Share

BAB 4

last update Last Updated: 2025-04-28 10:05:47

“Kamu kemana tadi malam?” Jelita menatap Galih penuh selidik saat memberikan jaket. Dia sengaja membalik jaket sehingga aroma parfume yang tertinggal disana tercium dengan jelas. Wanita itu melirik Bella yang baru saja menyelesaikan sarapan. Dia mengulas senyum saat anaknya mencium tangannya dan menuju teras untuk memasang sepatu.

“Lembur.”

“Yakin?” Jelita memperhatikan Galih yang menghindari tatapannya. Sepuluh tahun menikah, dia jelas tahu gerak-gerik suaminya. “Sejak kapan kamu punya rekan satu tim perempuan di kantor? Kamu bisa cium aroma ini? Ini jelas aroma parfume wanita yang menempel karena dia memakai jaket ini.” Jelita menunjuk jaket di tangan Galih.

“Aku tidak tahu, Ney.” Galih menghela napas panjang. Jelas tidak mungkin dia meralat alasan lembur tadi malam dan jujur mengatakan kalau dia ikut karaoke bersama teman. Dia mengeluh pelan karena harus berbohong lagi untuk menutupi kebohongannya yang sebelumnya. “Kemarin jaket itu aku geletakkan dimana saja. Mungkin ada yang iseng mencoba” Galih memberikan alasan apapun yang melintas di kepalanya.

Dia memaki dalam hati melihat ekspresi wajah Jelita. Jelas saja istrinya tidak akan percaya. Di kantor, jaket itu biasa dia sampirkan di kursi kerjanya. Bagaimana bisa dia mengatakan asal meletakkan dimana saja?

“Papa? Nanti Bella telat loh!”

“Yes, My Girl, on the way ….” Galih menghela napas lega karena panggilan Bella menyelamatkannya pagi ini. Dia mencium kening Melati dan mengelus kepala Zaky sebelum berangkat. “Ney? Apa aku harus memintakan rekaman CCTV kantor tadi malam untuk meyakinkanmu kalau aku memang lembur sampai lewat tengah malam?” Galih menatap Jelita yang menghela napas panjang.

“Hati-hati ….” Jelita akhirnya memutuskan berhenti bertanya walau rasa tidak nyaman masih terasa. Dia jelas tidak mau anak dan suaminya terlambat kalau dia masih berkeras mengorek keterangan dari Galih. Apalagi, Galih sudah menyinggung masalah CCTV. Jelita memilih percaya karena sepanjang sepuluh tahun pernikahan Galih adalah lelaki yang selalu menomorsatukan dirinya dan kedua anak mereka.

Jam istirahat kantor, Galih menautkan alis saat melihat ada pesan masuk dari nomor yang tidak dia kenal. Saat membuka pesan, dia mengulas senyum mengetahui itu pesan dari Amanda. Hampir saja dia memberikan nomor Jelita. Namun, Galih urung melakukannya. Bisa-bisa terbongkar kebohongannya tadi malam kalau sampai Jelita bertanya pada Amanda bagaimana mereka bisa berjumpa.

“Manda? Please … kalau nanti ketemu Jelita, jangan bahas kita pernah bertemu di tempat karaoke. Aku berani bersumpah itu pertama kalinya aku kesana.” Galih akhirnya mengirimkan pesan setelah menimbang beberapa saat.

“Aman lah. Aku juga nggak mungkin jujur ke Jelita kalau kita bertemu karena aku kerja disana ‘kan?”

Galih tersenyum kecil dan mengusap wajah membaca balasan pesan dari Amanda. Dia menghela napas panjang mengingat perjumpaan mereka. Amanda berubah jauh dari sepuluh tahun yang lalu dan tidak Galih pungkiri, wanita itu terlihat jauh lebih cantik. Dulu saja saat masih pemalu, dia dan Amanda bisa sangat nyambung saat ngobrol. Apalagi sekarang, Amanda sangat luwes dan enak diajak bicara.

“Senyum-senyum aja, Mas Galih? Tumben pagi-pagi cerah itu wajah. Biasanya agak butek. Apa karena habis ngobrol dengan Amanda tadi malam?” Arul yang baru kembali dari istirahat makan bersiul dan mencolek Galih yang duduk bersebelahan meja dengannya. “Kenal baik dengan Amanda?”

“Teman dulu waktu kuliah. Makanya kaget pas tahu dia disana.” Galih menyimpan ponselnya dan mulai fokus dengan desain rancangan gedung yang sudah dia garap sejak tiga hari yang lalu. Tidak lama, dia menoleh ke arah Arul kembali. “Mas Arul sering kesana? Cewek-cewek di sana itu bisa ‘dipakai’?”

Arul tertawa mendengar pertanyaan Galih. Dia menaikkan sebelah alis dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Pernah beberapa kali kesana. Setahuku, Amanda jarang turun. Dia khusus menemani tamu VIP saja yang memang sudah booking dari jauh-jauh hari. Masalah bisa itu atau tidak, tergantung ceweknya. Itu sudah diluar transaksi tempat karaoke. Masuknya sudah ke pribadi.”

Galih menghela napas panjang mendengar ucapan rekan kerjanya. Sebagai teman lama, diia menyimpan simpati pada Amanda yang harus menjalani kehidupan malam. Namun, dia juga tidak bisa berbuat banyak untuk membantunya. Cuci darah setiap bulan jelas membutuhkan biaya yang tidak murah. Belum obat-obatan lain yang harus dikonsumsi dan kebutuhan mereka sehari-hari.

Dua minggu berlalu cepat. Dia dan Amanda hanya beberapa kali saja berkomunikasi seperlunya. Galih sibuk dengan deadline rancangan gedung proyek terbarunya. Dia juga belum membicarakan pertemuan dengan Amanda pada Jelita karena Amanda juga kemarin seperti tidak terlalu antusias saat membahas tentang Jelita.

Akhir pekan, Galih menemani Jelita belanja bulanan. Seperti biasa, Galih dan dua anaknya dengan sukacita mendorong trolley belanjaan yang penuh untuk stok makanan dan cemilan di rumah. Saat sedang antri bayar di kasir, Galih terkejut ada yang menepuk bahunya pelan.

“Galih.”

“Amanda?” Galih dan Jelita sontak berbarengan menyebut nama Amanda saat menyadari yang antre bayar di belakang mereka adalah Amanda.

“Kamu kapan balik ke Jakarta? Kok nggak berkabar?” Jelita langsung memeluk Amanda erat. Dia memperhatikan penampilan temannya dari atas hingga bawah. “Ih, tambah cantik banget sekarang. Kayak anak perawan!”

Amanda tertawa mendengar ucapan Jelita. “Kalau aku cantik, terus sebutan buat kamu apa?” Wanita itu terkekeh saat Jelita menepuk bahunya pelan. “Oh iya, Lih? Sorry, honorku turunnya mundur dua hari karena Mami ada acara keluarga ke luar kota. Nanti kalau sudah masuk, aku langsung bayar yang kemarin. Maaf ….”

Senyum di wajah Jelita padam seketika melihat wajah memelas Amanda saat bicara pada suaminya. Dia menoleh kepada Galih yang tampak salah tingkah dan mengalihkan pandangan ke sembarang arah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adfazha
Sepandai-pandainya bangke dismpn akhirnya tercium jg kan baunya. sengaja tuh Amanda pgn terang2an dktin Galih hmm PooR Jelita
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jejak Dusta di Rumah Kita   BAB 88

    Bella menunduk saat Jelita membelai rambutnya. Mendadak, matanya terasa panas mengingat ucapan papanya tadi siang. Dia tidak bisa menahan tangis saat Jelita meraih bahunya dan membawanya ke dalam pelukan.“Ada apa, Sayang?” Jelita bertanya dengan hati-hati. Dia berusaha mengendalikan diri walau pikirannya sudah kemana-mana. Tidak biasanya anak pertamanya yang mandiri itu menangis seperti ini. “Mau cerita apa sama Mama?” Jelita melepaskan pelukan. Dia membingkai wajah anaknya dan mengusap air mata di wajah Bella.“Mama sama Om Langit pacaran ya?”Jelita menautkan alis mendengar pertanyaan anaknya. Dia memilih diam, menunggu Bella melanjutkan pembicaraan. Wanita itu menduga-duga apa yang terjadi tadi siang saat kedua anaknya dibawa oleh Galih keluar.“Kata Papa, kalau Mama menikah lagi nanti, Mama bakalan sibuk sama Papa baru. Apalagi kalau punya bayi, pasti Bella dan Zaky tidak terurus.” Bella menutup wajah dengan kedua tangan. Ketakutan menguasai hatinya. “Kalau Mama menikah lagi, nan

  • Jejak Dusta di Rumah Kita   BAB 87

    “Pantas saja selama ini kamu selalu meminta aku menggunakan alat kontrasepsi, kamu tidak ada rencana masa depan denganku, Galih. Kamu hanya menjadikan aku persinggahan sementara karena kehilangan Jelita.” Amanda menatap Galih yang kini terlentang di kasur. Mata lelaki itu menatap langit-langit kamar yang memiliki aksen kayu. Amanda meraba lehernya yang masih terasa sakit karena cekikan Galih tadi.“Sekarang saja kamu mengeluh uang bulanan yang kuberikan kurang, Manda, apalagi kalau kita memiliki anak?” Galih mengembuskan napas kencang. Dia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran istrinya. Selama berumah tangga, mereka jarang berbagi pikiran karena kalau sudah membicarakan hal yang penting sering tidak sejalan. “Aku menunda dulu agar fokus tidak terbagi. Aku ingin kita fokus pada pengobatan Dery dan aku tetap memiliki banyak waktu bersama Bella dan Zaky.”Amanda berdiri dan menuju cermin. Dia mengeluh pelan mengetahui dress yang dia kenakan robek di bagian pinggang, mungkin kar

  • Jejak Dusta di Rumah Kita   BAB 86

    “Memangnya kamu berharap apa dari menikahi duda beranak dua, Amanda? Gajiku ya jelas terbagi untuk mereka juga. Walau mereka tinggal dengan mamanya, tapi untuk makan, pakaian dan kebutuhan lainnya itu tetap tanggung jawabku sebagai Papa mereka.” Galih menggeleng mendengar Amanda mengungkit masalah biaya kecantikan. Memangnya dia pengusaha sukses yang uangnya tidak terbatas?“Jelita dulu perasaan bisa perawatan di tempat-tempat mahal, ke kafe dan belanja-belanja dari postingannya. Kok aku nggak bisa? Aku nggak minta harus rutin seperti dia dulu. Ya setidaknya bisa lah dua bulan sekali aku perawatan, sebulan sekali diajak makan keluar pas gajian, kalau ada momen spesial seperti ulang tahun atau apa dapat kado tas atau cincin. Reward, Lih, aku butuh reward. Butek banget aku sepanjang waktu hanya di rumah saja.”“Dulu aku hanya membiayai Jelita dan anak-anakku saja. Sekarang, aku harus membiayai anak-anakku dan juga pengobatan Dery yang tidak murah. Seharusnya, kamu mengerti akan hal itu.

  • Jejak Dusta di Rumah Kita   BAB 85

    “Mama kenal dimana? Sering pergi bareng Mama ya?”“Nggak tahu kenal dimana. Setahu Bella, Om Langit itu ada usaha bareng sama Mama. Ya lumayan sering pergi berdua. Kadang kalau perginya sore atau malam, Bella dan Zaky juga diajak.” Bella menjawab ringan. Dia tertawa saat melihat adiknya tersedak kuah ramen. “Om Langit baik, Pa. Dia sering beliin Zaky mainan sama buku cerita buat Bella. Setiap datang, pasti bawa makanan yang enak-enak. Kakek dan Nenek juga suka sama Om Langit.”Galih menghela napas panjang mendengar cerita putrinya. Sebagai lelaki, dia tahu betul kalau Langit sedang berusaha mengambil hati Jelita dengan mendekati orangtua dan anak-anaknya. Melihat dari pakaian dan mobil Langit tadi, dia bisa menduga kalau lelaki itu sudah cukup mapan. Dari segi usia, dia yakin mereka tidak berjauhan. Galih tampak berpikir sejenak karena aneh saja lelaki mapan dan berusia matang seperti Langit belum memiliki pasangan. “Bella tahu banyak ya tentang Om Langit?”Bella mengangkat bahu sambi

  • Jejak Dusta di Rumah Kita   BAB 84

    “Ya namanya usaha masih merangkak, cara promosinya seperti ini. Ikut mengisi stand-stand kalau ada acara sehingga bisa dikenal masyarakat langsung.” Langit bertepuk tangan saat Zaky berhasil menyelesaikan rancangan kincir dari lego yang disusunnya. “Hebat! Nanti Om belikan mainan kincir biar sama dengan legonya ya.”“Kenapa tidak fokus ke usaha katering saja, Nak Langit?” Asep bertanya setelah sejak tadi hanya menjadi pendengar saja. Mereka kenal cukup baik karena Langit sering datang kesana setiap ada yang perlu dibicarakan dengan Jelita. Lelaki itu tahu kalau Langit ada usaha lain yang sudah kuat selain usaha sabun herbal yang kini sedang dikerjakan bersama Jelita.“Kalau bisa dua, kenapa harus satu, Pak?” Langit terkekeh pelan. “Itu usaha punya orangtua. Saya hanya meneruskan saja. Dulu, kuliah ambil jurusan kimia. Jadi usaha sabun herbal ini untuk menyalurkan hobi. Dari dulu saya itu suka membuat formula produk. Ya karena katering sudah jalan dan manajemennya sudah kuat, saya jadi

  • Jejak Dusta di Rumah Kita   BAB 83

    Suara ketukan di pintu membuat Amanda mengangkat kepala dan meletakkan ponselnya. Dia menatap Galih yang masuk ke rumah dengan wajah sumringah. Wanita itu mengembuskan napas panjang saat mendengar Galih bersiul pelan, seolah hatinya sedang berbunga-bunga dan sangat bahagia. Dia berdiri dan mengikuti Galih ke kamar. “Yang habis makan bareng sama mantan istri, senang banget kayaknya.”Galih menautkan alis mendengar nada suara Amanda yang sedikit berbeda. Lelaki itu menghela napas panjang saat melihat wajah Amanda yang biasanya selalu tersenyum itu terlihat sedikit kusut. “Aku senang karena bisa makan bersama anak-anakku. Selain itu aku juga senang karena hubunganku dengan orangtua Jelita bisa tetap baik-baik saja. Aku dan Jelita juga bisa berinteraksi dengan baik sehingga kedepan tidak akan ada masalah dalam membersamai perkembangan Bella dan Zaky.”Amanda mengembuskan napas kencang mendengar jawaban Galih. Wanita itu tahu Galih memang sempat resah memikirkan hal itu. Galih selalu berce

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status