Setelah menyelesaikan urusannya di London, Lucien dan Lizbeth kembali ke Los Angeles bersama dengan Kilian. Namun, sayangnya Lucien dan Lizbeth harus menunda resepsi kedua. Karena Lucien merasa belum aman. Meskipun orang Alessandro di London, sudah dibersihkan.Namun, bukan berarti orang yang kini berada di rumahnya tidak ada mata-mata. Lucien menjadi lebih waspada, dia yakin Alessandro tidak akan menyerangnya dalam waktu dekat ini.Saat pesawat Kingsley mendarat di airport, Lucien sudah memutuskan untuk kembali ke kantor bersama dengan Lizbeth. Meskipun sama-sama keluarga Kingsley, keduanya tidak ingin meninggalkan urusan pekerjaan terlalu lama.Pagi itu tiga mobil mengawal mobil yang ditumpanginya, beberapa bodyguardnya turun dari mobil membukakan pintu. Ia mengawal kedatangan Lucien kembali. Lizbeth menggandeng tangan suaminya, Lizbeth tampak tenang, mengenakan coat panjang krem dan kacamata hitam. Ia menoleh ke arah suaminya, tersenyum samar.“Akhirnya kita kembali,” gumamnya penu
Setelah menunggu cukup lama, tidak ada pergerakan sama sekali. Lucien akhirnya kembali ke villa, menyerahkan urusan Freya kepada Jason, dan orangnya untuk selalu diawasi. Lucien juga menaruh penyadap dan pelacak di tas Freya. Termasuk jam tangan yang dikenakan oleh Freya.Sesampainya di villa, Lucien masuk ke dalam villa. Langkah kakinya terhenti di anak tangga pertama. Di atas sana, seseorang berdiri menatapnya.“Lilibeth,” panggilnya dengan suara yang lembut, namun sedikit berat.Lizbeth berdiri tanpa bersuara. Matanya sembab, ia memakai sweater tipis dan celana kain. Seperti seseorang yang tidak tidur semalaman.“Kamu belum tidur?” tanya Lucien, mencoba tersenyum.“Aku tidak bisa tidur,” jawab Lizbeth lirih. “Sejak kamu pergi tadi malam, aku tidak tenang.”Lucien naik satu per satu anak tangga hingga berada tepat di hadapannya. Ia mengelus wajah Lizbeth dengan lembut.“Maaf, aku membuatmu cemas.”Lizbeth memeluknya erat, dan ia tidak berkata apa pun selama beberapa detik. Hanya sua
“Sudah seharusnya kulakukan. Bagaimanapun, aku kepala keluarga Kingsley, dan juga suamimu Lilibeth.”Lucien memeluk Lizbeth. Lalu mengecup keningnya. “Maaf, aku tidak bisa menemanimu akhir-akhir ini. Apa kamu bisa makan?” tanya Lucien dengan suara yang terdengar lembut dan hangat.Lizbeth mengangguk pelan. “Aku bisa makan. Meskipun aku tidak bisa, aku harus makan.”“Pintar sekali istriku.” Lucien memujinya dan mencium bibirnya selama beberapa detik.Tidak lama, Edwina, Samantha dan Lucas muncul. Memecah kehangatan mereka.“Boleh kami bergabung?” tanya Edwina tersenyum.Lucien mengangguk. Lucas duduk di samping Lizbeth, lengannya melingkari bahu adiknya.“Lucien, kamu harus segera menyelesaikan masalah ini. Aku kasihan adikku kesepian, dia selalu mencemaskanmu.”Lucien melotot. “Singkirkan tanganmu.”“Kau masih saja cemburu. Bagaimanapun, dia adikku.”Lizbeth tersenyum, melihat mereka berdebat. Rumah ini terasa kembali hangat. Samantha dan Edwina duduk tak jauh, menikmati kehangatan ya
Lucas sempat memejamkan mata. Kalimat Samantha barusan menenangkan, tapi juga membuat hatinya bergetar. “Terima kasih, Nek,” jawab Lucas pelan. “Salah satu alasanku di sini, karena aku juga mencemaskan Nenek. Selain Daddy, di dunia ini hanya Nenek yang menyayangiku.” Mulut Lucas berkata begitu manis.Samantha menepuk kursi di sebelahnya, Lucas beralih dan duduk di sisi Samantha. Samantha memeluknya.“Kau memang cucuku,” kata Samantha seraya mengecup keningnya.Sesaat kilatan mata Lucas sedikit berubah. Ada kesedihan, ada juga rasa haru. Mengingat selama puluhan tahun ini, hanya Samantha yang mengakui dirinya bagian dari Kingsley. Mengingat rumor yang selalu mengaitkan dia adalah anak haram Caspian.Lizbeth dan Edwina hanya tersenyum. Edwina membenarkan selimut tipis di pangkuan Lizbeth.“Terima kasih,” kata Lizbeth tersenyum.Edwina hanya membalas senyuman Lizbeth, lalu menyalakan lilin kecil di meja. Lampu ruangan sengaja diredupkan, untuk menjaga ketenangan pikiran Lizbeth yang akhi
Pagi itu, Lucien berdiri di balkon. Ia memandangi taman belakang yang hancur separuh, dengan bunga-bunga yang kini tercampur tanah, darah, dan serpihan peluru."Sudah waktunya aku bersiap," gumamnya.Langkahnya menyusuri lorong. Jason sudah menunggunya di bawah, bersama laporan lengkap dari ruang bawah tanah. Semua tawanan masih hidup. Belum ada yang bicara. Lizbeth dan Samantha, Victoria juga Edwina. Untuk pertama kalinya mereka berkumpul pagi itu, mereka di taman belakang baru saja sarapan. Mereka masih bisa makan, setelah melewati hari yang terus melelahkan itu.“Lilibeth, syukurlah kamu masih bisa makan.” Victoria memberikan perhatian untuk pertama kalinya.“Aku harus makan walaupun sedikit.”“Benar sekali. Kamu harus menjaga kesehatanmu Lilibeth,” kata Samantha seraya menghela napas. “Jadi, kalian akan menunda kepulangan ke Los Angeles?” tanya Samantha.“Aku tidak ingin membahasnya dengan Lucien. Aku tahu saat ini Lucien sedang disibukkan dengan urusan ini.”Samantha mengangguk.
Victoria membalas pelukan putranya.“Kau hebat, kau memang putraku.” Samantha tersenyum, kini hatinya merasa lega. Namun, di satu sisi dia tidak dapat membayangkan rumahnya hancur oleh serangan. Kenangan masa kecilnya, peninggalan orang tuanya. Semua itu dibayar dengan keselamatan orang-orangnya.Udara terasa dingin, rumput dan dedaunan masih basah oleh sisa hujan dini hari. Keamanan semakin diperketat, para penjaga bergantian berjaga. Gedung bagian utama mansion dipenuhi oleh peluru, lampu gantung di luar baik di dalam bergoyang, ada juga yang sudah berjatuhan di lantai.Lucien berdiri di depan jendela besar, mengenakan kemeja putih yang kini penuh noda debu dan bercak darah kering. Matanya menatap ke luar. Di belakangnya, Jason masih sibuk berbicara dengan pengawal, mengatur pergeseran posisi penjagaan.Langkah cepat terdengar dari arah koridor.“Lucien,” suara Cameron terdengar berat. “Lucas dan Kilian tiba di bandara satu jam yang lalu. Mereka dalam perjalanan ke sini.”Lucien ti