Jemmy mengangguk. “Kalau begitu, kalian berdua pergi main dulu sana. Aku tidur satu jam. Setelah itu, Reza temani aku untuk main catur.”“Oke!” balas Reza dengan tersenyum datar.Jemmy pergi tidur siang, sedangkan Sonia dan Reza pergi ke halaman belakang.Reza menggenggam tangan Sonia. Cahaya matahari menyinari bola matanya, membuat tatapannya menjadi lembut. “Sayang, akhirnya kita akan menikah juga!”Setelah kedua keluarga saling bertemu, sepertinya masalah pernikahan baru benar-benar ditetapkan. Hatinya juga terasa tenang.Terlihat senyum bening di atas wajah Sonia. “Mahar apa yang kamu persiapkan untukku? Jangan-jangan rumah lagi?”“Iya, ada rumah yang sangat banyak!” Reza menggendong Sonia, lalu menciumnya. “Biar kamu selalu merasakan hal-hal baru.”Daun telinga Sonia terasa panas. Dia berkata dengan suara rendah, “Aku bukan tipe orang yang gampang bosan. Aku cuma menyukai Vila Green Garden.”Reza mengangkat-angkat alisnya. “Setelah mendengar ucapanmu, aku jadi curiga kamu mendekat
Di Kota Atria.Sebelumnya Tommy dan Lysa mengatakan mereka ingin berkunjung ke Kota Atria. Mereka pun menggunakan kesempatan di saat Sonia dan Reza sedang menemani Jemmy melewati Hari Raya untuk pergi mengunjunginya, sekalian membahas masalah pernikahan mereka berdua.Setibanya di Kediaman Keluarga Bina, waktu pun sudah siang. Jemmy juga sudah lama menunggu di depan ruang tamu. Ketika bertemu dengan mereka, tentu saja Jemmy saling menyapa dengan ramah.Saat sedang mengobrol, Indra memasuki ruangan dan berkata bahwa makan siang sudah selesai dipersiapkan. Mereka semua pun langsung beralih ke ruang makan untuk menyantap sajian sembari melanjutkan obrolan.Tommy berdiri untuk menuangkan alkohol kepada Jemmy. Dia berkata dengan suara lembut, “Sonia dan Reza sudah mendiskusikan masalah pernikahan mereka, ditetapkan di tanggal 29 bulan April. Kebetulan hari itu adalah hari ulang tahun Reza. Sonia memang perhatian sekali. Tentu saja kami merasa gembira, tapi kami tetap mesti datang langsung u
Bahkan kenangan juga sudah menjadi noda yang lusuh. Setelah duduk beberapa saat, cokelat di atas meja juga sudah sepenuhnya dingin. Rose pun baru berdiri.Setelah kembali ke studio dan memasuki ruang kerjanya, raut wajah Rose masih kelihatan muram. Tatapan Rose pun kebetulan berpapasan dengan tatapan pria yang duduk di bangkunya.Juno bersandar di bangkunya, lalu mengeluarkan pena untuk memainkannya di tangan. Dia menatap Rose dengan raut tak berekspresi. “Ke mana?”Sepertinya karena kondisi keluarga yang istimewa, Juno pun tidak memiliki teman sejak kecil. Dia tumbuh besar dengan karakter kalem. Biasanya dia juga selalu menunjukkan raut datarnya.Biasanya orang-orang akan takut dengan Juno, tetapi tidak dengan Rose. Berbeda dengan hari ini, Rose malah merasa takut terhadapnya. Dia bagai seorang anak yang telah melakukan kesalahan dan tertangkap basah oleh orang tuanya saja.Ternyata Juno bisa terasa seperti ayahnya Rose bukan karena dia terus menjaga Rose dengan penuh perhatian dan ju
“Percaya atau nggak juga nggak berpengaruh terhadap apa pun. Kalau kamu benar-benar cinta sama aku, sepertinya cintamu juga sudah terlalu telat!” ucap Rose dengan datar, “Aku sudah nggak mencintaimu lagi!”Seandainya bukan karena masalah Ester, meskipun menyadari Devin tidak mencintai diri sendiri, mungkin Rose masih akan memaksakan perasaan ini, berharap usahanya bisa dilihat oleh Devin. Hanya saja, setelah malam Hari Raya waktu itu, hubungan Rose dengan Devin juga tidak memungkinkan lagi.Rose bisa mengambil inisiatif dan juga bisa memendam rasa tidak senang, tetapi dia tidak mengizinkan ada noda di dalam perasaannya.“Tidak mencintaiku lagi?” Devin menatap Rose dengan bingung dan kaget.“Iya, nggak cinta lagi!” balas Rose dengan dingin.Devin kelihatan sangat terluka. “Waktu itu, kamu mengutarakan perasaanmu kepadaku. Kamu bilang kamu sudah mulai menyukaiku sejak kuliah tahun ajaran kedua. Kamu sudah diam-diam mencintaiku selama bertahun-tahun. Aku pun percaya dengan omonganmu.”“Ta
Devin menarik napas dalam-dalam. “Hanya ketemu sekali saja. Setelah aku katakan semuanya, kelak aku tidak akan mengganggumu lagi.”Rose berpikir sejenak. “Oke, kita ketemu sekali. Anggap saja untuk berpamitan.”Sudah seharusnya juga berpamitan dengan masa lalu.Devin segera berkata, “Terima kasih, Rose. Aku lagi di kafe seberang perusahaan. Aku tunggu kamu di sini.”“Emm.” Selesai berbicara, Rose pun mengakhiri panggilan.Setelah duduk tenang di atas bangku, Rose pun memanggil asisten kemari. Dia memberi tahu Shinta bahwa dia akan menemui seseorang di kafe seberang. Jika ada apa-apa, Rose pun akan menghubunginya.Shinta mengira Rose pergi menemui klien. Dia pun segera mengiakan.Rose mengenakan jaket untuk berjalan keluar.Cuaca telah cerah, tetapi masih saja terasa sangat dingin. Rose bergegas melewati jalan raya, lalu berjalan ke dalam kafe seberang.Devin sedang menunggu Rose di ruangan VIP lantai dua. Ketika melihat Rose berjalan ke dalam, dia segera berdiri. “Rose!”Pakaian si pri
Rose mengeluarkan Juno dari dalam pelukannya. Dia membuka tirai jendela. Cahaya matahari pun memancar ke dalam. Ruangan seketika terasa hangat.Di bawah cahaya, Rose memalingkan kepalanya sembari tersenyum cerah. “Langit sudah cerah!”Juno bersandar di atas ranjang sembari menatap Rose dengan tenang. Rasa hangat memenuhi wajahnya yang biasanya kelihatan dingin.Seperti biasanya, Rose menggosok gigi di kamar mandi kamar tamu. Setelah keluar, dia menyadari ada satu set pakaian baru diletakkan di atas ranjang, bahkan pakaian dalam juga sudah dipersiapkan.Semalam, si pria menjelaskan bahwa piama itu ditawarkan oleh pramuniaga outlet. Jadi, bagaimana dengan pakaian-pakaian ini?Rose menyadari hubungan mereka berdua telah berubah. Jika dipikir dari sudut pandang lain, Rose baru menyadari ternyata selama ini Juno sangat lembut dan perhatian terhadapnya.Emm … sepertinya masih kurang lembut.Rose menyindir dalam hati sembari mengambil pakaian itu.Pada pukul setengah delapan, mereka berdua ke