Share

Bab 3

Author: King
Namun, pada tingkat getaran seperti ini, aku benar-benar tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa lagi. Tubuhku mulai menggeliat secara tidak sadar dan kerah mantelku pun semakin lama semakin terbuka lebar.

Terutama sepasang gundukan kenyalku. Benda itu terimpit oleh otot dada pria di depanku hingga berubah bentuk, mengirimkan gelombang rasa kebas yang nikmat berkali-kali.

Tidak bisa ... ini terlalu berbahaya, aku bisa ketahuan!

Lagi pula, aku harus turun dan pulang sekarang.

Tepat saat aku ingin mematikan si "kecil merah jambu", kereta tiba-tiba melambat karena sampai di stasiun. Akibat gaya inersia, pria di depanku tersentak dan tanpa sengaja menyenggol tanganku hingga keluar dari saku mantel.

Aku terperanjat. Aku ingin menarik kembali tanganku untuk mematikan alat itu, tetapi pria di hadapanku justru langsung menggenggam tanganku.

Gawat!

Apakah dia menyadarinya?

Jantungku berdegup kencang. Benar saja, saat aku mendongak, dia sedang menatap tajam ke arah dadaku yang terekspos di balik kerah mantel dengan tatapan penuh gairah.

"Le ... lepaskan aku, aku harus turun."

Ada kegembiraan yang aneh di dalam hatiku. Suaraku sedikit gemetar, diiringi napas yang memburu. Namun, suaraku malah terdengar seperti rengekan manja yang menggoda. Antara menolak dan menginginkan.

Dia tidak menjawab, matanya tetap terpaku pada dadaku. Meski dia melepaskan tanganku, tubuhnya justru semakin mengimpitku.

Gerbong kereta sudah sangat penuh dan posisiku cukup jauh dari pintu. Dengan impitannya yang seperti itu, aku sama sekali tidak bisa bergerak.

Belum lagi, ada sensasi gila yang terus berdenyut di area sensitifku!

Dadanya yang hangat menempel erat pada tubuhku. Membuatku merasa lemas dan kehilangan seluruh tenaga.

"Jangan mengimpitku begini, aku nggak sempat turun ...."

Aku mulai cemas, suaraku nyaris terdengar seperti orang menangis.

Namun, karena gerbong terlalu padat dan aku tidak memakai pakaian dalam, aku tidak berani berteriak. Akhirnya, aku hanya bisa pasrah melihat pintu kereta tertutup kembali.

"Ini salahmu ... kenapa kamu berdiri sedekat ini denganku?"

Kali ini, dia akhirnya bicara. Suaranya membuat jantungku berdetak semakin kencang.

"Kamu ... nggak memakai apa-apa di dalam?"

Belum sempat aku bereaksi, aku merasakan salah satu gundukan dadaku diremas pelan oleh sebuah tangan.

Itu tangannya!

Jantungku berpacu di titik maksimal. Meski hatiku jelas ingin menolak, tubuhku seolah tersihir dan menikmati belaian itu.

Aku tidak kuat menahan rangsangan ini. Aku ingin berteriak, tapi karena dikelilingi banyak orang, teriakan itu hanya berakhir menjadi desahan halus.

Tangannya seolah memiliki sihir yang membuatku tak berdaya.

Hanya dalam beberapa detik, area sensitifku sudah kacau balau dan basah kuyup.

Si "kecil merah jambu" masih terus bekerja. Aku nyaris menangis karena merasa tidak sanggup lagi menjepitnya agar tidak jatuh.

"Kumohon ... beri ruang untuk tanganku. Biarkan aku memasukkan tanganku ke sakuku."

Suaraku bergetar, terselip nada memohon di sana.

Seolah menyadari sesuatu, dia justru merangkul pinggangku dan mengimpitku ke sudut gerbong.

Kemudian, tangannya menyelinap masuk ke dalam sakuku dan menyentuh remotku.

"Kamu ...."

Tatapannya seketika berubah menjadi aneh.

"Kumohon, jangan ...."

Aku pun menyadari apa yang ingin dia lakukan. Namun, aku sudah tidak bisa melawan lagi. Seluruh tulangku terasa lemas. Aku hanya bisa terkulai dalam dekapannya dengan tubuh yang mati rasa karena kenikmatan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jebakan Manis   Bab 13

    Setelah meninggalkan rumah sakit, aku segera melapor polisi. Aku mengajak polisi pulang ke rumahku dan menunggu Liam di sana dengan ponsel dalam keadaan mati.Karena tidak bisa menghubungiku, Liam akhirnya pulang sendiri. Begitu masuk ke rumah, dia langsung lemas melihat polisi yang duduk di ruang tamu. Liam sempat mencoba kabur, tetapi polisi segera melumpuhkannya di lantai."Periksa ponselnya! Riwayat obrolan dengan ayahnya, ada bukti di sana!" teriakku sambil menangis, merasa sangat sakit hati.Polisi membuka paksa ponselnya untuk penyelidikan. Benar saja, di dalamnya penuh dengan foto-fotoku. Segala macam foto, mulai dari hari di kereta saat aku mengenakan mantel, foto sehari-hari, hingga foto-foto pribadiku yang diambil diam-diam.Dia mengirimkan semuanya kepada ayahnya! Manusia sampah ini sudah mengincarku sejak hari pertama di kereta bawah tanah itu!Mengetahui kenyataan ini, pertahananku runtuh. Aku terduduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya karena putus asa. Beruntung a

  • Jebakan Manis   Bab 12

    Suara percakapan dari luar pintu masih berlanjut."Anakku, seleramu memang bagus. Aku sangat puas dengan wanita ini.""Di foto-foto yang kamu kirimkan, pantatnya cukup besar. Sekali lihat saja, aku tahu dia subur. Mumpung aku masih cukup muda, segera buat dia mengandung benihku!"Itu suara ayah Liam. Aku hampir tidak mempercayai telingaku sendiri. Rasa dingin menjalar di sekujur tubuhku.Foto apa? Mengandung benih ayahnya?"Ayah, itu sama sekali nggak ada masalah. Toleransi alkoholnya buruk, tadi di tehnya sudah kumasukkan obat. Begitu dia tidur terlelap nanti, Ayah bisa masuk. Dia nggak akan menyadarinya sama sekali.""Dulu saat perjamuan kantor, aku juga mengandalkan obat ini untuk menidurinya. Kalau nggak, dia mungkin nggak akan mau jadi pacarku."Nada bicara Liam terdengar bangga, membuat darahku terasa membeku. Apa maksudnya ... dia membiusku? Bukan hanya kali ini, tapi juga malam saat dia mengantarku pulang waktu itu! Minuman pereda mabuk itu!Tapi kenapa?"Ah, kamu sudah beker

  • Jebakan Manis   Bab 11

    Berkat dorongan dari Liam, aku akhirnya mengumpulkan keberanian untuk melangkah masuk."Halo, Paman. Aku adalah pacar Liam, namaku Sonia Karla.""Saya tidak tahu apa yang Paman sukai, jadi saya bawakan beberapa suplemen kesehatan. Semoga Paman suka."Begitu masuk, aku melihat ayah Liam sedang duduk di halaman. Melihat kedatanganku, pria itu segera tersenyum lebar. Dia bergegas menghampiriku dan mengambil suplemen dari tanganku, lalu meletakkannya begitu saja tanpa melihatnya sedikit pun.Sebaliknya, perhatian ayahnya sepenuhnya tertuju padaku. Dia tak henti-hentinya bertanya apakah aku lelah di perjalanan atau apakah aku lapar. Aku membalas semua pertanyaannya dengan senyuman dan hatiku pun merasa lega. Liam tidak berbohong. Ayahnya bukan orang yang sulit kuhadapi seperti yang kubayangkan, melainkan sosok orang tua yang sangat ramah dan baik hati.Sepanjang sore itu, hubungan kami sangat harmonis. Saat waktu makan malam tiba, ayahnya bahkan memasak dan memenuhi meja dengan hidangan

  • Jebakan Manis   Bab 10

    Hanya saja, setelah itu kepalaku terasa semakin berat. Rasa peningnya mulai menyiksa hingga aku mau tak mau bertanya pada Liam, "Jus pereda mabukmu sepertinya nggak mempan, kepalaku malah makin pusing.""Haha, mungkin label 'pereda mabuk' itu cuma taktik dagang saja. Nggak apa-apa, sebentar lagi sampai rumah, tahan sedikit ya."Dalam ingatanku, itulah kalimat terakhir yang kudengar darinya. Setelah itu, aku benar-benar kehilangan kesadaran. Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku sampai di rumah, naik ke lantai atas, hingga membuka pintu.Tengah malam, aku bermimpi. Aku kembali ke kereta bawah tanah itu. Liam mengimpitku, dengan liar mempermainkan area sensitifku dan meremas dadaku. Namun kali ini, saat aku ingin menghentikan Liam, dia seolah sudah menduganya dan langsung mencengkeram kedua tanganku. Lalu dengan kasar dia menerobos masuk ke dalam.Anehnya, orang-orang lain di dalam mimpi itu seolah tidak mendengar maupun melihat. Bahkan saat aku sudah benar-benar kehilangan kendali dan b

  • Jebakan Manis   Bab 9

    Saat aku sampai di tempat acara, perjamuan baru saja dimulai. Aku duduk di kursiku dan diam-diam menyalakan si "kecil merah jambu". Sensasi yang sudah lama kurindukan segera menyambar ke seluruh tubuhku seperti aliran listrik."Kenapa kamu baru datang?"Aku menoleh dan baru menyadari bahwa Liam duduk tepat di sampingku. Dalam sekejap, aku seolah menemukan kembali perasaan nikmat yang meresap hingga ke tulang seperti di kereta waktu itu.Dalam hati, aku merasa sangat bergairah dan bisa merasakan area sensitifku mulai basah kuyup. Untungnya kali ini, selama acara berlangsung tidak ada yang menyadari keanehanku. Di sela-sela bersulang dan minum, aku diam-diam 'menghadiahi' diriku sendiri beberapa kali.Setelah makan malam selesai, seseorang mengusulkan untuk pergi ke tempat karaoke untuk bersantai, dan bos kami setuju. Aku membayangkan suasana tempat karaoke yang remang-remang dan bising. Hatiku kembali berdebar penuh antisipasi, sedangkan tubuhku terus merasa lemas karena rangsangan.

  • Jebakan Manis   Bab 8

    Aku benar-benar pusing. Saat ini, aku sama sekali tidak ingin berhubungan lagi dengan pria brengsek ini. Apa aku harus punya pacar dulu baru bisa menyingkirkannya?Tepat di saat aku bingung, Liam melangkah keluar dari kantor. Dia menatapku, lalu menatap pria itu."Sayang, jangan salah paham. Dia hanya mantan pacarku. Kami sudah bertahun-tahun nggak berkomunikasi. Tapi tiba-tiba, hari ini dia datang menggangguku!"Melihat Liam, aku merasa menemukan penyelamat. Aku langsung menghampirinya, merangkul lengannya, dan berakting seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.Bersamaan dengan itu, aku memberi kode mata pada Liam agar dia mau bekerja sama denganku.Liam mengerti maksudku. Dengan sangat natural, dia mengusap kepalaku dan tersenyum lembut. Dia berkata, "Sayang, tentu saja aku percaya padamu."Taktik ini ternyata manjur. Wajah mantan pacarku berubah drastis melihat pemandangan ini. Dengan nada tak rela, dia bertanya, "Kamu benar-benar sudah punya pacar? Apa kelebihannya di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status