Semoga suka, MyRe(✿^‿^) IG:@deasta18
"Jaga dia dan jangan menyentuhnya," ucap Olive pada anak buahnya. Sebenarnya dia sangat ingin menghancurkan Tita karena perempuan ini merampas Damian darinya. Akan tetapi, dia tak ingin mengambil resiko. Kalau Diego tahu, dia bisa mati dikuliti oleh pria itu. Tapi jika dia hanya menyekap Tita, semisal dia ketahuan pun, setidaknya dia sudah menikah dengan Damian. Dan kesalahannya hanya menyekap Tita, pastinya dia akan sampai dibunuh. Paling Diego marah besar padanya, lalu pada akhirnya mau tak mau menerima pernikahan Olive dengan Damian. "Tunggu perintah dariku," titah Olive kemudian, mendapat anggukkan dari para anak buahnya. Setelah itu, dia beranjak dari sana, meninggalkan Tita yang sudah terikat dalam sebuah kursi. Sekalipun Tita bangun, dia tidak akan bisa kabur. Selain tangannya terikat, juga karena letak markas ini ada di ujung kita, di sebuah bangunan tua yang jauh dari keramaian. Di sini sangat sepi. "Sayang sekali kita tidak boleh menyentuhnya. Padahal dia sangat cantik
"Damian, coba lihat calon istrimu," ucap Talita antusias, setelah Tita mengenakkan gaun pernikahan berwarna putih bersih tersebut. Damian mendongak, menatap Tita dengan tak berkedip sama sekali. Pupil matanya membesar, tanpa dijelaskan pun, orang-orang tahu bahwa Damian terpesona. Tita juga menatap Damian. Awalnya dia ingin memastikan ekspresi muka Damian, dia penasaran seperti apa reaksi pria ini. Keduanya saling bersitatap cukup lama, hingga pada akhirnya Tita memilih menunduk karena malu ditatap intens oleh Damian. "Ekhem." Talita berdehem untuk menyadarkan Damian. "Bagus," jawab Damian cepat, tetapi terus menatap Tita. "Ahahaha … sebenernya tanpa kamu jawab pun Tante sudah tahu. Soalnya mata kamu tak berkedip," jawab Talita, "astaga, yang kemaren saja kamu nggak begini loh, Sayang," goda Talita. Damian hanya tersenyum tipis sebagai jawaban. Sedangkan Talita, memilih acuh tak acuh. Saat Tita ingin berganti pakaian, dia berpapasan dengan perempuan berambut blonde tadi. P
"Turunkan aku," ucap Tita dengan raut muka malu setengah mati. Seluruh wajahnya merah dan jantungnya berdebar kencang. Dia kita ayahnya yang menggendongnya, ternyata Damian. Bahkan tangannya mengalung di leher pria ini. Mengingat tangannya masih mengalung di leher Damian, Tita segera melepasnya. Akan tetapi Damian dengan cepat menahannya. "Aku ingin turun," cicit Tita lagi. "Sebentar lagi kita akan sampai," jawab Damian dengan singkat, tetap menggendong Tita. Di sisi lain, Sbastian yang melihat Damian menggendong adiknya, langsung menatap penuh tanda tanya pada ayahnya. Dia heran dan merasa seakan tak mengenali Damian. Kenapa Damian mau menggendong adiknya? Tadi, pria itu juga terlihat panik ketika pembantu berteriak meminta tolong. Apa Damian jatuh cinta setelah menyentuh adiknya? Ketika Sbastian menoleh ke arah ayahnya, Diego langsung menoleh ke arah Raymond–bertanya-tanya kenapa Damian terlihat peduli pada Tita. Aneh saja! Meskipun mereka akan menikah, bukankah perni
"Tidak mungkin?!" Diego menggeram marah, "bagaimana kalau kau dan putrimu jelaskan semuanya di kepolisian?" Saat itu juga Olive mendongak, langsung menggelengkan kepala pada Diego. "Ja-jangan, Ayah. Kumohon jangan! A-aku mengaku menjebak Tuan Damian dengan menaruh obat terlarang ke dalam teh. La-lalu aku menyuap maid untuk mengantar teh itu, aku mengatakan pada maid agar dia memberitahu Tuan Damian kalau teh itu dari mamanya agar Tuan tak curiga." Plak' Diego langsung melayangkan tamparan kuat pada pipi Olive. "Kurang ajar! Bagaimana bisa aku memelihara ular dalam rumahku?!" marahnya. Dia sudah tahu apa yang terjadi, tetapi saat Olive mengakui kelakuannya, kemarahannya kembali memuncak. Di sisi lain, Carmen tak lagi kasihan pada Olive. Dia malah ingin ikut menampar perempuan itu. Perempuan licik, jahat dan iblis betina. Satu lagi wanita rendahan! Karena hanya wanita rendahan lah yang melakukan trik kotor untuk mendapatkan seorang pria. "Tu-Tuan, ampuni kami." Helen lang
"Selamat, Tita. Kau resmi menjadi calon istriku," ucap Damian santai, berhasil membuat bola mata Tita hampir keluar dari tempatnya. Dengan cepat Tita menarik tangan, menatap Damian dengan mulut menganga, saking tak percayanya dia dengan sikap pria ini. Astaga! Tita tak menyangka kalau Damian penuh jebakan batman! Damian kembali menyunggingkan smirk tipis, setelah itu dia beranjak dari sana–meninggalkan Tita yang masih shock, sambil memegang tangannya yang berjabat tangan dengan Damian tadi. "Gila," gumam Tita pelan, menatap Damian yang keluar dari kamar dengan mata berkedut-kedut. **** Besoknya, karena hari ini Tita libur kerja, dia memilih bangun siang. Namun, karena sahabatnya menelpon, Tita bangun lebih cepat dari yang seharusnya. Tita sudah menyetel alarm bangun di jam 12 siang. Tetapi handphonenya berdering di jam setengah 10. Masalah kemarin, Tita masih memilih mengurung di kamar. Jika dia lapar, dia meminta pelayan mengantar makanan ke dalam kamar. Ayahnya berulang ka
"Manusia tidak makan sambil berbaring. Itu kelakuan lembu ataupun kerbau." Deg' Jantung Tita berdebar kencang saat mendengar suara yang terasa dingin tersebut. Dia reflek menoleh ke belakang untuk melihat siapa orang yang masuk ke kamarnya. Matanya sedikit membulat, pertanda kalau dia panik. Setelah itu, dia kembali berbaring, menutup tubuh dengan selimut. Damian menoleh ke arah kursi di depan meja belajar dalam kamar Tita. Dia meraih kursi itu lalu membawanya ke sisi ranjang. Damian duduk di kursi tersebut, menatap Tita yang berbaring sambil membelakanginya–di ranjang. Dalam selimut, Tita mengusap tengkuknya karena terasa panas. Dia gugup dan jantungnya tak berhenti berdebar kencang. 'Ngapain sih dia ke sini? Bikin horor suasa saja. Mana ngatain aku kerbau lagi! Nggak bisa ini! Habis dia pulang, aku harus manggil dukun deh untuk mengusir setan-setan yang dibawa sama orang ini.' "Bisa kita berbicara, Tita?" tanya Damian dengan nada datar. Tita yang berada di dalam selimut m
Tita memberanikan diri keluar dari selimut, menatap takut bercampur cemas pada Carmen. Yang Tita takutkan adalah dituduh menggoda Damian. Namun, mendengar Carmen minta maaf padanya, ketakutan Tita perlahan redup. Walau begitu, Tita merasa harus menjelaskan apa yang terjadi pada Carmen. "A-aku tidak menggoda Kak Damian, Tante." Tita berkata dengan nada gemetaran dan terbata-bata. "Iya, Tante percaya pada Tita. Tidak mungkin Tita begitu, karena Tita anak yang baik," jawab Carmen, mengusap rambut Tita untuk menenangkan perempuan itu. Meski Tita sudah berani berbicara, tetapi tubuhnya masih gemetar dan wajahnya masih dibalut oleh rasa panik dan takut. Kasihan sekali! Sungguh! Carmen tidak tega melihatnya. "Pasti Kak Damian yang mamaksamu. Dia menjebak mu, Sayang?" tanya Carmen, mendapat tatapan ragu dari Tita. "A-aku tidak tahu, Tante. Ta-tadi malam, aku dipanggil oleh Kak Damian. Habis Itu, Kak Da-Damian meminta tolong supaya aku mengantarnya ke kamar." 'Anak setan!' ba
Pada akhirnya Diego dan keluarganya pulang. Namun, saat di rumah, dia tak menemukan putrinya di sana. Jadi Diego pergi mencari putrinya, ditemani oleh Sbastian. Mereka berdua mencari-cari Tita hingga ke luar kota, ke tempat Tita kuliah. Yang menjadi masalah, handphone Tita ada pada Sbastian. Jadi mereka tidak bisa melacak di mana Tita. Mereka sama sekali tak kepikiran kalau Tita tertinggal di rumah mewah Raymond. Karena saat di sana, Tita memperlihatkan gelagat tak nyaman. Anak itu sering menggaruk pipi, menghela napas, dan berdecak. "Kemana adek pergi, Sbastian?" tanya Diego cemas, mereka sudah ke kosan lama Tita tetapi putrinya tak ada di sana. Mereka juga sudah tanya-tanya pada teman Tita, dan mereka tak tahu Tita ke mana. Pada akhirnya mereka pulang, akan melanjutkan pencarian besok pagi. Sbastian sebenarnya ingin menemui pria yang waktu itu mengobrol dengan adiknya. Akan tetapi melihat kondisi ayahnya, Sbastian mengurungkan niat. **** "Kenapa Damian belum turun, Ura?
"Sepertinya putra kita suka pada Tita, Mas," ucap Carmen pada Raymond, di mana saat ini mereka sedang berbicara di ruangan kerja Raymond–yang ada di rumah ini. "Humm?" Raymond menaikkan sebelah alis, menatap istrinya dengan ekspresi bertanya-tanya dan bingung, "Damian suka pada Tita? Putri kandung Diego?" ulang Raymond untuk meyakinkan. "Iya." Carmen menganggukkan kepala, "waktu itu aku berbicara pada Damian mengenai perjodohannya. aku bilang kalau Mas berencana menjodohkan Damian pada putra Pak Diego. Dan Damian saat itu setuju, Mas." Raymond hanya diam, mendengar perkataan istrinya sambil mencernanya. "Mas lihat kan Damian juga sangat bersemangat membantuku untuk menyiapkan makan malam bersama keluarga Saman." Raymond menganggukkan kepala. Dia menyaksikan sendiri kalau awalnya Damian baik-baik saja, dan seperti yang istrinya katakan, Damian bahkan ikut membantu mamanya menyiapkan makan malam. Saat itu, Raymond sama sekali tak curiga karena Damian memang sangat suka memba