Juno mengambil ponsel untuk melihat sekilas, lalu berkata dengan datar, “Nanti malam ada kumpul bersama dengan beberapa teman sekolah.”Rose berkata dengan tersenyum, “Kebetulan, nanti malam antar aku sekalian, ya.”Hati Juno spontan bergerak. Suaranya terdengar agak lembut. “Apa kamu mau pergi bersamaku?”Senyuman di wajah Rose kelihatan cerah. “Iya, nanti malam kami juga ada reuni di Klub Stara. Aku numpang mobil kamu saja. Aku nggak setir lagi!”Juno terdiam membisu. Sedikit rasa lembut yang tumbuh di hati langsung menghilang dalam seketika. Dia kembali bertanya, “Di lantai berapa?”“Lantai tiga.”Juno mengangguk dengan ringan. “Oke, aku sudah tahu. Aku akan panggil kamu ketika mau berangkat nanti!”“Terima kasih, Juju!” Rose menyipitkan matanya sembari memeluk laptop. “Aku pulang dulu. Sampai jumpa!”Kening Juno berkerut. “Baru jam berapa, kamu malah sudah pulang? Apa sudah jam pulang kerja?”“Hah?” Rose merasa syok.Juno melempar dokumen kepadanya. “Kelarkan beberapa desain ini se
Rose merasa kesal. Dia mengulurkan tangannya hendak memukul Juno. Juno pun menahannya dengan kuat. “Jangan sembarangan gerak!”“Emm ….” Rose merasa sakit dan nyaman. Dia spontan mendesah ringan.Tubuh Juno terasa kaku dalam seketika. Tatapannya menjadi serius. Saat memijat pinggang si perempuan, dia merasa pinggang si perempuan sangat lembut. Jantungnya juga terus berdetak kencang.Juno tidak tahu apa yang terjadi. Dia menenangkan dirinya sejenak, lalu bertanya, “Juju, kenapa kamu juga nggak kembali ke Kota Jembara?”Rose memilih untuk menetap di rumah karena ingin menyembuhkan luka hatinya. Kenapa Juno malah tidak pergi?Juno diam-diam menarik napasnya. Suaranya masih saja terdengar serak. “Ada sedikit masalah yang belum diselesaikan.”“Masalah apa?” tanya Rose dengan penasaran.Juno ditatap Rose hingga keningnya spontan berkerut. Dia berkata dengan nada ketus, “Kenapa kamu tanya panjang lebar? Semua itu juga tidak ada hubungannya sama kamu!”Rose terbengong sejenak. “Aku hanya bertan
Rose pergi mengambil ponselnya. Dia baru kepikiran bahwa ponselnya ketinggalan di dalam saku jaket bulunya. Dia tidak mengeluarkan ponselnya tadi.“Memalukan sekali!” Rose merasa sangat emosi.Tidak peduli bagaimana Rose merengek dengan Juno, tetapi dia adalah direktur di dalam studio. Biasanya dia selalu menampilkan sosok elegan dan kalem di hadapan para desainer, bahkan menjaga batas aman dengan Juno.Namun sekarang, Rose hampir saja memeluk tubuh Juno dari belakang, lalu menyuapinya makan buah loquat, bahkan memanggilnya “Juju" ….Semakin dipikir-pikir, Rose merasa semakin kesal saja. Dia duduk di sofa sebelah, lalu membenamkan kepalanya. “Aku nggak mau hidup lagi!”Juno mengangkat mangkuk, lalu menghabiskan sisa buah loquat dengan perlahan. Saat dia hendak mengatakan sesuatu, dia mengangkat kepalanya dan dia pun tertegun.Rose sedang membaringkan tubuhnya di atas sofa. Dia lupa dia sedang mengenakan terusan. Roknya terangkat ke atas dan memamerkan sepasang kaki putih dan langsingny
Setibanya di Kediaman Keluarga Liman, Pamela sedang menelepon. Ketika melihat Rose memasuki rumah, dia pun berkata pada orang di ujung telepon, “Sudah dulu, ya. Nanti kita sambung ngobrol lagi. Sampai jumpa.”Setelah panggilan diakhiri, Pamela melambaikan tangannya kepada Rose. “Aku ada bikin beberapa set pakaian buat kamu. Coba kamu tes dulu.”Rose melepaskan jaket bulunya. Rambut pendeknya membuat dia kelihatan muda saja. “Pakaianku sudah cukup banyak. Kamu nggak usah buat lagi!”“Anak perempuan itu mesti banyak pakaian.” Pamela mengeluarkan pakaian dari dalam kotak. “Kamu tes yang ini dulu.”Rose mengambil pakaian, lalu membukanya. Dia berkata dengan syok, “Terusan?”Pamela berkata dengan tersenyum hangat, “Memangnya kenapa dengan terusan? Kamu itu seorang desainer, tapi cara berpakaianmu malah terlalu asal-asalan!”Rose juga tersenyum canggung, lalu berkata, “Aku tes dulu.”“Pergilah!” Pamela melambaikan tangannya dengan tersenyum ramah.Rose mengambil terusan ke kamar tamu di lant
“Apa sekarang kamu merasa Juno memperlakukanmu lebih baik daripada ibu kandungmu sendiri? Makanya hargai dia!” Sarima mendengus dingin.Kening Rose berkerut. “Sejak kapan aku nggak hargai? Semalam ketika dikasih bakso goreng, bukannya aku langsung kepikiran untuk kasih dia?”Sarima berkata dengan makna lain, “Kamu tahu aku bukan lagi bahas soal itu!”Rose menurunkan kelopak matanya dan berkata, “Bisa nggak kamu jangan ungkit masalah itu lagi. Padahal kami itu teman baik, kamu malah ingin menghancurkannya!”“Sudahlah, jangan ungkit lagi! Coba aku tanya kamu, hari ini sudah hari kedelapan Hari Raya, kenapa kamu masih belum pergi bekerja?” tanya Sarima.Rose menjulingkan bola matanya. “Sepertinya kamu merasa aku sangat mengganggu dan ingin usir aku dari rumah. Jurus pertama dengan menikahkanku. Berhubung aku belum menikah, kamu pun pakai jurus kedua, dengan mengusirku pergi bekerja!”Sarima pun tertawa karena merasa marah. “Aku takut kamu akan bosan di rumah terus!”“Memangnya kenapa kala
Mata Theresia seketika merona. Ujung matanya seolah-olah ada setetes darah bercampur air mata. Bulu matanya yang panjang setengah terkulai terus bergetar. Theresia menggeleng pelan. “Nggak, dia nggak pernah janji apa-apa sama aku. Dia nggak pernah bersalah sama aku.”Theresia paling mengerti dengan apa yang sedang Morgan lakukan. Mana mungkin dia akan menyalahkan Morgan?Selamanya Theresia tidak akan membenci dan menyalahkan Morgan. Dia hanya merasa hormat terhadap Morgan saja dan selamanya tidak akan berubah.Sonia menuangkan segelas air hangat, lalu memberikannya kepada Theresia. “Kak Morgan perginya agak buru-buru. Sebenarnya dia juga nggak merelakanmu.”Theresia mengambil segelas air, lalu berkata dengan menunduk. “Aku tahu dia nggak akan tinggal di sisiku, tapi aku bisa pergi bersamanya.”Sonia berkata, “Dia sudah mengantarmu keluar dari tempat itu. Dia pun nggak akan membuatmu kembali lagi.”Theresia mengangguk dengan perlahan. “Iya, aku memang ceroboh.”Suara Sonia terdengar dat