“Rey, apa ketiga mobil itu masih parkir di samping gedung ini?” tanyaku saat ia kembali.
“Tidak ada, Nona,” jawab Rey.
Tanganku gemetar. Ke mana perginya komplotan mata-mata itu? Apakah mereka langsung mengejar Renata?
“Renata … apa dia sudah pergi?” tanyaku lagi.
Rey masih dengan posisi tegapnya menjawab, “terakhir saya meninggalkannya di pinggir jalan. Setelah itu, saya tak tahu lagi.”
Sebenarnya, siapa sasaran komplotan itu, aku atau Renata? Mas Kun, jika kau menginginkan nyawaku, kau benar-benar keterlaluan!
*
“Nit, apa lo yakin baik-baik aja? Perlu gue temenin gak?” ucap Lexa lewat sambungan telepon.
Aku tengah berada di ‘rumah pengasinganku’ saat ini. “Gak usah, Lex. I’m fine,” jawabku dan langsung menutup telepon.
Aku tak mau Lexa mengetahui alamat rumah ini. Jika telepon terus tersambung, alamat keberadaanku sekarang bisa terdeteksi lewat jejak sinyal di ponselnya.
Tak kuberitahu siapa pun termasuk Mama Mira. Aku benar-benar tengah bersembunyi. Hanya berdua bersama Rey. Dia selalu tidur di dalam mobil, di garasi. Sementara Bobbi, ah … terpaksa aku harus mempercayakan pengasuhannya pada Mama Mira. Aku tak mungkin membawanya kemari.
Rumah ini terlalu sempit jika ditinggali oleh Bobbi yang super aktif di usianya yang menginjak empat tahun. Dia sangat rewel dan manja, terbiasa tinggal di rumah luas nan mewah. Dia pasti tidak akan betah jika kubawa ke sini.
Mama Mira memperkirakan, aku akan tinggal di sini selama kurang lebih tiga bulan. Sampai semua rencananya berhasil.
Saat seperti ini, dengan secangkir moccachino di tanganku, aku bisa dengan mudah membuat rencana pemasaran produkku nanti. Ide cemerlang terus-terusan mengalir dalam kepalaku saat kusesap aroma moccachino pembawa keberuntungan.
Rain dalah brand yang akan kugunakan untuk produk fashion ala Korea. Target pasar untuk Rain adalah remaja dan dewasa seusia anak kuliahan. Untuk produk fashion pria dewasa, aku baru memproduksi t-shirt dan kemeja dengan brand Mystery. Sementara, untuk wanita dewasa sasarannya adalah para ibu rumah tangga modern, yaitu homedress berlabel Wind. Dan sekarang, aku tengah menyusun strategi pemasarannya. Walau sudah ada Irene sebagai manajer marketing, aku sebagai direktur tetap harus memberikan arahan sesuai yang kumau.
Well, Mas Kun! Aku tengah berfokus untuk membangun bisnisku dari nol. Akan kubuktikan bahwa tak perlu meminta sepeser pun darimu untuk bertahan hidup!
“Nona ….” Rey memanggilku dari luar.
“Rey? Kaukah itu?” Aku harus memastikan kembali untuk berjaga-jaga, takutnya dia komplotan mata-mata yang meniru suara Rey.
“Bila duka melanda aku akan selalu ada,” jawabnya dengan menyebutkan kata sandi.
Benar, dia Rey. Kata sandi itu hanya aku dan dia yang tau.
“Masuk!” titahku.
“Jam sepuluh malam, Nona. Waktunya ‘makan malam’,” katanya mengingatkanku.
“Oh, oke. Kamu bisa kembali ke tempatmu.”
Kunyalakan televisi untuk ‘menyantap makan malamku’. Rey selalu menggunakan kata sandi tertentu, entahlah mungkin karena dia terbiasa bekerja sebagai mata-mata.
Makan malam yang dimaksud adalah menonton berita televisi, dan Top Bussiness adalah favoritku.
Malam ini Top Bussiness meliput sepuluh perusahaan besar di Indonesia, dan peringkat pertama adalah Kun Corporation—perusahaan besar milik suamiku.
Di layar, tampak Millie memberikan keterangan pada pers bahwa perusahaan Travelove tempatnya bekerja mengalami krisis keuangan sejak tahun 2027, hingga akhirnya kini harus bangkrut. Tak hanya Millie, Evan juga menceritakan hal yang sama atas bangkrutnya perusahaan Cookie. Kedua manager keuangan di dua anak perusahaan Kun Corporation itu, terlihat kecewa karena harus kehilangan pekerjaan. Semua karyawan terpaksa di-PHK.
Sementara, aku di sini tersenyum bahagia. Kabar itu adalah angin segar untuk semangatku. Travelove (perusahaan jasa travel) dan Cookie (perusahaan minuman bersoda) adalah perusahaan yang bernaung di bawah Kun Corporation, dan kini harus bangkrut.
Akan ada harga yang harus dibayar untuk sebuah perselingkuhan. Aku tahu kemana semua uang kedua perusahaan itu mengalir. Tentulah ke dompet Renata, untuk membiayai hidupnya! Memangnya, dari mana lagi Mas Kun mendapatkan uang untuk ditransfer ke rekening wanita penggoda itu? Karena perusahaan Mas Kun yang lain pengaturan keuangannya sangat ketat.
Lihat, Renata! Kau tak hanya menghancurkan rumahtanggaku, tapi juga kehidupan karyawan yang kena PHK, mereka harus kehilangan pekerjaan!
Sekarang, kau akan membayarnya, Renata! Mas Kun tak mungkin melepaskanmu begitu saja, dia sudah mengorbankan kedua perusahaannya untuk ‘membeli’ tubuh dan hidupmu. Kini, kau adalah asetnya, dan dia akan mengejarmu sampai dapat. Tak peduli hidup atau mati!
“Nona!”
Aku tersentak kala Rey membuyarkan konsentrasiku menonton berita. Dia mendobrak pintu dan langsung memangku tubuhku.
“Apa-apaan kamu, Rey! Turunkan aku!” teriakku.
“Komplotan itu ada di sini, Nona. Mereka mengejar kita. Aku harus memangku tubuhmu agar bisa lari dengan cepat!”
Derap langkah kaki yang kudengar kini semakin menjauh. Rey berlari dengan sangat cepat, hingga berhasil lolos dari komplotan yang mengejarku. Samar-samar mereka terlihat sama dengan yang mengejarku malam lalu di area parkir Apartemen Galaxy.Aku berada dalam pangkuan Rey selama beberapa menit, hingga akhirnya kami bersembunyi di semak-semak yang gelap. Rey menurunkanku dengan begitu pelan.“Mereka sudah pergi?” tanyaku.“Ya, mereka kehilangan jejak kita. Kau tak apa, Nona?”Aku mengangguk memberi tanda bahwa aku baik-baik saja.Sial! Mata-mata yang dikirim Mas Kun sudah mengetahui tempat persembunyianku di rumah itu.Rey bersandar ke sebuah pohon besar. Napasnya yang kelelahan sangat terdengar jelas olehku.“Menurutmu, apa aku harus menceritakan tentang komplotan ini pada Mama Mira?” tanyaku.“Jangan, Nona. Semakin banyak yang tahu, akan semakin sulit bagimu, dan juga bagiku. Komplotan seperti mereka, biasanya adalah
Rey membaca baik-baik email dari Mas Kun. Aku menunggu responnya, tapi lama sekali. Dia tipe orang yang teliti dan tak gegabah. Dalam menyelidiki sesuatu, dia selalu memperhatikan detail dan menimbang dari segala sisi. Pembawaannya yang tenang dan kharismatik, menampilkan sisi kecerdasannya yang cemerlang. Pembawaan Rey sangat bertolak belakang dengan profesinya sebagai bodyguard berdarah dingin. Dia lebih cocok menjadi aktor top, atau pengacara kondang.“Gimana, Rey? Kau tahu keganjilannya, kan?” tanyaku.Dia menyerahkan ponselku. Email itu sudah selesai dibacanya. “Nona terganggu dengan kata-kata ‘menarik kembali komplotanku’?” tanyanya.“Ya, bukankah itu berarti mereka masih hidup?” Aku balik bertanya.Rey tersenyum, kemudian menggeleng. “Itu artinya, Tuan Kun mengetahui kalau komplotannya sudah terbunuh. Dia menggunakan kata halus untuk mendeskripsikannya,” jawab Rey.“Kau yakin, Rey?”“Ya, Nona.”Sebenarnya, aku merasakan dua hal
“Gak masuk akal!” kataku.“Gue gak lagi ngomong kosong, Nit! Kun bawa pisau sambil ngejar Renata!” Lexa tetap dengan penuturannya.“Mas Kun gak mungkin bertingkah sembarangan. Sebagai elite di negeri ini, dia akan menjaga sikap. Gak mungkin dia mengejar seorang wanita di depan umum, apalagi sambil bawa pisau. Walaupun kenyataannya dia berselingkuh, tapi gak mungkin dia berbuat se-mencolok itu, kan? Mungkin lo salah lihat,” sanggahku.“Gue yakin dengan yang gue lihat, pria yang mengejar Renata itu adalah suami lo!”*Menjelang sore, aku masih duduk di tempat kerja, sementara para karyawanku tengah bersiap pulang. Mereka bekerja dengan baik di hari pertama produksi.Selain menjual produkku sendiri di Official Store milik perusahaan ini, aku juga akan menjual produkku dengan sistem konsinyasi. Untuk itu, sore ini aku akan pulang terlambat karena harus mencari kontak pemilik butik dan toko baju yang ada di kota ini. Aku akan menghubungi mereka untuk m
Aku dan Lexa beradu pandang. Keheningan terjadi di antara kami, hanya suara TV yang terdengar. Tanganku gemetaran karena rasa takut, sementara Lexa meremas jari tangannya seperti biasa saat sedang gelisah.“T—tadi lo bilang, Renata masuk kamar 305?” tanyaku gemetar.Lexa mengangguk, dia masih shock. Kami punya pikiran yang sama. Wanita yang tewas ditusuk itu, pasti adalah Renata!“Lexa ….” Aku mencoba memanggilnya, namun dia bergeming. Matanya fokus menatap kosong pada layar televisi.Dengan tangan gemetar, segera kupencet tombol ‘off’ pada remote TV, agar Lexa tak melihat berita itu lagi dan dapat kembali sadar, sehingga bisa kuajak bicara. Ini bukan perkara main-main, Lexa mengatakan bahwa dia telah melihat suamiku mengejar Renata sambil membawa pisau, dan sekarang wanita itu tewas akibat luka tusukan.“Lexa!” teriakku histeris sambil mengguncang pundaknya. Aku juga berada dalam kondisi
*Aku tak tidur semalaman, hanya berguling di atas kasur dan terus memikirkan Renata. Melihat jasadnya di berita online membuatku bergidik ngeri. Kedua bola matanya hampir keluar, leher dan anggota tubuh lainnya bolong kena tusukan, darah membanjiri lantai.Mungkinkah Mas Kun pelakunya? Dia tak pernah kasar, dan tak suka melakukan kekerasan. Selama rumah tangga dengannya, tak pernah sekalipun dia melakukan KDRT. Andai dia harus menyingkirkan seseorang, dia tak akan melakukan dengan tangannya sendiri. Pasti membayar profesional untuk melakukannya.Kilasan wajah Renata terus tergambar di pikiranku. Ekspresi ‘gila’ nya ketika dia bilang telah melakukan aborsi berkali-kali, ekspresi wajahnya ketika menjerit ketakutan, dan teriakan minta tolong padaku waktu di kantor tempo hari. Semua itu masih terngiang di telingaku.“Kak, tolong aku, Kak! Tolooong!” Dia berteriak padaku ketika Rey membawanya keluar gedung“Bantu aku
Kuambil biskuit, dan menggigitnya sedikit. Dengan anggun, kusilangkan kakiku dan mulai menjawab pertanyaan Madame.“Orang bijak akan sibuk mengurusi dirinya sendiri ketimbang mengurusi hidup orang lain,” jawabku, menyindirnya.Dia menyelipkan rambut ke belakang telinga, menyadari aku tengah bicara tentang attitude-nya. Sontak, dia pun tertawa untuk membayar rasa malu.“Apa yang kau tawarkan pada butikku?” tanyanya.Aku berhasil membuatnya fokus bicara tentang pekerjaan. Memang, tak akan ada yang tahan dengan sikap satire-ku.“Aku memproduksi baju remaja, dewasa pria dan wanita. Lihat,” ucapku sambil menunjukan desain yang digambar Lexa, serta sample baju yang kumaksud.Madame memeriksa helai demi helai benang pada setiap model baju yang kutunjukan. Ia juga mengamati desainnya, dan memperkirakan kelayakan baju itu jika dijual di butiknya.“Good quality. Tapi produkmu tetap harus iku
“Aku tak mau lihat senyummu,” ucapku. Dia mengangguk dan menggigit bibir, mungkin merasa malu.“Kenapa, Rey?” lanjutku, bertanya karena ia mengernyitkan dahi saat melihat ponselnya.“Tewasnya Renata ditetapkan sebagai kasus bunuh diri,” jawabnya seraya menunjukkan sebuah situs berita online di ponselnya, yang memberitakan kematian Renata.Gerak tanganku terhenti, suapan terakhir mie ramenku tak jadi kumakan.Bunuh diri? Tapi Lexa melihat suamiku mengejarnya dengan pisau di tangan. Ah, semoga saja benar wanita itu bunuh diri!“Kau mengikuti perkembangan kasusnya?” tanyaku pada Rey.“Ya.”“Menurutmu, apakah dia benar bunuh diri?”Rey tak menjawab. Juga tak tersenyum. Dia bersikap seolah tak mendengar pertanyaanku yang terakhir itu.*Ponselku berdering ketika aku sibuk membaca report kerja keempat manajer divisiku. Tertera nama Mas Kun di
Menahan bibir yang gemetaran dan dada bergejolak saat mendengar nama ‘Renata Hartadi’, aku mengatur irama nafas agar bisa meredam emosi.Sengaja kuteguk secangkir moccachino dengan mengulur waktu, sambil memikirkan jawaban yang tepat. Sementara Lexa pura-pura sibuk dengan ponselnya. Ia yang tahu permasalahanku, terkesan tak mau menanggapi keheranan rekannya yang lain tentang nama itu.“Apa dia ada hubungan saudara dengan suamimu, Nona Bos?” Kay mendahuluiku dengan pertanyaan menohoknya.“Kulihat beberapa hari lalu dia datang ke kantor, aku melihatnya bersimpuh di kakimu sebelum kau ajak masuk ke dalam,” Maura mencoba mengingat lagi kejadian tempo hari. Beruntung, hanya Lexa dan Rey yang melihatku saat menendang Renata.“Apa maksud kedatangannya ke kantor kita?” Irene semakin serius ingin tahu.Haruskah kujawab keingintahuan mereka, atau pura-pura tak mendengar saja? Kebetulan aku sedang me