“Agatha, kau baik-baik saja?” Seorang gadis dengan riasan pernikahan yang cantik itu masih menatap sendu pada bayangan dirinya di cermin.
Sementara seorang gadis lainnya tampak mendekat sembari meletakkan kedua tangan di bahunya.
“Bagaimana aku bisa baik-baik saja, sedangkan aku sendiri tidak tahu dengan siapa aku akan menikah.” Agatha berusaha tegar, sekuat tenaga menahan air mata yang mencoba keluar dari pelupuk matanya.
Dia tidak boleh menangis sekarang. Dia harus menggunakan otaknya untuk memikirkan cara terbaik untuk menghindari atau lebih bagus lagi membatalkan pernikahan buta ini.
“Siapa yang tahu pria seperti apa yang dipilih oleh ayahmu itu. Apa kau ingin aku pergi melihat?” Amelie—manager Agatha—mengendikkan bahunya, menghela napas dengan frustasi.
“Tidak perlu. Hanya akan buang-buang waktu saja.” Agatha menggeleng, menolak usulan Amelie.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kau mencoba membujuk ayahmu sekali lagi saja? Saat ini di luar pasti sedang sangat ramai dan banyak orang, otomatis pikirannya akan kacau dan terpecah. Kau bisa menggunakan kesempatan ini untuk memengaruhnya.” Usul Amelie lagi.
“Tidak bisa. Aku sangat mengenal sifat ayahku. Hal seperti ini tidak akan berhasil. Kalau aku berhasil memengaruhinya, pernikahan ini tidak akan pernah ada.”
“Coba saja, siapa tahu ayahmu akan berubah pikiran pada detik-detik terakhir. Kecuali kau—memang menginginkan pernikahan ini?” Tanya Amelie asal yang langsung ditatap tajam oleh Agatha.
“Tentu saja tidak. Aku sangat tahu bagaimana ayahku, dia tidak akan mungkin membatalkan pernikahan di saat-saat terakhir. Dia tidak seberani itu untuk menanggung malu seumur hidup.” Agatha kembali melihat bayangan dirinya di cermin.
Cantik. Dan juga menyedihkan. Itulah gambaran dirinya saat ini.
Agatha Rawlins adalah seorang selebritis papan atas di Italia. Banyak orang mengidolakan dan memujanya. Hampir setiap apapun yang dia lakukan selalu menjadi trendsetter di masyarakat. Dengan kecantikannya yang alami, orang-orang percaya kalau dirinya mungkin adalah reinkarnasi dari dewi Aphrodite di masa kini.
Namun nasibnya tak sebaik wajah cantiknya. Beberapa saat lagi, dirinya akan melakukan pernikahan dengan seorang pria pilihan ayahnya. Agatha tidak menyangka akan menikah dengan cara seperti ini. Usianya masih 24 tahun, namun sudah dipaksa menikah dengan pria yang tidak dia ketahui asal usulnya.
“Apa kau sudah selesai dirias? Kenapa lama sekali?” Tanya seorang pria setengah baya yang baru saja masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu.
“Hanya tinggal memasang tiaranya saja.” Ucap sang perias dengan wajah kecut, pasalnya ini hampir kesepuluh kalinya pria itu masuk untuk menanyakan hal yang sama.
“Baiklah, kuharap ini yang terakhir. Sepuluh menit lagi pastikan untuk membawanya ke luar.” Lanjutnya lagi.
Allesio Rawlins—Ayah Agatha— terkenal memiliki temperamen yang sangat buruk. Meskipun usianya belum terlalu tua, namun wajah dan perawakannya terlihat seperti sudah berusia 70 tahun. Hal itu karena kebiasaan buruknya yang selalu mengonsumsi alkohol dan juga mengisap tembakau.
Amelie bahkan harus menahan napas saat berhadapan dengannya.
Setelah kejadian 14 tahun yang lalu, ayah kandungnya membawanya kembali ke Vicitavecchia, salah satu kota yang terletak di provinsi Roma, Italia Barat. Menjadikannya seorang aktris dan model iklan di usia yang masih sangat muda.
“Agatha, lalu apa rencanamu selanjutnya?” Amelie memincingkan matanya, melihat gelagat Agatha saat ini, terlihat gadis itu seperti sedang merencanakan sesuatu.
“Melarikan diri. Amelie, kau akan membantuku, kan?”
“Apa? Kalau ayahmu tahu, dia pasti akan langsung membunuhku!” Agatha melihat raut kecemasan di wajah Amelie.
“Dia tidak akan melakukannya.”
“Dia saja bisa membuatmu menikah dengan pria yang tidak kau kenal. Kalau hanya membunuhku, tentu itu bukan sesuatu yang sulit baginya.”
“Kumohon, Amelie. Aku akan sangat berterima kasih padamu. Dan kalau kita bisa bertemu lagi, aku berjanji akan melakukan apapun untukmu.” Kata Agatha penuh permohonan, tatapannya kali ini benar-benar sulit untuk ditolak.
“Hm, baiklah. Tapi jika ayahmu benar-benar membunuhku, kau harus memakamkanku di komplek pemakaman elit dengan harga tanah yang mahal.” Celetuk Amelie asal, yang mau tak mau mengundang tawa Agatha.
“Setuju. Aku berhutang budi padamu, Amelie. Aku menyayangimu.” Agatha mengecup singkat salah satu pipi Amelie.
“Hati-hati.” Amelie menarik napas dengan was-was.
Agatha mengangguk dan mulai memanjat keluar lewat jendela, lalu berlari secepat dan sejauh mungkin dari sana. Dia bahkan tidak sempat mengganti pakaiannya. Masih mengenakan gaun pengantinnya yang memiliki desain sedikit ketat di bagian pinggul hingga lututnya.
Bagian bawah gaun itu terlihat seperti ekor putri duyung yang menari-nari di perairan lepas. Sangat indah sehingga mampu menunjukkan lekukan tubuhnya yang sempurna.
“Maafkan aku, ayah. Aku tidak bisa menikah dengan pria yang sama sekali tidak kukenal.” Agatha menatap sekeliling rumahnya untuk terakhir kali.
Memandang lurus ke depan, di mana sebuah pekarangan yang luas telah disulap menjadi latar pernikahan yang begitu megah dan berhiaskan bunga-bunga mawar yang tampak segar seperti baru dipetik. Itu seharusnya akan menjadi tempat pernikahannya.
Agatha menarik napas dalam, mengangkat gaunnya ke atas dan kembali berlari.
“Tunggu! Kau mau pergi kemana?” Suara seorang pria mengagetkannya, Agatha terkejut saat mendapati empat hingga lima orang pengawal ayahnya tengah berlari menuju ke arahnya.
“Tidak. Aku tidak boleh tertangkap.” Ucap Agatha, dengan susah payah mempercepat laju larinya untuk menghindari kejaran orang-orang itu.
“Agatha, Agatha. Kau akan kabur kemana sekarang?” Agatha bergumam, matanya beredar ke sekeliling, mencari tempat yang aman untuk menyembunyikan dirinya.
Agatha tidak dapat berlari lagi, apalagi dengan mengenakan gaun pengantin, itu sungguh menyulitkan. Di tengah kebingungannya untuk menghindari orang-orang yang tengah mengejarnya. Tiba-tiba sebuah limusin hitam berhenti tepat di sampingnya dan Agatha merasakan tangannya ditarik dengan kasar hingga dirinya terjatuh dan masuk ke dalam limusin itu.
“Sssst, tenanglah. Kalau tidak, mereka bisa menemukanmu.” Pria itu mengangkat sebelah alisnya, sementara salah satu tangannya menutup mulut Agatha.
Agatha melotot, tidak mengenali pria itu. Namun dari paras dan penampilannya yang terlampau rapi itu, Agatha berani menjamin kalau pria itu mungkin bukan orang sembarangan.
‘Bukan orang sembarangan!’ Hatinya berseru penuh peringatan.
Sesaat kemudian, pikirannya kacau dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Agatha takut diculik!
“Akhirnya aku menemukanmu, Agatha.” Pria itu mencondongkan wajahnya ke depan dan berbicara dengan setengah berbisik.
Pria itu bahkan tahu namanya!
“Jalan.” Ucapnya lagi, sembari melepaskan tangannya dari mulut Agatha.
Limusin itu melesat meninggalkan lingkungan tempat tinggal Agatha hanya dengan satu kata perintah.
“Kau—siapa?” Tanya Agatha setelah berhasil mengumpulkan segenap keberaniannya.
Meskipun dalam hatinya ketakutan setengah mati, namun Agatha bersikeras untuk menyembunyikannya.
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li