Share

Bab 6

Author: Fara Kinara
Sebelum resmi bekerja, Natalie harus menjalani kelas percobaan. Hanya jika kelas percobaan itu memuaskan klien, barulah dia akan diterima.

Natalie mengikuti Denzel memasuki vila Keluarga Syafar. Para pelayan sudah menunggu sejak tadi. Begitu mereka datang, salah satu dari mereka segera membuka pintu ruang tamu. "Selamat datang, Tuan, Nona."

Mendengar suara itu, Holly menoleh dan berseru dengan riang, "Kak Denzel, kamu sudah pulang!"

Denzel berjalan ke pinggir karpet wol. Ekspresi yang biasanya dingin tampak melunak. "Lyly, Kakak sudah mencarikan guru privat untukmu. Ayo, sapa Bu Natalie."

Pandangan gadis kecil itu beralih ke arah Natalie, penuh rasa ingin tahu dan perhatian. Natalie maju beberapa langkah, berjongkok di hadapan gadis kecil itu dengan senyuman hangat. Suaranya lembut saat berucap, "Halo, namaku Natalie. Kamu bisa panggil aku Bu Natalie."

Holly tidak terlihat canggung sama sekali. Dia justru sangat ramah, bahkan mencium pipi Natalie. "Kak Natalie, namaku Holly. Kamu bisa panggil aku Lyly!"

Natalie sampai terkejut dengan sambutan manis itu. Pelayan di sebelah mereka tertawa. "Sepertinya Nona sangat menyukai Bu Natalie."

Natalie tersenyum malu-malu. Denzel pun cukup terkejut. Sebelumnya juga pernah ada guru privat, tetapi Holly tidak pernah seramah ini, bahkan kadang suka mengerjai gurunya.

Setelah itu, sesi kelas percobaan dimulai. Natalie terlebih dahulu memahami kemajuan belajar Holly, lalu memilih beberapa poin pelajaran untuk disampaikan.

Di ruang tamu sudah tersedia area belajar, lengkap dengan papan tulis dan perlengkapannya. Natalie bahkan tidak membawa buku. Dia langsung mengambil spidol dan mulai mengajar.

Penjelasannya sangat logis, teratur, dan mudah dipahami. Materi yang rumit bisa dijelaskan dengan cara yang simpel, membuat semua orang yang mendengar langsung mengerti.

Di depan papan tulis, Natalie mengajar sambil menulis. Di bawah, Holly memperhatikan dengan sangat serius.

Denzel berdiri di sisi ruangan, menyaksikan semuanya. Sudut bibirnya sedikit terangkat, matanya menunjukkan kepuasan. Gadis bernama Natalie ini memang punya kemampuan.

Setelah setengah jam, kelas berakhir. Natalie meletakkan spidol, lalu menoleh ke arah pria tampan di sisi ruangan.

Saat mata mereka bertemu, jantung Natalie berdegup sedikit lebih cepat. Dia merasa agak gugup. "Pak Denzel, menurutmu aku cukup baik dalam mengajar?"

Denzel bersandar di sofa tunggal, ekspresinya tenang. Dia tidak langsung menjawab, membuat Natalie semakin tegang. Sampai akhirnya, suara jernih pria itu terdengar. "Cukup bagus. Kamu bisa menjadi guru Lyly."

Mendengar itu, Natalie mengembuskan napas lega. Ekspresinya pun dipenuhi kegembiraan.

Pekerjaan paruh waktu dengan bayaran tinggi ini sangat meringankan beban keuangannya. Setidaknya dia tidak perlu lagi khawatir soal uang kuliah dan biaya hidup!

Holly melompat mendekat, wajah mungilnya tersenyum cerah. Suaranya manis saat berseru, "Kak Natalie, mulai sekarang kamu jadi guruku ya!"

"Sudah cukup untuk hari ini. Bu Natalie harus kembali ke kampus," kata Denzel dengan tenang. "Biar aku antar dia keluar."

Holly pun dibawa oleh pelayan ke kamarnya untuk beristirahat. Sementara itu, Natalie berjalan bersama Denzel ke luar.

Saat mereka sudah berjarak sekitar 50 meter dari gerbang vila, Natalie mendongak dan tersenyum. "Pak Denzel, cukup sampai sini. Terima kasih sudah mengantarku."

Pria itu berhenti, sosoknya tampak tegap dan elegan. Denzel melirik ke arahnya. Nadanya datar saat memperingatkan, "Ingat posisimu. Jangan sampai aku punya alasan untuk memecatmu."

Senyuman Natalie membeku sejenak. Dia langsung memahami maksud ucapan itu. Denzel masih mencurigainya.

Dalam hati, Natalie mendesah. Kalau begitu curigaan, untuk apa pria ini menjadi pengacara? Sebaiknya jadi kaisar saja.

Tentu saja, kalimat ini hanya dia ucapkan dalam hati. Bagaimanapun, pria ini adalah bosnya sekarang.

Dia memaksakan senyuman ramah. Nadanya sopan saat menyahut, "Tenang saja, Pak Denzel. Aku pasti akan menjaga batasan, nggak akan memberimu alasan untuk memecatku."

Setelah berkata demikian, Natalie langsung berbalik dan pergi. Sementara itu, Denzel mengangkat alis sedikit, matanya memancarkan senyuman yang sulit ditafsirkan.

Masalah ekonomi Natalie teratasi untuk sementara waktu. Namun, kasus kakaknya masih belum ada kemajuan apa pun.

Di luar jam kuliah dan kerja paruh waktu, Natalie menghabiskan semua waktunya untuk mencari cara.

Dia yakin Robert tidak akan menyerang orang hanya karena beberapa kata ejekan, apalagi memakai senjata tajam. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan ....

Setelah berpikir lama, Natalie memutuskan untuk mencari tahu lewat rekan kerja kakaknya. Kejadian itu terjadi di kantor, jadi pasti ada yang tahu sesuatu.

Hari itu setelah selesai kuliah, Natalie langsung pergi ke Kompleks Semarak. Ini adalah tempat tinggal salah satu rekan kerja Robert yang pernah Robert bantu.

Natalie mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu dibuka oleh seorang pemuda. Begitu melihat Natalie, ekspresi pemuda itu berubah, bahkan spontan ingin menutup pintu.

Namun, Natalie dengan sigap menyelinap masuk. "Kak Yaniel, kamu pasti tahu sesuatu, 'kan? Waktu itu ibumu sakit parah dan butuh uang untuk operasi. Kakakku menyerahkan semua tabungannya buat bantu kamu. Kamu sudah lupa semua itu? Kamu tega lihat dia dipenjara karena difitnah?"

Ekspresi Yaniel berubah-ubah, matanya penuh keraguan dan rasa bersalah. Dia masih mengingat kebaikan Robert, tetapi pihak yang ingin menjatuhkan Robert adalah Marlon, putra dari pemilik Grup Harmansyah. Dia masih muda, tak bisa kehilangan pekerjaan dan masa depannya.

Yaniel memandang Natalie, lalu menghela napas. "Sebaiknya kamu menyerah. Memang Robert yang mulai menyerang."

"Nggak mungkin. Kakakku bukan tipe yang main tangan cuma karena diprovokasi." Natalie sangat yakin. Mereka dari keluarga sederhana, sejak kecil tidak pernah mencari masalah karena takut melibatkan keluarga.

Robert sendiri adalah pribadi yang tenang dan sabar. Kecuali jika nyawanya terancam atau harga dirinya diinjak habis-habisan.

Yaniel hendak berbicara, tetapi akhirnya menahan diri.

"Marlon sudah lama menindas kakakku. Kakakku pasti cuma membela diri." Natalie memegang lengan pria itu, tatapannya penuh permohonan. "Kumohon, maukah kamu bersaksi di pengadilan untuk kakakku?"

"Itu nggak mungkin. Kamu pulanglah." Yaniel menarik tangannya dan mendorong Natalie keluar. Namun, Natalie bertahan, memegang kusen pintu sekuat tenaga. "Kakakku sudah begitu baik padamu, tapi balasanmu seperti ini? Ke mana perginya hati nuranimu?"

Wajah Yaniel memerah karena marah. Dia menarik Natalie dengan kasar, membuat tubuh gadis itu terhempas ke lantai. Lutut dan telapak tangannya lecet dan berdarah terkena lantai semen. Natalie sampai meringis kesakitan.

"Aku peringatkan, jangan ikut campur urusan kakakmu lagi. Nanti kamu sendiri yang celaka!"

Pintu tertutup keras. Natalie menahan sakit sambil bangkit perlahan. Matanya berkaca-kaca. Dia mendongak, menahan air mata agar tak tumpah, menggigit bibir, lalu perlahan menuruni tangga.

Langit dipenuhi awan hitam. Tak lama kemudian, hujan deras turun mengguyur kota.

Natalie berjalan sendirian di tengah hujan. Tubuhnya basah kuyup, penampilannya tampak kacau.

Sebuah mobil hitam melaju dengan cepat, air di jalan terciprat hingga membasahi betisnya. Natalie bahkan tidak bereaksi. Dia seperti mayat hidup yang berjalan tanpa tujuan.

Mobil hitam itu tiba-tiba mundur kembali. Pintu terbuka. Sepasang sepatu kulit hitam menyentuh tanah. Saat berikutnya, terdengar suara dingin yang familier. "Natalie."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 100

    Lembah Haiti terletak jauh dari pusat kota, tersembunyi di antara pegunungan hijau dan aliran sungai yang jernih. Sejauh mata memandang, semuanya tampak hijau dan menyejukkan. Aliran air yang jernih mengalir tenang dan sesekali terlihat beberapa ikan kecil berenang dengan riang.Berhubung biayanya yang cukup mahal, pengunjung yang datang untuk berkemah di sini sangat sedikit. Hingga saat ini, hanya rombongan Natalie dan rekan-rekannya saja yang ada di lokasi.Suasananya tenang, sunyi, dan sangat damai.Para rekan kerja begitu antusias. Begitu turun dari kendaraan, mereka langsung tidak sabar untuk bermain air, sementara para pria turun ke sungai untuk menangkap ikan dan udang. Udara dipenuhi gelak tawa dan suara riang yang meriah dan menyenangkan.Natalie yang takut air, tidak ikut turun ke sungai. Dia duduk dengan tenang di pinggir kali sambil menyaksikan semua orang bermain dengan senang. Hatinya pun terasa ringan.Tiba-tiba, kursi kosong di sebelahnya terisi. Sesosok tubuh duduk di

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 99

    Ciuman Denzel kuat dan dominan seperti dirinya. Bagai badai yang datang tanpa peringatan, dia tidak memberi Natalie sedikit pun ruang untuk bernapas.Bibir dan giginya bersentuhan, menyapu dan menguasai tanpa ampun. Ciuman itu panjang dan dalam, seolah-olah tiada akhirnya.Entah berapa lama kemudian, Denzel akhirnya melepaskannya dengan napas terengah. Bibir tipisnya menempel di telinga Natalie. Suaranya rendah dan serak, "Rasanya enak juga dapat yang gratisan."Natalie terengah-engah, lalu menatapnya dengan wajah memerah. "Nggak boleh bilang kata itu lagi!""Boleh saja ... asal kamu tutup mulutku."Ciumannya kembali turun sebelum Natalie sempat menjawab.Tubuh Natalie masih lemas, mana mungkin dia punya tenaga untuk melawan? Dia hanya bisa menengadahkan kepala dengan pasrah, menerima ciuman yang nyaris membuatnya kehabisan napas.....Akhir pekan pun tiba.Natalie bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan barang-barang untuk pergi kamping. Suasana hatinya tampak sangat baik, bahkan dia b

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 98

    Tak terasa, para dokter magang sudah hampir setengah bulan bekerja. Berhubung departemen bedah selalu sibuk, mereka belum menemukan waktu untuk mengadakan acara penyambutan bagi para pendatang baru.Menjelang akhir jam kerja hari itu, Hardi masuk ke kantor sambil tersenyum dan mengumumkan kabar yang membuat semua orang antusias. "Sabtu ini, kita akan kamping bersama di Lembah Haiti."Seisi ruangan langsung dipenuhi suara diskusi yang antusias"Pemandangan di Lembah Haiti katanya bagus banget! Bisa nangkap ikan, cari udang .... Pelayanannya juga bagus dan harus reservasi jauh-jauh hari. Nggak nyangka kita bisa ke sana!""Aku dengar makanan dan perlengkapannya premium sekali, tapi harganya juga nggak murah. Dokter Hardi memang royal sekali!"Sementara semua orang asyik membahas, Hardi tetap tersenyum tenang lalu menambahkan, "Biar acaranya lebih seru, aku siapkan satu kegiatan kecil. Siapa yang mau tampil menunjukkan bakat, akan dapat hadiah kecil."Seseorang langsung penasaran, "Apa had

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 97

    Di perjalanan, Hardi membicarakan soal rencana pemulihan pasien dan juga menyebutkan bahwa tabib senior dari bagian pengobatan tradisional sangat mengagumi Natalie. "Natalie, kamu punya bakat besar. Kalau bisa lanjut studi lagi, masa depanmu pasti luar biasa."Nada Hardi benar-benar tulus. Tatapan matanya pada Natalie seperti sedang menatap sebuah harta berharga. "Kamu nggak pernah mempertimbangkan untuk lanjut S2 atau S3?"Natalie tersenyum tipis. "Memang belum pernah terpikirkan." Kondisi keluarganya membuat jenjang pendidikannya harus berhenti di sana.Hardi tampak memahami situasinya, lalu berkata dengan hati-hati, "Kalau kamu bersedia, aku bisa bantu carikan beasiswa untuk studi ke luar negeri."Natalie membelalakkan mata terpaku sesaat. "Apa?"Khawatir terjadi salah paham, Hardi segera menjelaskan, "Bukan dari dana pribadi, tapi melalui Rumah Sakit Barntic. Rumah sakit kami sangat menghargai talenta dan terbuka untuk mendanai pengembangan tenaga medis. Tentu saja, ada syaratnya.

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 96

    Natalie mengetuk pintu lalu masuk ke dalam. "Pak Hardi, saya mengantarkan barang."Hardi masih sedang berdiskusi dengan asistennya. Dia menoleh sekilas dan berkata, "Taruh saja di atas meja.""Baik."Setelah menaruh barang, seharusnya Natalie segera pergi. Namun, langkahnya malah terhenti. Dia memasang telinga, mencuri dengar isi diskusi mereka.Hardi menyadarinya dan menatap ke arahnya dengan heran. "Natalie, kamu masih ada keperluan?"Natalie membuka mulut, sempat ragu apakah harus bicara atau tidak. Namun akhirnya dia memberanikan diri dan berkata, "Pak Hardi, saya juga sudah cukup memahami kondisi pasien. Mengenai pemulihan pascaoperasi, saya punya sebuah usulan ... tapi nggak tahu apakah pantas untuk disampaikan atau nggak."Hardi menunjukkan ketertarikan. "Coba katakan.""Sebelum operasi, pasien sudah mengonsumsi banyak obat. Saya khawatir beban pada fungsi livernya sudah cukup berat. Kalau setelah ini masih terus diberi obat-obatan barat, hasilnya mungkin nggak akan terlalu baik

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 95

    Natalie memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat baik. Dalam waktu kurang dari dua minggu, dia berhasil keluar dari pola pikir sebagai mahasiswa dan menyesuaikan diri dengan ritme kerja rumah sakit yang sibuk dan penuh detail, bahkan menghadapinya dengan cukup luwes.Dia sangat rajin belajar. Setelah pelatihan keterampilan dan teori dasar setiap harinya, dia juga aktif membantu rekan-rekannya, berharap bisa mempelajari lebih banyak hal. Dia ingin secepat mungkin menjadi seorang dokter sejati.Bagian bedah memang selalu dipenuhi kesibukan. Semua orang seolah-olah selalu bergerak tiada henti. Hanya saat makan siang saja mereka bisa bernapas sedikit lega.Saat makan bersama rekan-rekan di sekitar meja makan, Natalie duduk di sebelah Hardi. Suasana yang santai membuat obrolan mengalir dan pembicaraan pun beralih ke operasi besar yang akan dilakukan sore nanti.Hardi menoleh melihat kedua asisten yang akan masuk ruang operasi bersamanya, lalu mengingatkan,"Nanti istirahat yang cukup dulu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status