Share

7. Saling Berbagi Hasrat

Kamar Gerald dalam keadaan temaram. Suasana itu menyambut kedatangan Agnes dalam balutan mantel panjang. Keadaan terbatas tidak membuat Agnes sulit memandang kamar Gerald yang terkesan luas.

Ini kali pertama ia memasuki kamar pemilik resort dan pria yang menemani masa lalunya.

Agnes menguatkan hati dan pikiran. Ia memosisikan diri sebagai orang yang diinginkan Gerald. Sekalipun ada rasa perih yang kembali hadir, lalu semakin besar saat langkahnya berada di dekat Gerald.

Perempuan itu harus melakukannya dalam satu malam saja, kan? Seharusnya cukup mudah dan Agnes akan melupakan semuanya.

Gerald tersenyum miring sambil menenggak wine di sofa sisi ranjang. Ia hanya menunggu setelah mempermudah akses mantan kekasihnya masuk ke unit tanpa mengunci.

Lamat-lamat, kening Gerald mengernyit dari balik minuman yang ia tenggak untuk kali ketiga. Ia bisa melihat tatapan tajam Agnes, disusul senyum miring perempuan semampai itu.

Temaram dari gorden yang setengah terbuka memperlihatkan raut dewasa dan sensual Agnes. Ia menatap lekat Gerald, sebelum memastikan jika tubuh pria itu berubah tegang. Agnes menarik sudut bibirnya.

Tubuh Gerald membeku.

Ia meremat genggaman lebih kuat pada gelas berkaki tinggi yang tadinya ingin ia taruh. Namun, gelenyar dalam tubuhnya kian hadir semakin intens saat ketukan heels dan mantel yang sudah ditanggalkan Agnes lepas, dilempar begitu saja.

Barang itu teronggok, lepas dari tubuh sempurna Agnes yang kini berbalut kostum panas. G-string hitam itu membalut kaki jenjang Agnes yang semakin mendekat.

Dada sintal kian menantang bersama bahu tegap Agnes. Ia berjalan dengan tatapan sensual, lalu meraih gelas wine Gerald, menaruhnya di atas meja.

“Delapan tahun lalu kita hanya remaja yang beranjak dewasa, kan?”

Gerald nyaris menahan napas ketika Agnes mengambil duduk di pangkuan. Jemari tangan lembut dan halus itu mengusap sisi wajah Gerald, menatap nakal manik hitam dari pria keturunan Jepang tersebut.

“Aku pikir, kamu bisa melihat perubahan tubuhku yang lebih menggoda dari tubuh perempuan berusia tujuh belas tahun,” bisiknya, lalu dengan menggoda mengulum daun telinga Gerald.

Bunyi kecupan terasa dari bibir basah Agnes di tengkuk dan merambat ke leher Gerald. Membawa tubuh Gerald semakin berdesir dengan permainan bibir Agnes.

Hasrat Gerald terpantik.

Ia mengetatkan rahang seraya mengepalkan kedua tangan saat belum membalas satu pun perlakuan nakal Agnes.

“Delapan tahun lalu aku pernah menjadi milik kamu, kan?”

“Aku yakin kamu mengingat jelas noda yang tertinggal tepat di malam perayaan ulang tahunku, Gerald,” bisik Agnes menjalankan bibir basah di sepanjang rahang Gerald.

Embusan napas Agnes terasa panas di permukaan kulit wajah Gerald. Ia bisa merasakan sentuhan sensual Agnes membuat pertahanan diri Gerald hampir goyah. Ia meremat pelan kedua pinggang Agnes, lalu bersitatap dengan manik hitam yang juga menatapnya menantang.

Gerald menarik satu sudut bibirnya. “Ternyata delapan tahun berlalu, kamu sudah semakin pintar menggoda, Nes,” bisiknya lalu ganti menyerang Agnes dengan sebuah rayuan undangan.

Agnes mendesah saat bibir panas Gerald memanjakan leher jenjangnya. Ia meremat rambut belakang Gerald, lalu menekan kepala itu untuk semakin mencium, menghidu dan meninggalkan jejak di sana.

“Ge-rald,” desah Agnes saat bibir Gerald bermain semakin turun tanpa melepaskan ciuman di sepanjang kulit tubuh Agnes.

Napas Agnes berembus tidak beraturan, menerima remasan di salah satu dadanya.

“Aku ingin tau, apa ciuman kamu sudah lebih andal dari seorang anak perempuan yang saat itu baru berusia tujuh belas tahun, Sayang?”

Jemari tangan Gerald mengusap lembut permukaan bibir bawah Agnes yang sedikit terbuka. Perempuan itu sempat mendesah, tidak siap menutup dan merapatkan bibir yang menjadi kesempatan bagi Gerald mempermainkan bagian tersebut.

Agnes mengerjap.

Senyum sensualnya hadir di paras yang semakin dewasa.

Ia memainkan kerah kemeja putih Gerald.

Malam ini, pria itu tampak jauh lebih dewasa dan panas dengan kemeja lengan panjang yang dilipat sebatas siku, dipadukan celana kerja.

Dua kancing teratas sudah terbuka, menampilkan dada bidang Gerald.

“Kamu ingin mencobanya?” bisik Agnes, menjalankan jemari tangan kanan membelai dada bidang Gerald.

Agnes menekan hangat serta gelenyar dalam tubuhnya, mengetahui sosok di hadapan yang memangkunya semakin dewasa. Banyak perubahan fisik Gerald yang kian memesona.

Ia mengakui sejak pertemuan kali pertama mereka.

Gerald berdeham sekilas.

Namun, gerakan tangannya sudah meraih sisi wajah Agnes, menarik lembut dan menyatukan dua bibir yang setelah sekian lama tidak mencecap rasa yang sama.

Detak jantung Agnes berdegup kuat dengan lumatan lembut Gerald, membelai tiap permukaan bibirnya begitu mesra.

Kelopak mata keduanya tertutup, menikmati sensasi dari orang yang sama di masa lalu. Gelenyar hasrat kian memantik mantan kekasih itu untuk semakin liar dalam sambutan di dalam sana.

Gerald dan Agnes terus memainkan hasrat mereka.

Dua tubuh itu kian terbakar dan tidak bisa menolak sentuhan sama lain malam ini.

Keputusan yang Gerald ambil memang menghancurkan perasaan Agnes. Tapi, bukankah Agnes akan menunjukkan betapa murahan dirinya?

Maka, ia meloloskan begitu saja desahannya, meremat rambut Gerald setelah pria itu berhasil merebahkan tubuh Agnes di pinggir ranjang.

Gerald mengungkung dengan pesona dan sentuhan dari bibir panasnya.

Telapak tangan kanan Gerald penuh dengan dada sintal Agnes, lalu ia mainkan dan semakin menghadirkan kilatan berkabut dari matanya mendapati Agnes pasrah di bawah pria itu.

“Kamu sangat manis dan menggoda malam ini, Agnes,” bisik Gerald, menggetarkan perasaan Agnes.

Napas perempuan itu tercekat saat kecupan hangat justru terasa di kedua pipinya. Entah kenapa perlakuan tidak sampai lima detik itu sedikit mengganggunya.

Agnes langsung menepis dan tidak ingin telanjur mendapatkan sugesti oleh sentuhan lembut itu.

Ia langsung melingkarkan kedua kaki di pinggang Gerald, mengungkung tidak kalah mesra dengan tatapan nakal dan mempreteli kancing kemeja Gerald. Tatapan keduanya tidak teralihkan dan Agnes tersenyum miring, “Sentuh aku sepuas kamu malam ini, Ge,” ucap Agnes dan menyambut cepat bibir Gerald yang sudah memagutnya kian mesra.

Malam ini, kali kedua mereka akan melebur setelah delapan tahun lalu menjadi kenangan manis sekaligus pahit yang tidak akan pernah mereka lupakan.

**

“Kayaknya kamu mulai genit, ya! Masa cuma foto bersama harus saling rangkul? Kamu pikir aku nggak lihat senyum semringah kamu foto sama salah satu teman kelas kamu, Ge?”

“Ge?”

“Kenapa? Ada masalah kalau aku panggil kamu ‘Ge’ atau ‘Gerald’? Sorry, agak muak kalau harus panggil dengan embel-embel ‘Kakak’.”

Tatapan tajam dengan manik melotot horor justru dirasa menggelitik perut dan ingin menarik kedua sudut bibir Gerald.

Pria itu masih menatap santai kekasih hatinya yang berkacak pinggang di depan Gerald yang duduk manis di pinggir ranjang.

Setidaknya mereka meluangkan waktu di pergantian semester Gerald kembali ke Indonesia. Ia memutuskan bertemu dengan Agnes siang hari setelah pria itu pulang ke rumah pukul sebelas malam.

Ia tidak perlu beristirahat lebih banyak untuk mengumpulkan tenaga setelah lebih dari belasan jam melakukan penerbangan.

Agnes Zefanya bisa membuat Gerald lepas dari jetlag dan mengembalikan tenaganya yang sudah terkuras.

“Kamu kalau marah tambah lucu. Aku suka lihatnya karena udah beberapa bulan ini kita jarang punya banyak ekspresi selain raut sedih kamu yang aku tinggalin.”

Bibir Agnes mengerucut dan kedua tangannya turun dari pinggang. Ia mengembuskan napas kesal saat tawa kecil itu mengalihkan pembicaraan Agnes. “Ih, nyebelin!”

Agnes mengabaikan rintihan Gerald yang mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Agnes. Bahu, punggung dan dada bidang berbalut kaus lengan pendek menjadi sasaran empuk Agnes menstransfer rasa kesal.

Siapa yang tidak kesal ketika kekasih hatinya jauh di mata? Bahkan, sekadar memarahi saat kekasihnya cukup fatal kontak fisik dengan teman perempuannya, apa yang harus dilakukan Agnes selain menahan hal tersebut?

Ia belum puas untuk memaki dan memukul Gerald setelah dua minggu lalu menahannya. Ada beberapa foto yang membuatmu kesal. Gerald dengan nyaman begitu dekat dengan perempuan keturunan Amerika, Turki dan masih ada teman perempuan di kelasnya begitu cantik. 

Suer. Produk luar memang unggulan dan Agnes ketar-ketir berjauhan dengan pria di hadapannya.

“Ge!”

Agnes terpekik dan spontan membeliak saat tubuhnya terempas di atas pangkuan Gerald. Dalam hitungan detik, pria itu sudah menarik tengkuk Agnes dan memagut mesra bibir kekasihnya.

Hampir enam bulan ia tidak bisa mencecap candu yang membuat Gerald terikat utuh pada Agnes. Bahkan, setelah cinta mereka melebur dalam sensasi memabukkan. Gerald tidak peduli sebanyak apa pun perempuan yang mendekati ataupun saat ia pernah merasa nyaman dengan mereka. Sayangnya, Gerald menjadikan perempuan yang menjadi temannya hanya dekat dalam urusan pendidikan. Tidak lebih.

Tanpa perlu dijelaskan lebih jauh, Gerald tahu mengenai permasalahan Agnes yang berakhir membuat tubuh Gerald hampir remuk.

Foto tersebut tidak hanya ada Gerald dan teman kuliah pria itu. Melainkan ada lebih dari dua puluh orang dalam satu kelas di jurusan dan angkatan yang sama. Ini angkatan Gerald dan bukan hanya satu rangkulan yang diberikan pria itu pada teman bule-nya. Dalam beberapa pose lain, Gerald tampak santai merangkul bahu beberapa perempuan berbeda.

Teman, kan? Jadi, tidak perlu dianggap lebih karena tidak menimbulkan debar dan desiran yang meronta diusia Gerald yang menuju dewasa.

“Ge lepas—Aw!”

Pelukan itu terurai seiring dorongan kuat Agnes di dada Gerald. Bahkan, pria itu saking kesal dan gemas Agnes ingin memutuskan ciuman mereka. Ia menggigit pelan bibir bawah Agnes yang membuat perempuan itu merasa sakit. “Jangan digigit!”

“Jadi apa yang boleh digigit? Bagian kecil dan tegang ini?”

Agnes masih berpakaian lengkap dan ia berpikir tetap aman karena ucapan mesum Gerald tidak akan terbukti. Tapi, bukan berarti pria itu tidak jadi menggodanya dan memilih menyalurkan dalam remasan kecil.

“GERALD OGAWA!”

Pria itu tergelak setelah berhasil memainkan hasrat Agnes dengan remasan dari telapak tangannya.

“Kamu udah berani melecehkan anak SMA tau! Aku bisa laporin kamu ke polisi!”

“Gimana kalau aku buat laporan balik?”

“Apaan sih, kampret?! Laporan balik apa?!”

“Laporan balik karena kamu udah mengambil paksa keperjakaanku beberapa bulan lalu?”

**

Debur ombak di bawah sana dan angin malam menyentak kembali Agnes dalam kenangan masa lalu. Ia menoleh ke balik kaca jendela yang memperlihatkan Gerald tertidur pulas di ranjang yang membawa mereka melebur kali kedua.

Ia ingat.

Setelah pertengkaran kecil yang Agnes besar-besarkan dan tidak ingin bicara dengan Gerald hampir satu minggu.

Kabar pria itu akan kembali ke negara barunya menyentak Agnes dalam perih. Bahkan, ia terlalu sibuk menyiapkan malam perpisahan angkatannya dan Agnes terlalu nyaman dengan atmosfer tersebut. Sampai melupakan Gerald yang hari demi hari memberikan penjelasan padanya. 

Agnes memblokir kontak Gerald dan menutup akses pria itu yang mendatangi rumahnya.

Ia juga lupa untuk menjaga perasaan Gerald saat memilih bergandengan tangan dengan pria lain, lalu begitu mudah diajak dansa oleh teman pria populer di sekolah Agnes.

Setidaknya, itu pemicu kecil yang membawa Agnes dalam masalah besar. Hubungan Agnes dan Gerald yang manis, lalu sikap pria itu yang lebih dewasa juga penyabar harus menghilang seiring kebodohan Agnes.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status