Home / Romansa / Jejak Cinta di Pulau Serenova / Bab 40 — Di Balik Hangatnya Pagi

Share

Bab 40 — Di Balik Hangatnya Pagi

Author: kim sujin
last update Last Updated: 2025-11-21 08:07:09

Cahaya matahari menembus celah tirai, jatuh lembut di wajah Vennesa. Aroma kopi dan udara asin dari laut tipis masuk melalui jendela kecil kamar di belakang bar.

Ia membuka mata perlahan — menemukan dirinya masih berada dalam pelukan Ben. Lengan lelaki itu melingkari pinggangnya erat, napasnya hangat di sisi lehernya.

Untuk beberapa detik, Vennesa hanya menatap wajah Ben yang masih terlelap. Ada ketenangan yang sulit ia jelaskan. Tapi rasa hangat itu juga menimbulkan sesuatu di dadanya — rindu yang dalam.

Ben perlahan terbangun ketika Vennesa mengusap lembut pipinya. “Morning sweetheart,” suaranya serak namun lembut.

“Morning,” jawab Vennesa, senyum tipis merekah di bibirnya.

Mereka berdiam sejenak, hanya menatap satu sama lain. Keheningan itu terasa nyaman, hingga Ben menarik Vennesa lebih dekat. Ciuman lembut mereka berlanjut, dari sekadar sapaan pagi menjadi percikan yang menyalakan keintiman.

Pagi itu, waktu berjalan lambat — tubuh mereka saling mencari dalam pelukan yang p
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 94 — cinta tak pernah padam

    Dua hari berlalu sejak video emosional itu diunggah. Video yang memperlihatkan sisi rapuh sekaligus kuat dari seorang perempuan yang mencintai dengan sepenuh jiwa. Ribuan komentar mengalir, banyak yang tersentuh, tapi tak satu pun dari nama yang paling ia nantikan—Benjamin Addam. Namun Vennesa tak berhenti berharap. Ia tahu, kalau cinta itu nyata, pasti akan menemukan jalannya sendiri. Dan hari itu, ia memulai sesuatu — perjalanan kecil di dunia maya untuk menemukan seseorang yang mungkin masih hidup, entah di mana. “Kalau dia benar-benar mencintaiku, dia pasti akan mengenali kenangan ini,” katanya lirih sambil memegang rantai berloket bintang peninggalan Ben. Vellery memperhatikan dari kursi dekat jendela, kagum sekaligus khawatir. “Kak, kamu yakin mau buat begini? Dunia bisa kejam, lho.” Vennesa tersenyum lemah. “Biar orang bicara apa saja, Vel. Aku cuma ingin dia tahu… aku masih menunggunya.” Lalu, dengan hati berdebar, ia mulai mengunggah foto pertama. Foto satu

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 93 — Suara dari Jarak Jauh

    Pagi di rumah itu terasa damai. Udara pagi menerobos perlahan dari jendela yang dibiarkan terbuka. Burung-burung berterbangan rendah, dan sinar matahari memantul di dinding putih kamar Vennesa. Ia masih duduk di ranjang, mengelus perutnya dengan lembut, sesekali menarik napas panjang. Pintu kamar diketuk pelan. “Kak, boleh Vel masuk?” suara Vellery terdengar ceria pagi itu. “Masuklah, Vel,” jawab Vennesa lembut. Vellery masuk sambil membawa laptop di tangan. Wajahnya tampak segar, sedikit bersemangat. “Kak,” katanya sambil menutup pintu, “tadi malam Vel kepikiran sesuatu. Ide ini muncul waktu Vel buka media sosial.” Vennesa menatap adiknya, sedikit heran. “Ide apa?” Vellery duduk di tepi ranjang, membuka laptopnya. “Kak tahu kan, dunia sekarang semuanya di internet. Media sosial bisa menjangkau ke mana saja. Kalau Ben masih hidup, kalau dia benar-benar di luar sana, mungkin dia bisa meliha

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 92 — Keteguhan Cinta

    Setelah Alessandro pulang, suasana rumah terasa tenang. Dari kamar atas, suara ombak terdengar sayup-sayup, seolah memantulkan rasa kosong di hati Vennesa. Ia duduk di tepi ranjang, mengenakan gaun tidur longgar, tangannya mengelus perut yang mulai membulat. Matanya menerawang, jauh, seperti mencari seseorang yang tak tahu di mana keberadaannya. Pintu kamar terbuka perlahan. Vellery masuk membawa segelas susu hangat dan senyum lembut. “Kak, minumlah. Biar nggak pusing,” katanya pelan. Vennesa menoleh dan tersenyum samar. “Terima kasih, Vel.” Vellery duduk di tepi ranjang. Beberapa saat mereka hanya diam, menikmati kehangatan sore yang menyusup dari balik tirai putih. Lalu, dengan nada hati-hati, Vellery membuka bicara. “Kak… Vel cuma mau bilang sesuatu. Jangan marah, ya?” “Bilang saja, Vel.” “Vel lihat sendiri, Alessandro itu tulus. Dia mencintai kakak tanpa syarat. Dia nggak pernah lelah

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 91 — Harapan yang Belum Padam

    Setelah dirawat selama empat hari di rumah sakit, akhirnya Vennesa diperbolehkan pulang. Udara pagi terasa segar ketika kursi rodanya didorong perlahan menuju pintu keluar. Cahaya mentari menembus dedaunan, menimbulkan bayangan bergerak di lantai koridor. Vennesa menarik napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang masih terasa berat. Luka fisik mungkin sudah mulai pulih, tapi luka di dalam dirinya masih segar, baru beberapa hari lalu. Sepanjang empat hari itu, tanpa gagal, Alessandro selalu meluangkan waktunya untuk datang menjenguk. Di sela-sela kesibukannya mengurus perusahaannya, lelaki itu selalu menyempatkan diri mengirim pesan singkat — mengingatkan agar Vennesa beristirahat cukup, tidak terlalu banyak berpikir, dan menjaga kandungannya baik-baik. “Jangan terlalu keras pada diri sendiri,” begitu tulisnya di pagi hari. “Tidurlah lebih awal malam ini, aku akan datang besok pagi.” Pesan-pesan itu terasa hangat, sederhana, namun penuh perhatian. Kadang-kadang Vennesa membac

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 90 — Lelaki yang Masih Bertahan

    Suasana di ruang rawat masih sama — tenang, tapi menyimpan keheningan yang berat. Vennesa duduk bersandar di tempat tidur dengan wajah pucat. Matanya masih bengkak, bekas tangis yang belum lama berhenti. Di meja kecil di samping ranjang, segelas air dan beberapa vitamin ibu hamil tersusun rapi. Pintu diketuk pelan. Alessandro melangkah masuk dengan membawa sebungkus roti gandum dan jus buah segar. Senyumnya lembut, suaranya tenang seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. “Selamat pagi, Vennesa,” ucapnya pelan. “Sudah sarapan?” Vennesa menatapnya sekilas. Wajah lelaki itu seperti tidak menyimpan duka, padahal beberapa jam lalu ia mendengar sendiri tangisan perempuan yang dicintainya memanggil nama lelaki lain. “Sudah,” jawab Vennesa singkat. “Bagus. Jangan lupa minum vitaminmu, ya. Dokter bilang tekanan darahmu masih agak rendah,” katanya sambil meletakkan bungkusan roti di meja. Gerak-geriknya hati-hati, seperti takut menyentuh ruang di antara mereka yang masih rapuh. Dari sudut r

  • Jejak Cinta di Pulau Serenova   Bab 89 – Tekad di Balik Luka

    Di luar pintu kamar itu, Alessandro berdiri terpaku. Dari celah pintu yang tak tertutup rapat, ia mendengar tangisan Vennesa — pilu, dalam, dan menyayat. Suara itu memantul di lorong sunyi rumah sakit, membuat dadanya sesak. Tangannya yang semula tergantung di sisi tubuh kini mengepal erat, seolah menahan perih yang terlalu berat untuk ditanggung.​Hatinya seperti diremas. Seumur hidup, Alessandro tak pernah membayangkan akan jatuh dalam cinta sepahit ini — cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan. Ia lelaki yang selalu yakin, selalu menang. Tapi kali ini, ia kalah. Ia jatuh cinta pada seorang wanita yang hatinya telah dimiliki lelaki lain… lelaki yang kini hilang tanpa jejak.​Langkahnya perlahan menjauh dari pintu kamar itu. Ia berjalan tanpa arah, menuruni lorong panjang rumah sakit yang mulai disinari cahaya pagi. Udara pagi yang lembut masuk melalui jendela kaca besar, membawa aroma embun dan wangi samar bunga kamboja dari taman di luar. Alessandro melangkah k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status