Memang salah, jatuh cinta pada Om sendiri?! Usiaku dengan Om Andi memang terpaut lima belas tahun. Tapi ... Soal cinta, hanya aku yang paling paham membuat Om Andi bahagia. Sekarang, kita sudah sama -sama dewasa dan menurutku menjadi kekasih Om Andi itu SAH walaupun ia sudah memiliki istri yang SAH. Fakta baru muncul, setelah aku tahu, kalau ternyata Om Andi itu hanya ...
View MoreMalam ini, Bunda Imel nampak sibuk sekali. Ia sejak siang hanya bergelut dengan alat -alat masak di dapur. Katanya, Kakek dan Nenek Imelda akan berkunjung ke rumah sederhana mereka ini karena Om Andi, adik Bunda Imel akan datang dari Jerman.
Denger -denger cerita sih, Om Andi ini sudah menikah dengan perempuan Indonesia yang tinggal di Jerman juga. Dan, yang Imelda dengar, Om Andi ini sekarang menjadi super ganteng. Maklum, Imelda agak lupa dengan wajah Om Andi, kenangan yang masih bisa di Imelda itu adalah saat ia akan tenggelam di sebuah kolam saat berada di Kampng, dan Om Andi inilah yang menyelamatkannya. Ganteng? Lupa, sumpah, kaya apa wajahnya. Seharian ini, Imelda hanya duduk malas di sofa empuk yang ada di ruang tengah. Ia membuka bebeapa album foto keluarga dan mulai mengingat wajah Om Andi yang katanya ganteng dan baik itu. Kalau foto yang ada di album ini memang ganteng, tapi usia Om Andi saat itu masih dua puluh tahunan. Sedangkan sekarang usianya tiga puluh lima tahun. "Udah ingat? Kayak apa Om Andi itu?" tanya Lusi yang baru datang dengan kue bolu yang masih mengepul di atasnya. Tidak lupa tangan yang lain menggenggam gelas beisi air teh hangat manis. Imelda menutup album foto yang terakhir dan menumpuk kembali di bawah meja sambil menoleh ke arah Bunda Lusi yang tersenyum pada Imel sambil meletakkan satu piring kue bolu dan gelas teh itu. "Dikit, Bunda ... Banyak lupanya ..." ungkap Imel jujur. "Nanti di ingat -ingat lagi. Sekarang cicipin dong, kue bolu buatan Bunda, enak gak?" pinta Bunda Lusi. "Oke. Imel coba," ucap Imel langsung mengambil satu potong kue bolu dan mulai menggigit serta mengunyah pelan. Dari raut wajah Imel tidak bisa berbohong, kalau kue bolu buatan Bundanya itu memang sangat jaura sekali. Jadi, jangan heran, kalau Bunda Lusi sudah memiliki Toko Kue di depan Perumahan ini. "Enak?" tanya Lusi pada putri semata wayangnya. "Bukan lagi. Sampai gak bisa ngomong apa -apa," jelas Imel pada Bundanya. "Hmmm ... Paling bisa kalau bikin Bunda seneng," ucap Lusi yang ikut menyandarkan tubuhnya disandaran sofa empuk itu. Rasanya punggung Lusi yang pegal -pegal akhirnya bisa merasakan nyaman. "Bun ... Ini sudah malam. Memangny, Om Andi datangnya jam berapa?" tanya Imel sambil menguyah bolu di dalam mulutnya. "Kayaknya peswat mereka delay deh. Untung Bunda belum masak makan malam, tinggal di masak saja. Kamu tidur duluan saja, nanti Bunda bangunin kalau, Om Andi datang," jelas Lusi pada putri semata wayangnya. Imel pun mengangguk dan menghabiskan bolu di dalam mulutnya lalu meneguk minuman teh hangat hingga habis setenga gelas. Imel pamit pada bundanya dan menaiki tangga untuk masuk ke kamarnya. Tapi, saat langkah kakinya sampai di lantai dua, ia kemali penasaran dengan kamar tamu yang dikhususkan untuk adik semata wayang Bundanya itu. Kamar itu selalu terkunci rapat. Bahkan, malam ini, kamar itu juga belum dibuka untuk dibersihkan. Dulu, Om Andi memang pernah tinggal disini, danpada akhirnya pergi merantau ke Jerman. Imel mengabaikan raa ingin tahunya itu dan masuk ke dalam kamarnya. Lagi pula Bunda Lusi sudah mempersiapkan kamar tamu di bawah untuk istirahat Om Andi dan istrinya. Seperti biasa, Imel mengganti paaian tidurnya hanya dengan tank top tanpa bra dan celana pendek. Dengan santainya tubuh mungil itu di jatuhkan begitu saja di atas kasur kesayangannya. Tidak lama, Imel pun terlelap. Tepat jam dua dini hari, Imel terbangun. Ia terbangun bukan karena mimpi buruk tetapi karena perutnya lapar sekali. Semalam, Imel tidak jadi makan malam dan hanya makan satu potong kue bolu buatan Bundanya. Imel keluar dari kamarnya dan langsung turun ke bawah. Beberapa lampu di ruangan bawah sudah dimatikan sebagai tanda bahwa penghuni rumah ini memang sedang beristirahat. Imel sudah biasa dengan keadaan rumahnya dan tetap turun ke bawah menunju dapur. Mungkin, ia bisa menemukan sesuatu di dalam kulkas, atau kaau memang tidak ada makanan, Imel bisa membuat mie instan. Langkahnya memelan, saat Imel berada tepat di depan kamar tamu yang tetutup rapat. Suara asing milik seorang lelaki dan perempuan dewasa. Jelas suara itu bukan suara milik Bundanya. Lalu siapa itu? Kedua suara itu sama sekali tidak dikenali oleh Imel. Sayup terdengar keduanya sedang berdebat. Imelda mengedarkan pandangannya, benar sekali ada dua koper besra yang masih berjajar di dekat tangga. Begitu juga dengan beberapa kardus yang di tumpuk menjadi satu. "Mungkin, Om Andi sudah datang," batin Imel di dalam hati. Ia tetap melanjutkan langkahnya menuju dapur dan langsung membuka kulkas. Memang banyak makanan di dalam kulkas tetapi tidak ada yang menarik hati Imelda kecuali mie instan lalu diberi telur, bakso dan sosis. Imel langsung mengambil satu bungkus mie rebus rasa pedas dan memasak air di atas kompor. Ia masukkan beberapa lembar sawi yang sudah di potong -potong lalu rebus mie serta para toping sebagai teman makan yang nikmat. Imel besiul sambil bernyanyi kecil. Sesekali ia bergoyang mengikuti alunan lagu yang ia ciptakan sendiri secara spontan. Imel memasukkan semua bumbu dan mencium aroma mie yang mulai matang. "Matang," ucapnya dengan suara sumringah pada dirinya sendiri. Dengan cepat, Imel menuangkan mie dan semua antek -anteknya itu ke dalam mangkok dan siap dinikmati. Saat Imel berbalik, jantungnya hampir saja mau copot karena melihat sosok asing duduk tenang di kursi makan smabil menatap dirinya. "Ahh!" teriak Imel spontan dan lelaki itu dengan cekatan berdiri lalu mengambil alih mangkok panas yang dipegang Imel agar tidak jatuh. "Huss ... Jangan teriak -teriak. Saya bukan maling," ucapnya menasehati. Imel menuup rapat mulutnya dan duduk di kursi makan. Kedua matanya masih menatap lelaki yang kini ikut duduk di depannya. Sumpah ganteng banget, dan masih terlihat sangat muda. "Kamu gak kenal saya?" tanya elaki itu membuka percakapan. Imel menggeleng lalu terkekeh karena ia ingat sesuatu. Smeoga saja tebakannya benar kali ini. "Om Andi?" ucap Imel lantang. "Good answer, my little girl," ucapnya dengan sumringah. "Hmm ... Benar berarti ya?" ucap Imel tersenyum manis. "Kamu tambah cantik aja," puji Andi pada keponakannya. "Perempuan Om. Pasti cantik," ucap Imel santai. Imel mulai mengaduk-aduk mienya di dalam mangkok biar semua bumbunya tercampur rata. Wanginya tentu semakin membuat lidah ingin segera menikmatinya. "Tapi kamu itu beda dan spesial ..." ucap Om Andi semakin memuji. "Hmmm ... Kayaknya pulang dari Jerman malah semain puitis dan pandai merayu," ucap Imel tersipu. Andi menghela apas panjang dan besandar di sandaran kursi makan lalu menatap Imel semakin lekat. Ia tatap secara utuh dari ujung kepala hingga ke bagian dad4 tepat pada pandangan terakhirnya. Imel langsung menutup dad4nya dengan kedua tangan. "Om lihat apa?" tanya Imel terus menutup dad4anya. "Apa? Ga lihat apa -apa," ucap Andi terkekeh. "Ihh ... Om ... Imel gak pake bra ini ..." ucap Imel kesal. "Terus?" tanya Andi yang malah menggoda Imel dan kini bepindah tepat di samping Imel. Andi meraih garpu dan menggulung mie rebus itu lalu menyuapi Imel pelan. "Buka mulutnya. Aku suapin," ucap Andi lembut. Imel membuka mulutnya dan mulai menerima suapan itu lalu mengunyah mie. Jantungnya berdebar sangat kencang. Rasanya seperti orang sedang jatuh cinta. Tubuh Om Andi yang wangi dan super ganteng itu malah main membuat debaran jantungnya semakin tidak baik -baik saja. Oh my GOD, perasaan apa ini?Andi mengangguk, mengiyakan apa yang diucapkan oleh Imel barusan."Ya, Aku dan Wina menikah secara kontrak," jelas Andi menggantung."Kok bisa?" ucap Imel lagi begitu penasaran.Andi melirik ke arah Imel. Tangannya langsung menggenggam tangan Imel dengan erat. Imel tidak berontak dan bahkan ia malah nyaman dengan genggaman tangan Andi.Andi mencium punggung tangan Imel dengan lembut."Intinya aku mencintaikamu. Soal aku dan Wina, biar aku selesaikan sendiri," jelas Andi meyakinkan Imel.Imel menarik tangannya dan menggelengkan kepalanya pelan."Om ... Jangan main- main soal ini. Kalau Bunda tahu, bisa habis kita. Lebih baik, kita sudahi saja dan tidak usah dilanjutkan lagi," jelas Imel terbata.Andi menghentikan mobilnya perlahan. Mobil itu berhenti dipinggir jalan. Andi menatap Imel dengan lekat. "Mel ... Aku jauh -jauh dari luar negeri dan pulang hanya untuk ketemu kamu dan memiliki kamu. Kejadian semalam memang sudah aku rencanakan. Ternyata aku tidak salah memilih kamu yang masi
Semuanya menoleh ke arah Imel termasuk Wina dan Andi. Andi menatap keponakannya dengan senyum tipis yang sama seklai tidak terlihat. Lelaki itu sangat pandai menyembunyikan perasaannya sejak dahulu."Kamu kenapa Mel?" tanya Lusi pada Imel. Wajah Imel nampak terlihat berbeda dan sedikit pucat.Imel menggelengkan kepalanya pelan."Kenapa? Imel baik -baik saja, kok," jelas Imel pada Lusi. Imel berusaha menampilkan senyumnya yang paling manis kepada Lusi.Imel duduk di salah satu kursi tepat di samping Andi. Itu adalah kursi favoritnya. Segelas susu putih buatan Lusi juga sudah ada di meja."Minm susunya alu sarapan. Kamu hari ini kuliah sampai sore kan?" ucap Lusi pada Imel."Hu um ..." jawab Imel sambil meneguk susu hingga habis setengah gelas. Andi melirik ke arah Imel lalu mengambil tisu kering dan mengelap sisa susu yang masih menempel disudut bibir atas Imel dengan lembut.Imel begitu kaget tetapi ia memilih diam. Imel mencari ativitas lain dnegan menambil roti untuk menghilangkan
Seusai makan mie instant, Imel kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda karena lapar. Isi kepalanya kini hanaya ada Om Andi. Lelaki yang sudah berumur namun begitu matang itu begitu hebat menguasai pikirannya.Tubuhnya kekar, berotot. Sangat tampan dan begitu enak dipandang. Apalagi bibir Om Andi. Kenapa begitu candu? Ah ... Aku harus melupakan lelaki itu. Dia adalah Om -ku sendiri, dan sudah memiliki istri.Kedua mata Imel tertutup perlahan. Ia harus melupakan kejadian gila tadi. Kenapa bisa terjadi? Baru saja menutup kedua matanya, pintu kamarnya terbuka dan ditutup lagi lalu dikunci rapat.Belum sempat membuka kedua matanya, mulutnya sudah dibungkam dengan bibir hangat yang rasanya sama seperti tadi. Kali ini bibir itu lebih berhasrat dan begitu liar memainkan lidahnya.Bukan hanya ciuman dibibir saja, Andi juga menciumi seluruh leher dan turun ke bawah hingga bagian belahan dad4 Imel yang terbuka.Tai tank top itu diturunkan ke bagian lengan. Andi seperti
Tatapan Om Andi itu sangat berbeda. Entah kenapa kedua mata itu terasa hangat dan membuat Imel meraa aman serta nyaman."Eum ... Om ... Imel bisa sendiri,"ucap Imel dengan cepat. Ia mengambil garpu yang dipegang Andi dengan cepat. Lalu memegangnya sendiri. "Biar aku suapi. Dulu, aku selalu menyuapimu seperti ini. Kamu pasti gak ingat ..." ucap Andi dengan suara berat namun terdengar cukup berarti.Imel menggelengkan kepalanya pelan dan membalas tatapan Om Andi yang begitu lekat."Gimana mau ingat. Itu kan waktu Imel masih kecil banget. Sudah pasti Imel gak mengingatnya," ucap Imel pada Om Andi.Imel benar -benar lupa. Tidak ada satu pun yang ia ingat momen kebersamaannya dulu bersama Om Andi, adik Bundanya.Wajah mereka begitu dekat. Andi semakin mendekati wajah imut Imel. Tatapannya semakin berbeda dan penuh damba.Semakin di dekati, Imel semakin gugup dan salah tingkah sendiri. Garpu yang dipegangnya juga terjatuh di mangkuk tanpa sadar.Bukannya berontak, Imel malah diam saja, se
Malam ini, Bunda Imel nampak sibuk sekali. Ia sejak siang hanya bergelut dengan alat -alat masak di dapur. Katanya, Kakek dan Nenek Imelda akan berkunjung ke rumah sederhana mereka ini karena Om Andi, adik Bunda Imel akan datang dari Jerman.Denger -denger cerita sih, Om Andi ini sudah menikah dengan perempuan Indonesia yang tinggal di Jerman juga. Dan, yang Imelda dengar, Om Andi ini sekarang menjadi super ganteng. Maklum, Imelda agak lupa dengan wajah Om Andi, kenangan yang masih bisa di Imelda itu adalah saat ia akan tenggelam di sebuah kolam saat berada di Kampng, dan Om Andi inilah yang menyelamatkannya.Ganteng? Lupa, sumpah, kaya apa wajahnya.Seharian ini, Imelda hanya duduk malas di sofa empuk yang ada di ruang tengah. Ia membuka bebeapa album foto keluarga dan mulai mengingat wajah Om Andi yang katanya ganteng dan baik itu.Kalau foto yang ada di album ini memang ganteng, tapi usia Om Andi saat itu masih dua puluh tahunan. Sedangkan sekarang usianya tiga puluh lima tahun."U
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments