Share

2. Sendiri

Auteur: prasidafai
last update Dernière mise à jour: 2024-07-11 10:32:53

Ada stok permen mint yang selalu dibawa Fara dalam tasnya untuk menghilangkan bau nikotin pada mulutnya. Dia mengambil satu dan memakannya saat mobil mulai masuk ke dalam gerbang rumah. Walaupun hari ini dia tidak merokok, dia tetap merasa khawatir bau itu akan tercium saat Shakir mendekatinya.

Wanita berkaki jenjang itu langsung masuk kamar dan membersihkan dirinya dengan mandi. Asistennya sudah menyiapkan bathub dengan air susu setelah dia memintanya saat masih di perjalanan beberapa menit yang lalu. Dia merendam dirinya di dalam bathub sambil mencium aroma mawar dari lilin di sebelahnya.

Matanya terpejam, menikmati aroma susu yang bercampur dengan mawar dan kehangatan air yang merendam tubuhnya. Tendangan kecil dari bayi di dalam perut mengukir senyum di bibirnya. Dia menyayangi bayi ini, sekalipun ayah kandungnya tidak akan pernah mempedulikannya.

"Sayang," panggil seseorang membuat Fara terbangun. Rupanya dia tertidur. Entah sudah berapa lama.

"Hai, Mas Shakir," sapanya sambil mencoba membuka matanya lebih lebar.

Shakir menggenggam telapak tangannya. "Jari kamu sudah keriput. Sudah berapa lama kamu ketiduran? Ayo, aku bantu mengeringkan badan."

Fara menuruti perkataan Shakir. Shakir mengeringkan tubuhnya dengan handuk bersih dan mengecup singkat perut buncitnya. Dia lalu berjongkok dan mengeringkan bagian kaki Fara.

Sejak usia kandungannya menginjak lima bulan, Fara sudah kesulitan menjangkau kakinya. Shakir sering membantunya menggunting kuku kaki, mengeringkan bagian kaki setelah mandi, memakaikan kaos kaki dan sepatu.

"Terima kasih, Mas," ucap Fara saat Shakir memakaikan bathrobe padanya.

"Anything for my queen," sahut Shakir mesra.

Fara meraih gaun selutut warna putih yang sudah disiapkan asisten dan segera memakainya. Shakir membantu menyisir rambut panjangnya. Padahal pria itu baru saja pulang dari kantor dan belum sempat membersihkan dirinya sendiri.

"Mas Shakir, aku akan melahirkan dengan dokter Ardi minggu depan tanggal 6 April. Kata Mama, minggu depan kamu sibuk persiapan proyek baru?" Fara mulai membuka obrolan setelah dia berpakaian lengkap.

"Tanggal 6 April?"

"Iya, hanya itu jadwal dokter Ardi yang masih kosong dan cocok dengan usia kandunganku. Ada apa?" tanyanya basa-basi.

"Aku ada jadwal pertemuan dengan Omar Harris, rekan bisnis dari Jerman yang akan membantu aku di proyek baru. Dia orang Indonesia, tapi besar di sana. Apa kamu nggak bisa ganti dokter lain, Sayang? Aku pengen nemenin istri aku melahirkan anak kita."

Fara menelan ludah. Hatinya bergetar ketika Shakir menyebut anaknya dengan anak kita. Seandainya Shakir tahu bahwa dia bukan ayah kandung dari anak ini, Shakir pasti akan marah besar padanya.

"Aku cuma nyaman sama dokter Ardi, Mas."

Mata Shakir berkaca-kaca. Ekspresi yang seharusnya tidak dimiliki oleh pria yang sehari-hari bekerja menggunakan setelan jas lengkap.

"Bagaimana kalau kamu butuh aku? Mama bilang, melahirkan itu sakit. Makanya Mama gak mau hamil lagi setelah aku lahir."

"Aku... bisa sendiri, Mas. Perusahaan butuh kamu, kamu nggak boleh cancel pertemuan itu buat aku. Aku akan merasa bersalah kalau proyek itu gagal. Papa akan kecewa dan Mama juga akan berpikir aku maksa kamu buat nemenin aku."

Fara memaksakan senyumnya.

"Aku juga merasa bersalah kalau kamu melahirkan sendirian, Sayang. Itu momen berharga buat aku. Momen pertama aku akan lihat wajah anak kita, menggendongnya."

Shakir mulai meneteskan air mata. Fara hampir saja berdecak melihatnya. Pria itu sangat sensitif dan mudah menangis.

"Jangan menangis, aku akan sedih. Setidaknya kita bisa bertemu setelah kamu selesai rapat hari itu, kan? Aku akan pastikan kamu laki-laki pertama yang akan menggendongnya. Bukan Papa," ujar Fara menghibur suaminya dengan nada jahil.

Shakir terkekeh. "Janji?"

Dia mengacungkan jari kelingkingnya. Fara menautkan jari kelingkingnya. "Janji, Mas."

***

Fara baru sempat merapikan hospital bagnya satu hari sebelum jadwal operasi. Dia dibantu oleh beberapa asisten rumah tangga karena tidak bisa bergerak dengan lincah.

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Shakir biasanya sudah sampai di kantor. Suaminya menjadi lebih sibuk karena besok adalah jadwal pertemuan penting. Pertemuan yang akan menentukan langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh Fara dan komplotannya.

"Aduh!" pekik Fara sambil memegangi perutnya.

"Ibu kenapa?" tanya seorang asisten yang mendengarnya.

"Sakit!" Fara meringis.

"Saya panggil Bu Sarah ya, Bu?" tanya asisten itu dengan cemas.

"Jangan! Panggil sopir saja untuk siapkan mobil. Sepertinya saya akan melahirkan sekarang." Fara memerintah sambil terus memegangi perut besarnya.

Asisten itu berlari tergopoh-gopoh keluar kamar. Fara terus-terusan meringis menahan sakit sambil dipegangi oleh asisten lainnya.

"Bu, atur napas, Bu. Hospital bagnya sudah siap, nanti saya bawakan ke mobil," ujar asisten yang lain, tak bisa menyembunyikan kepanikannya.

Beberapa menit kemudian, asisten yang tadi keluar memanggil sopir datang lagi. Dia meminta Fara untuk keluar karena sopir sebentar lagi akan tiba di depan rumah. Dua orang asisten segera membantunya berjalan dan seorang lagi membawakan hospital bag.

"Ibu yakin gak mau minta tolong sama Bu Sarah?" tanya asisten itu lagi setelah Fara berhasil duduk di jok belakang mobil. Dia menggeleng.

"Hari ini jadwal Bu Sarah dan Pak Ryan reuni. Mereka lagi siap-siap, jangan diganggu. Saya bisa sendiri."

Pintu mobil tertutup rapat setelahnya dan sopir segera menginjak pedal gas membelah jalanan ibu kota.

Sepanjang perjalanan dia terus mengernyit, mendesis, teriak kesakitan, dan sesak napas. Sopir yang membawanya semakin menginjak dalam-dalam pedal gas. Suara klakson pun terdengar nyaring saling bersahutan tak mau mengalah.

Keringat mulai bercucuran di dahi Fara. Perasaannya tidak menentu antara menahan sakit dan khawatir hal ini akan menimbulkan masalah. Dia seharusnya baru melahirkan besok sesuai jadwal sesarnya.

Kontraksi yang datang terus menerus itu membuat dia berpikir bahwa ajalnya sudah dekat. Malaikat maut sudah bersiap di dekatnya, tengah menontonnya dan menunggu waktu yang tepat untuk mengambil nyawanya.

Entah siapa dulu yang akan datang menghampiri Fara. Malaikat maut atau malaikat kecil yang sedang mengirimkan sinyal bahwa dia akan lahir ke dunia lebih cepat. Dia pasrah.

Mobil berhenti tepat di depan ruang IGD Rumah Sakit Dharmawangsa. Beberapa perawat membantu sang sopir untuk membawanya keluar.

Fara meneteskan air mata. Sejak kecil dia sudah dititipkan ke panti asuhan dan tidak pernah tahu siapa orang tuanya. Dia seorang diri melawan dunia yang kejam ini.

Di saat seperti ini pun dia masih harus sendirian. Berjuang melawan sakit. Rasanya jika dia salah langkah sejengkal saja, dia bisa jatuh ke jurang kematian.

"Fara! Sayang!" Panggilan dari suara yang sangat Fara kenal. Pria itu berlari menyusul para perawat yang mendorong ranjangnya.

"Fara, ini aku. Aku di sini," ujar Shakir dengan suara gemetar sambil menggenggam tangannya dan menyamakan langkahnya dengan para perawat.

Fara mengambil kesempatan itu untuk meremas tangan Shakir dengan kuat. Melampiaskan rasa sakitnya di sana. Sekaligus rasa marahnya karena melihat Shakir justru berada di sini.

Dia ingin bicara pada Shakir. Namun, rasa sakit dari kontraksi terus menghantamnya.

"Sakit, Mas," hanya itu yang keluar dari bibir mungilnya.

"Adek... pelan-pelan ya, Mama kesakitan," ujar Shakir sambil mengelus perutnya. "Pelan-pelan aja, kita tahu adek mau datang. Semangat adek, semangat Mama."

Air mata menetes lagi dari kedua mata Fara melihat cara Shakir merespons keluhannya. Dia mulai terisak. Perasaan bersalah mulai menyerbu hatinya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Jebakan Istri Lugu   40. Keluarga

    Dua tahun kemudian…Fara mengajak Shakir dan keluarganya untuk berlibur ke Dieng, Wonosobo. Ini adalah perjalanan pertama keluarga konglomerat itu ke tempat wisata lokal. Biasanya, luar negeri seperti Paris, Belanda, Turki, Amerika yang selalu menjadi pilihan mereka.Fara bersikeras membawa mereka ke Dieng. Dia menjanjikan homestay yang nyaman, pemandangan gunung dan lembah yang memukau, serta udara dingin yang membawa oksigen bersih. Semua diurus oleh wanita itu.Homestay ini terdiri dari dua lantai dan dilengkapi dengan furnitur sederhana. Tidak semahal yang ada di rumah Kelapa Gading, tapi tetep berkualitas baik.Ada juga halaman yang luas di sekitar homestay dan di sana orangtua Shakir sedang menyiapkan barbeque.Attar yang sudah berusia empat tahun, terus menempeli Sarah yang sibuk membantu Ryan. Bocah kecil itu selalu bertanya macam-macam dan tidak akan berhenti bicara sebelum mendapat jawaban yang memuaskan.Sementara Fara baru saja keluar dari kamar mandi. Dia menyembunyikan t

  • Jebakan Istri Lugu   39. Kedua

    Sidang yang berlangsung beberapa kali selama sekitar tiga bulan akhirnya selesai. Hakim memutuskan Afnan Projects jatuh kembali ke tangan Shakir, begitu pula rumah Kelapa Gading dan harta kekayaan mereka lainnya.Niko diputuskan menjadi tersangka utama dan harus menjalani hukuman selama 15 tahun. Begitu pula Fara dan Sella yang dijatuhi masa percobaan selama dua tahun. Setelah sempat menolak, Sella akhirnya menyerahkan diri ke polisi bersama Fara kala itu.“Fara,” panggil Sarah sambil merangkulnya. Fara tidak bisa membalas pelukan wanita itu karena tangannya di borgol. “Kamu harus kuat di dalam sana,” pesan Sarah sambil mengelus punggungnya.Di balik punggung Sarah, ada Shakir yang tengah menggendong Attar dan Ryan yang sudah kembali berdiri gagah. Ryan maju dan ikut mengelus bahu Fara. Mereka berharap elusan itu mampu mengalirkan energi baik pada menantu mereka.“Iya, Ma,” sahut Fara. “Mama dan Papa jaga kesehatan. Jangan berantem lagi ya.”Sarah yang hampir saja menangis jadi tertaw

  • Jebakan Istri Lugu   38. Buta

    Orang pertama yang Shakir hubungi setelah mendapat kabar Fara menghilang adalah Sella. Pria itu menelepon Sella sambil berpegangan pada bahu tukang ojek yang membawanya membelah jalanan Jakarta. Dia harus sedikit berteriak supaya Sella bisa mendengar suaranya.“Please, kasih tahu aku, Tan!” serunya panik ketika Sella memilih bungkam.“Tante sudah janji sama Fara buat gak bilang apa-apa ke kamu. Dia cuma titip pesan supaya kamu bisa hidup bahagia tanpa dia.”Shakir berdecak. “Yang bisa buat aku bahagia cuma Fara, Tan. Tante, Fara belum tentu aman di luar sana tanpa aku. Ada lebih banyak orang jahat di luar sana,” ucap Shakir frustasi.Sella menghela napas. Dia terdiam beberapa beberapa saat, menimbang-nimbang apakah dia harus memberi tahu Shakir atau menuruti permintaan Fara untuk merahasiakan keberadaannya.“Tan? Masih di sana, kan?” tanya Shakir tak sabar karena Sella tak kunjung menjawab.“Kamu serius masih mau sama Fara setelah tau siapa dia sebenarnya?” Sella balik bertanya.“Seri

  • Jebakan Istri Lugu   37. Selamanya

    Omar diadopsi oleh pasangan suami istri dari Jerman saat berusia 10 tahun. Dia langsung diboyong untuk sekolah di sana oleh orang tua angkatnya. Hanya dia yang berhasil diadopsi di antara teman-teman seangkatan di panti asuhannya.Panti asuhan Niko, Omar, dan Fara terbilang kecil dan tidak banyak donatur yang datang. Tidak semua anak akan bernasib baik seperti Omar. Ada lebih banyak anak yang harus menelan kekecewaan karena tak kunjung mendapat orangtua asuh seperti Fara dan Niko.Saat kuliah, Omar memilih kembali ke Indonesia dan satu kampus dengan Fara. Berbeda dengan Omar yang bisa kuliah dengan penuh fasilitas, Fara harus sangat menghemat uang hasil jerih payahnya bekerja paruh waktu supaya bisa membayar kuliah.Teman masa kecil yang akhirnya jatuh cinta. Mereka adalah Fara dan Omar. Hubungan mereka awalnya sangat lancar.Namun, Omar mulai sering tertangkap basah sedang bercumbu dengan teman-teman mereka. Alasannya karena Fara tidak pernah mau diajak melakukan hal itu dengan Omar.

  • Jebakan Istri Lugu   36. Sirna

    Fara baru saja keluar dari kamarnya sambil menyampirkan handuk di bahunya pada pukul delapan pagi. Tidak seperti rumah Kelapa Gading yang memiliki kamar mandi di setiap kamar tidur, di rumah ini hanya ada satu kamar mandi bersama. Sementara Attar sudah kembali terlelap setelah kenyang minum susu.“Sudah bangun?” tanya Shakir yang tengah membuat teh manis di dapur. Pria itu tersenyum.“Mau ke mana?” Fara balik bertanya ketika melihat Shakir sudah berpakaian rapi menggunakan kemeja dan celana hitam. Dia mengurungkan niatnya ke kamar mandi dan lebih memilih menghampiri Shakir.Sejak mereka berkumpul di sini, Fara dan Shakir tidur di kamar terpisah walaupun masih terikat dalam pernikahan yang sah. Fara ingin hubungan mereka kali ini berjalan perlahan dan Shakir menghormati keputusan itu. Walaupun mereka sudah menikah selama setahun, ini adalah kali pertama Fara bisa menunjukkan dirinya sendiri di hadapan Shakir.Shakir menggeser secangkir teh hangat ke hadapan Fara. Dia membuat dua porsi.

  • Jebakan Istri Lugu   35. Menyerah

    “Papa minta maaf, Ma,” ujar Ryan setelah Sarah mendapatkan kekuatannya kembali untuk berdiri. Wanita itu sekarang duduk di salah satu bangku ruang tunggu.“Kok bisa sih Papa tega sama Mama? Mama kurang apa lagi? Mama yang nemenin Papa dari nol,” keluh Sarah sambil berkali-kali menghapus air mata yang terus mengalir. “Siapa dia, Pa?”“Teman dari kampung, Ma. Maaf, malam itu dia datang ke tempat Papa waktu Papa dinas di Banyuwangi. Dia yang mau menyembunyikan hal ini dan ingin mengurus Niko sendirian. Papa gak nyangka hal itu akan sampai seperti ini. Maaf, Ma.”“Setelah itu, apa Papa masih berselingkuh?”“Gak, Ma. Gak mungkin. Itu kesalahan Papa, bukan kebiasaan Papa. Mama mau maafin Papa?”“Mama butuh waktu, Pa.”Ryan mengangguk pasrah. Dia tertunduk juga. Air mata mulai membasahi pipinya.Lalu, Ryan menggenggam tangannya erat sambil menunggu sang istri tenang. Rumah tangga yang sudah dia bina selama 30 tahun tidak boleh hancur.Langkah kaki yang mendekat membuat Ryan dan Sarah mengang

  • Jebakan Istri Lugu   34. Nostalgia

    “Apa Pak Ryan masih mau menutupi hal ini setelah puluhan tahun berlalu?” tanya Niko sambil menaikkan kedua alisnya.“Apa maksud kamu, Niko?” tanya Sarah mewakili rasa penasaran Sella dan Fara.Ini adalah hal yang tidak pernah Niko ungkapkan pada Fara dan Sella. Selama ini, mereka mengira Niko mengincar harta kekayaan keluarga Afnan karena keluarga itu adalah salah satu konglomerat di Indonesia. Namun, ternyata ada alasan lain yang Niko sembunyikan dari teman-teman komplotannya.“Apa Bu Sarah siap mendengar ini?” tanya Niko mengalihkan perhatiannya pada wanita paruh baya yang tengah meminta penjelasannya itu.“Ada apa, Niko?” tanya Fara tak sabar. Sella mulai mengerutkan dahi.Niko tersenyum tipis. “Izinkan saya memperkenalkan diri saya kembali pada Pak Ryan dan Bu Sarah,” ucapnya. “Saya Niko Pratama, usia saya setahun lebih tua dari Shakir, dan saya sudah tinggal di panti asuhan sejak kecil karena ibu saya meninggal dan ayah saya yang bernama Ryan Afnan membiarkan hal itu terjadi.”Fa

  • Jebakan Istri Lugu   33. Dosa

    Memori Fara kembali ke saat-saat dia akan melahirkan Attar. Kesakitan di atas tempat tidur dan beberapa perawat membawanya ke ruang VK. Lalu, tiba-tiba Shakir datang sambil memberinya kekuatan lewat genggaman tangannya.Namun, kali ini keadaannya sedikit berbeda. Kini Shakir yang ada di atas tempat tidur sambil memejamkan mata dan banyak bercak darah di bajunya.Sementara Fara ikut berlari bersama para perawat sambil menggenggam tangan Attar. Wanita itu berharap dia bisa mentransfer kekuatannya pada Shakir.“Mohon maaf, Ibu tunggu di sini saja!” seru seorang perawat membawa Shakir masuk ke ruang operasi.Fara terpaku di tempatnya sambil terus menangis. Isakannya memilukan hati, mengundang orang untuk berempati. Apalagi penampilannya saat ini sangat berantakan, ada bekas darah Shakir di wajah dan bajunya.Kakinya terasa lemas. Fara meruntuhkan kekuatannya dan jongkok sambil memeluk lututnya. Dia membenamkan wajahnya di antara lutut dan tangisannya semakin menyayat hati.Sella yang meli

  • Jebakan Istri Lugu   32. Berlutut

    Di luar dugaan, daripada kabur karena suara sirine yang semakin mendekat, Omar justru tertawa dengan keras. Suara tawanya menggelegar ke seluruh ruangan. Ada marah, kecewa, sedih, putus asa, dan dendam di sana.Shakir bersiap di tempatnya. Dia mengamati pergerakan Omar dan menunggu kesempatan supaya bisa menarik Fara ke dalam pelukannya.“Omar, lo harus berhenti,” ujar Sella sedikit berteriak. Wanita itu tidak berani mendekat.Padahal percuma saja dia melebarkan jarak mereka karena senjata tajam yang dipegang Omar adalah senjata jarak jauh. Sella bisa langsung terkapar di lantai jika Omar memutuskan menarik pelatuk itu ke arahnya.“Ada apa dengan otak lo, Sella? Lo berpihak sama musuh juga? Apa uang dari Niko kurang buat biaya pengobatan keluarga lo? Makanya sekarang lo berpihak ke Shakir? Ah tapi percuma, lo lupa kalau Shakir sekarang miskin?” Omar tertawa lagi. “Sella,” lanjutnya. “Lo sekarang berpihak sama Shakir. Lalu, apa Shakir tahu kalau lo ikut andil saat akhirnya gue setuju

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status