tak ada masalah apapun, Aina hanya dirawat satu hari saja di rumah sakit. Esok paginya, dia diperbolehkan pulang oleh dokter. "Ah, jadi keponakanku perempuan ya. Namanya siapa?" Alisya bertanya seraya menatap pasangan orang tua baru yang berada di hadapannya. Sedangkan bayi mereka, ada dalam gendongan Alisya. "Alina Syaqeela Bimantara." Axel menjawab, memberitahu Alisya dan Andra nama anaknya dan Aina. Dia tersenyum lalu menatap istrinya yang berbaring di atas ranjang. "Nama yang cantik." Alisya memuji. Dia mendekati Andra dan membiarkan Andra melihat Alina dari dekat. Andra terseny
Alisya dan Andra berbaring di atas ranjang dengan posisi saling berpelukan. Selimut menutupi tubuh polos mereka dari kaki sampai dada. Namun, Andra malah membiarkan tubuh bagian atasnya tak tertutupi selimut. Dan tentu saja, tangan Alisya terus menggerayanginya. "Bicara apa dengan Aina tadi?" Andra bertanya, seraya memiringkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan sang istri. Tangannya bergerak, merapikan rambut Alisya yang acak-acakan dan lembab karena keringat. "Seperti biasa. Aku menanyakan kabar calon keponakanku saja," jawab Alisya dengan santai. Andra diam mendengar itu, padahal jelas-jelas Andra mendengar semuanya dari awal sampai akhir. "Itu saja? Atau ada yang lain?" Andra bertanya lagi. Alisya langsung mendongak, menatap lekat netra sang suami. Dan sepertinya Alisya paham apa yang dimaksud oleh Andra. "Kami membahas tentang anak juga. Kak Andra mendengar semuanya jadi tak perlu bertanya lagi," ucap Alisya dengan pelan. Gerakan tangannya di dada Andra langsung berhenti sek
Hari sudah malam, dan Alisya sedang duduk di sofa ruang tamu dengan tangan memegang ponsel miliknya. Dia sedang melakukan video call bersama dengan sang kakak ipar, Aina. "Bayinya gimana? Kapan perkiraan lahirnya?" Alisya bertanya dengan tangan mengambil camilan dari dalam toples dan memasukkannya ke dalam mulut. "HPL-nya sih lima minggu lagi." "Wah, bentar lagi dong. Aku gak sabar deh liat keponakanku nanti. Kira-kira nanti mirip siapa ya?" "Yang jelas mirip ayah atau ibunya lah. Masa iya mirip tetangga." Aina mendengus di seberang sana. Alisya yang mendengar itu tergelak. "Kamu bagaimana, Sya? Belum isi?" Kini Aina yang bertanya pada sahabat sekaligus adik iparnya tersebut. Karena tempat tinggal mereka yang kini berjauhan, hanya lewat ponsel saja mereka bisa bertukar cerita. "Belumlah. Baru juga beberapa minggu," jawab Alisya. Aina tersenyum mendengar itu. "Kamu benar. Aku juga menunggu selama tiga setengah tahun sampai akhirnya hamil. Padahal Kak Axel gak pernah pakai penga
Hari demi hari berlalu, kini Andra dan Alisya menikmati kebersamaan sebagai pasangan suami istri. Andra mengambil cuti dua minggu yang dia isi dengan acara bulan madu bersama dengan istri tercintanya. Tidak pergi jauh-jauh, Andra dan Alisya hanya mengunjungi beberapa pantai dan tempat wisata yang terkenal di Indonesia. Setelah selesai masa bulan madu, tentu Andra pun harus kerja seperti biasa. Alisya mulanya merasa keberatan, karena dia masih asyik bersama dengan sang suami sepanjang hari. Namun, mau bagaimana pun juga Andra harus tetap bekerja. Jika dihitung, hari ini adalah minggu ketiga Andra bekerja seperti biasa. Pekerjaannya cukup menumpuk, namun selalu ada Eva yang membantu. Wanita itu masih seperti semula, tak ada yang berubah. Andra pun tak menyesal jadinya memilih Eva sebagai sekretarisnya enam tahun yang lalu. Karena wanita itu tetap cekatan dan kompeten dalam bekerja. "Rapat akan dilaksanakan jam dua siang nanti. Jadi, tak ada jadwal untuk jam istirahat sekarang." Eva m
Andra duduk di sofa dengan punggung menyandar dan mata terpejam. Dia sedang menunggu Alisya yang masih menguasai kamar mandi sejak 30 menit yang lalu. Entah apa saja yang dilakukan istrinya tersebut sampai begitu lama di dalam sana. Andra sudah menunggu sejak tadi, karena dia pun ingin segera membersihkan tubuhnya yang berkeringat. Dengan mandi air dingin mungkin dia bisa sedikit segar. Namun, ya itu. Dia harus menunggu Alisya yang masih berada di sana. Setelah menunggu beberapa menit lagi, akhirnya Alisya selesai. Dia keluar dari kamar mandi memakai jubah mandi dengan rambut yang basah. Karena dirinya sudah selesai, Alisya pun menyuruh Andra untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Andra tak bicara apa-apa dan langsung masuk ke dalam. Saat itulah, Alisya langsung beraksi. Dia berlari mendekati meja rias untuk menyisir rambutnya juga merias wajahnya. Bukan riasan yang tebal, hanya agar terlihat lebih segar saja dan tidak pucat. Alisya diberitahu oleh Aina beberapa hal yang harus di
Andra dan Alisya berada di atas pelaminan dengan posisi berdiri berhadapan. Kedua tangan Alisya berada di bahu Andra, sementara tangan Andra di pinggang sang istri. Mata mereka saling menatap, dengan wajah yang sangat dekat. Keduanya lalu tersenyum, merasa geli dan bahagia secara bersamaan. "Yap. Ganti pose." Rama sebagai fotografer memberikan instruksi. Alisya dan Andra pun sedikit menjauh, lalu melakukan pose yang lain sesuai arahan dari Rama. Sesi foto berhenti sesaat, kala ada tamu datang. Rama pun memberikan waktu untuk pengantin menyambut para tamu, dan dia mengambil kesempatan itu untuk mengambil minum. Rama duduk di kursi, seraya melihat-lihat hasil fotonya. Sumpah, semuanya bagus sekali. Rama takjub juga pada adik dan kakaknya tersebut yang mudah untuk diatur dan tidak kaku hingga hasil fotonya semua bagus. "Wah, fotonya bagus-bagus ya." Rama langsung menengok ke belakang, dan tertawa pelan karena terkejut. Seorang wanita, berdiri di sampingnya seraya ikut melihat hasil







