Dia memakai dress warna orange model sabrina dan make up tebal, dengan perban di keningnya. Itu pasti luka bekas membentur meja saat kudorong dia di coffeeshop, seminggu yang lalu. Tubuh tingginya semakin terlihat semampai dengan bantuan sepatu high heels. Walau berdandan seperti tante-tante, aku yakin usianya jauh di bawahku.
Aku tertawa bahagia, pelakor yang mengancam posisiku sebagai ‘The Next Nyonya Hartadi’ kini berlutut di kakiku.
“Bagaimana caranya agar Mas Kun bisa melepaskanku?” rintihnya dengan deraian air mata.
Kutendang pelan badannya. Kebetulan sekali semua karyawanku berkumpul menyaksikan kegaduhan ini. Aku ingin mempermalukan Renata sebentar saja, sampai hatiku merasa puas. Namun dia bergeming, tangannya semakin erat memeluk kakiku.
“Oh my god! What’re you doing here! Lepasin, Renata! Kamu terlalu hina untuk menyentuh kakiku!” hardikku.
Lexa datang membisikan kata-kata mutiara di telingaku. Seperti biasa, dia selalu tak tahan setiap melihat penindasan di depannya. “Nit, stop it! Lo bisa kena pasal penganiayaan kalo berlebihan, Renata bisa aja laporin lo ke polisi,” bisiknya di telingaku.
Ah, Lexa … andai kamu mengerti, sebenarnya Renata lah yang lebih dulu menindasku!
Kuperintahkan Rey untuk menarik tubuh Renata dan membawanya duduk di ruanganku. Aku akan bicara dengan wanita penggoda ini.
“Rey, kau berdiri di sana. Mulai sekarang, kamu tak hanya jadi supir pribadiku, tapi juga bodyguardku,” titahku pada Rey sambil menunjuk pintu yang tertutup. Aku memerintahkannya untuk berdiri di sana, sementara aku dan Renata duduk berhadapan di sofa tamu.
“Apa maumu?” tanyaku.
“Aku ingin mengakhiri hubunganku dengan suamimu, Kak.” Renata menjawab sambil menunduk. Entahlah, mungkin dia merasa malu.
“Terus, kenapa kamu bicara padaku? Harusnya kamu bicara pada suamiku!”
“A—aku tak berani mengatakannya,” jawabnya. “Mas Kun tak mau melepaskanku.”
Aku mendengkus mendengar jawabannya. Cemburu? Ya! Dia bilang Mas Kun tak mau melepaskannya, secinta itukah suamiku pada Renata?
“Kenapa kau ingin lepas, bukankah hidupmu enak karena bisa dapat banyak uang darinya?” tanyaku penuh selidik.
“Aku sudah tak mau terus-menerus aborsi. Walaupun aku dan Mas Kun memakai kontrasepsi, tapi kadang-kadang itu tak berguna. Akhirnya aku hamil juga, dan Mas Kun selalu menyuruhku aborsi dengan iming-iming uang tunai ratusan juta. Hampir setahun sekali aku menggugurkan kandunganku sendiri. Aku pembunuh! Aku bejat! Aargh!” Renata histeris. Dia bangkit dari duduknya dan mundur menabrak sofa hingga bergeser. Kedua tangannya menutupi telinga sambil terus menjerit histeris.
Tanganku sudah mengepal sedari tadi. Kurang ajar kelakuan suamiku dan Renata! Ingin rasanya kuobrak-abrik seisi ruangan ini saat mengetahui hubungan mereka sudah sejauh itu.
Sayang sekali, aku harus menahan emosiku karena di hadapanku ada ‘wanita gila’ mengamuk teringat ulahnya sendiri.
Rey dengan sigap menangkap Renata yang mulai mencakar sofa. Wanita itu berada dalam pelukan Rey selama beberapa menit hingga ia tenang kembali.
Aku memberi kode pada Rey untuk berdiri di belakang Renata, jaga-jaga jika pelakor itu mendadak gila lagi.
“Berapa umurmu?” tanyaku. Kutatap matanya dengan tatapan khas-ku ketika mengintimidasi lawan.
“Dua delapan,” jawabnya. Dia tertunduk.
Otakku langsung travelling ke sepuluh tahun yang lalu, di mana dia jadi model bikini SwimSwim dan bertemu dengan suamiku. Jika tahun ini dia dua delapan, berarti sepuluh tahun lalu dia berumur delapan belas saat menjadi pelakor!
Wow!
“Sugar Baby! Kau menjadi pelakor di usia delapan belas?!” Aku tercengang mendengarnya.
“Yes. Hampir semua gadis seusiaku melakukannya waktu itu. Kami mencari pria mapan untuk mendapatkan uang jajan, Iphone, dan semua kenyamanan. Dan aku dapat suamimu,” jawabnya.
Plak!
Kutampar pipi kirinya. Dan dia hanya menerima tamparan dariku begitu saja, tanpa perlawanan. Aku merasa sedikit puas.
Jika diingat kembali, tahun 2020 memang nge-trend istilah Sugar Daddy, Sugar Baby, dan semacamnya. Sayang sekali waktu itu aku terlalu sibuk dengan dunia sosialitaku hingga tak terpikir suamiku kena trend itu juga.
“Pergilah dari sini!” Aku mengusir Renata dengan puas hati.
“Tidak, Kak! Tolong aku, aku ingin lepas dari suamimu tapi tak bisa. Walau kucoba lari, dia selalu mengirimkan sekomplotan pria berbadan kekar. Aku hampir dibunuhnya!” Badan Renata bergetar hebat karena takut.
Dia mengatakan ‘komplotan pria berbadan kekar’, seperti orang-orang yang mengejarku tadi malam.
“Di mana kamu tadi malam?” tanyaku
“Aku berada di depan gerbang rumahmu, tapi kau tak ada di sana.”
Aku menghembus nafas. Berarti, Mas Kun mengirimkan dua komplotan mata-mata. Satu untuk menangkap Renata, satu lagi untuk menangkapku.
Rey menatapku, aku memberi kode padanya agar membawa Renata keluar dari gedung ini. Wanita itu berontak dan terus memanggil namaku untuk meminta tolong, namun Rey terus membawa tubuhnya hingga dapat kulihat dari jendela, Renata telah berada di pinggir jalan.
Mas Kun bukanlah orang sembarangan. Kekayaannya setara dengan kekuasaannya. Sedangkan aku tak suka kecurangan, dalam hal apapun! Bagiku, perselingkuhan termasuk perbuatan curang. Aku akan menghukum setiap orang yang berlaku curang terhadapku, tak peduli seberapa kuat pun dia!
Sebenarnya, aku tak dapat membohongi hati. Dulu, kudengar dari Lexa, Mas Kun pernah menggunakan jasa seseorang untuk menghabisi nyawa lawan bisnisnya. Ada sedikit rasa cemas yang membuatku was-was. Apakah kali ini aku atau Renata, yang akan jadi sasarannya?
Ia benar-benar murka ketika menemukan alat kontrasepsi milik Rey dan langsung membuangnya ke wajahku.“Berani-beraninya kau mencoreng wajahku! Jadi selama ini kau selalu membagi tubuhmu dengannya, hah?! Kau telah menjatuhkan harga diriku!” hardik Mas Kun sambil menendang dadaku.Dia memperlakukanku sama seperti aku memperlakukan Renata dahulu. Dari mulai membuatku jatuh tersungkur hingga menendang dadaku. Semua itu pernah kulakukan pada wanita binal itu. Hatiku panas, menganggap perlakuan Mas Kun padaku sebagai bentuk membalaskan dendam Renata. Aku bangkit dan dengan berani menghadapinya, kulupakan sejenak rasa sakit di kening dan dadaku.“Coba lihat dirimu sebelum meenilaiku. Pantaskah kau marah setelah mendapatkan pembalasan atas perselingkuhanmu dengan Renata?” Aku menantangnya. “Kau telah berselingkuh dengannya dan mencoreng wajahku di hadapan teman-teman sosialitaku. Mereka tahu kelakuan bejatmu! Tidakkah kau memi
Rey melayangkan tinju di udara, mungkin kesal karena aku tak tahu password itu. Dia mengusap-usap dagu dengan jari tangan dan menggigit bibirnya, seperti sedang berpikir keras.Tak sengaja pandangannya beredar ke seluruh dinding dan menemukan foto-foto yang dikirim Mas Kun terpajang rapi. Ia menunjukkan ekspresi cemburu dengan menatapku dalam-dalam. Rey telah berubah jadi kekasihku lagi."Aku tak suka kau memajang foto-foto ini!" katanya, ketus.Rey melepas foto itu satu per satu. Sementara aku tak ingat kapan pernah memajang foto itu di sini.Sejenak Rey berhenti, seperti teringat hal penting. "Apa ada sesuatu yang sangat erat dengan suamimu?" tanya Rey. "Misal tanggal lahir, artis favorit, nama anak, nama istri—"Aku langsung menjentikkan jari, seketika mendapat ilham tentang kemungkinan kata sandi yang dipakai Mas Kun. "Ya, Rey! Aku ada ide. Kita coba dengan nama Renata!" kataku, memotong omongan Rey. "N
Kurebahkan diri di sofa, kekhawatiran akan gagalnya rencana ini membuat pikiranku semrawut.Teleponku berdering lagi, Madame menghubungiku untuk kedua kali. Firasatku mengatakan hal buruk.“Sebuah mobil hitam mengejar mobilku. Dia sangat cepat!” ucapnya di ujung telepon dengan penuh ketakutan.“Siapa? Kau bisa lihat plat nomornya? Katakan padaku, akan ku-cek!”“Sulit, aku bahkan tidak fokus melihat jalan. Lengah sedikit saja, dia bisa menangkapku! Jika selamat, mungkin aku akan datang terlambat. Jika tidak, maka aku tak akan datang padamu sama sekali,” katanya.“Kau tidak sedang bercanda, kan? Atau jangan-jangan kau sengaja mengecohku agar bisa lari dan memberitahu Willy bahwa aku memegang chip-nya?!” Kecurigaan itu tiba-tiba muncul.Terdengar suara mesin mobil yang semakin kencang, Madame sepertinya benar-benar sedang berada dalam kesulitan. Apakah kecurigaanku salah, ataukah dia m
Ketika memasuki kamar pribadi Mas Kun, kulihat deretan foto Renata berjajar di setiap meja dan di sekeliling dinding—membentuk sebuah garis lurus yang mengelilingi kamar. Betapa terkejut dan geramnya diriku mengetahui Mas Kun masih menyimpan foto-foto Renata!“I told you. Aku belum sempat bereskan kamar ini, jadi kau pasti akan terkejut!” katanya seraya menurunkanku dari pangkuannya.Dengan memakai lingerie yang didesain mirip daster—jadi tak terlalu seksi—aku berjalan menyusuri setiap bagian kamarnya. Ini bukan saatnya menghiraukan rasa sakit hati atau pun rasa cemburuku, walau sebenarnya dadaku terasa sangat panas. Ingin rasanya kuhunjamkan pisau ke dada Mas Kun karena ia berani memajang foto wanita lain di rumah ini! Tapi, aku harus bisa menahan diri karena tujuanku adalah untuk mengambil dokumen perusahaan-perusahaannya.“Banyak sekali fotonya, Mas,” ucapku seraya berpura-pura melihat foto Renata satu per satu yang t
“Gue kangen dengan masa-masa bekerja sebagai SPG toko parfum. Dan Rey memiliki parfum yang dulu dijual di sana. Gue minta parfum itu darinya,” jawabku seraya menunjukkan parfum The Blue Lover pada Lexa.“Lo pake parfum cowok?” Lexa mengernyitkan dahi keheranan.“Apa salahnya?” tanyaku, langsung berlalu meninggalkannya di belakang.Lexa mengejarku, ia terus memanggil namun kuabaikan, merasa risih dengan pertanyaan-pertanyaannya. Perhatiannya kadang berlebihan, dia tipe yang overprotektif. Aku tak suka.Aku sedang memilih sayuran ketika Lexa menarik tanganku. “Apa?” tanyaku.“Tadi lo kemana di jam istirahat? Lo gak sama Rey, kan?”“Please, berhenti mengurusi hidup gue, Lex,” jawabku.“Nita … kenapa lo jadi berubah?”“Bukan gue yang berubah. Lo yang overprotektif!” jawabku.“Nita! Lo bener-bener berubah.
“Do you really feel good?” Rey memastikan perasaanku. “I mean, semoga kau tak merasa buruk setelah kita melakukannya barusan.”Aku termenung beberapa saat. Jujur, rasa bersalah itu pasti ada. Apalagi, baru kali ini aku melakukannya dengan pria lain.“Aku melihatmu tidak baik-baik saja. Oke, kita tak akan melakukannya lagi sampai kau benar-benar siap,” lanjut Rey.Dia bersandar ke sandaran ranjang, memperlihatkan dada bidang dan perut six pack-nya. Kami masih sembunyi di balik selimut, dan aku menjatuhkan kepalaku di dada Rey yang begitu menggoda. Saat itu juga tangan kekarnya meraih tubuhku, membenamkannya ke dalam pelukan hangat yang menenangkan.“Kenapa aku harus ragu dan merasa tidak baik, bukankah Mas Kun pun melakukan hal yang sama dengan Renata, dengan leluasa dan tanpa banyak berpikir macam-macam?” tanyaku.Rey mengecup keningku, “baguslah kalau begitu. Kau jangan khawatir, ak