Tapi, dia merasa tidak ada yang berubah. Sikap Langit tetap perhatian seperti biasa. Lelaki itu juga semakin lengket dengan Zaky dan bella. Jadi, dia cukup terkejut dengan fakta yang diceritakan Arsila hari ini.“Aku sedang mencoba meyakinkan dia kalau anak bukan patokan kebahagiaan. Toh banyak juga orangtua yang susah karena ulah anak-anak mereka.” Arsila menyesap minumannya yang baru datang. Dia tersenyum memperhatikan interaksi Jelita dan anaknya. Mereka malah terlihat seperti Kakak dan Adik dalam pandangannya. “Aku … entahlah, masih belum ada ketertarikan untuk memiliki keturunan.”Jelita mengangguk pelan mendengar ucapan Arsila. Dia melirik ke arah Bella yang sekarang sibuk dengan ponselnya. Wajah Zaky membayang di kepala, membuat keraguan kembali menguasai hatinya. Siapkah dia kembali berumah tangga andai Langit meminta? Atau … siapkah dia melihat Langit kembali bersama dengan Arsila atau wanita lainnya? Jelita menghela napas panjang. Pilihannya hanya dua itu saja.Keesokan hari
“Bagaimana Langit?” Galih tersenyum tipis melihat Jelita menaikkan alisnya. Lelaki itu tahu kalau hubungan Langit dan Galih semakin dekat sejak usaha yang mereka geluti bersama semakin besar. “Belum ada rencana menikah?” Galih mengepalkan tangan di bawah meja. Sejujurnya, dia takut mendengar jawaban Jelita. Walau sudah berusaha berdamai dengan diri sendiri dan fokus pada rumah tangganya bersama Amanda, tapi dia sepertinya masih belum sanggup melihat Jelita bersanding dengan lelaki selain dirinya.“Rencana inovasi usaha yang ada.” Jelita tertawa kecil melihat Galih mengangguk-angguk. Entah apa statusnya dengan Langit, tapi hubungan mereka memang semakin dekat. Dia juga mulai ikut saat Langit mengajaknya menghadiri acara keluarga. Beberapa kali, dia dan Langit mengajak orangtua mereka beserta Zaky dan Bella makan diluar bersama saat pembagian keuntungan. “Kamu belum ada rencana nambah momongan?”Galih hanya menanggapi ucapan Jelita dengan tertawa saja. Sejak dia memutuskan tidak membiay
“Ma?” Arifin masuk ke kamar setelah mengirimkan data dari Amanda ke tim legalnya untuk mengurus pembuatan perusahaan baru. “Papa akan sibuk bolak balik Bali sebentar lagi. Rencana mau bikin usaha disana sepertinya jadi. Papa minta kerjasamanya kalau ada awak media yang datang untuk mengorek keterangan dari Mama.” Arifin memperhatikan Pratiwi yang memejamkan mata, menikmati pijatan dari ART mereka.“Sepanjang usia pernikahan kita, itulah yang kulakukan selama ini. Tidak perlu basa-basi, aku hanya butuh angka pasti sekian persen bagianku nanti.” Pratiwi melirik ke arah Arifin yang mengangguk setuju dan meninggalkan kamar. Begitulah, mereka menjalani rumah tangga dengan prinsip untung dan rugi. Pratiwi tutup mata dengan kegilaan Arifin diluar sana karena dia punya cara sendiri untuk menyenangkan dirinya yang sudah mati rasa pada cinta.Saat Arifin berjalan keluar dan pintu kamar tertutup, pesan dari Amanda masuk. Wanita itu tertawa hingga membuat ART yang sedang memijat tubuhnya keherana
“Bella, Zaky, ayo pulang, Nak. Om Langit juga mau pulang itu.” Jelita memberi kode pada Zaky dan Bella hingga kedua anaknya bergegas masuk ke dalam mobil, menyusul Papa mereka. “Mari, Langit, Mbak Arsila.” Jelita mengangguk sopan sebelum akhirnya membalikkan badan. Wanita itu meremas jemari setelah di dalam mobil. Wajah dan tatapan mata Arsila tadi membuat dia tidak nyaman. Wanita itu tidak seramah dulu, seperti saat mereka pertama kali berjumpa.“Tante tadi itu temannya Om Langit ya, Ma? Wangi bangeeeet.” Bella yang duduk di depan menoleh ke belakang. Dia menjawil hidung Zaky yang merebahkan kepalanya ke pangkuan Jelita. “Putih, tinggi, cantik deh. Cuma agak jutek ya? Tadi pas Bella mau salim, dia kayak ogah-ogahan. Cuma ujung tangan saja yang kena.” Bella mengangguk saat Jelita memberi kode agar dia kembali menghadap ke depan.Disini, Galih memperhatikan wajah Jelita dari kaca spion dalam. Lelaki itu bisa melihat perubahan raut wajah Jelita setelah bertemu dengan Langit lagi. Dia me
“Mama, kapan kami dapat Papa baru?”Pertanyaan Bella membungkam tawa Galih yang sejak tadi bercanda dengan Zaky. Sementara Jelita yang sedang menikmati nasi goreng spesial langsung terbatuk-batuk, tersedak makanannya. Wanita itu menepuk-nepuk dadanya dan meraih minuman dengan cepat. Setelahnya, dia menghela napas panjang dan berdehem pelan. Jelita melirik ke arah Galih yang terdiam sambil menatap Bella.“Kok tiba-tiba bertanya begitu, Bella?” Jelita mengelus rambut anaknya yang dikepang dua. Dia tidak mengerti kenapa Bella bertanya tepat di depan Galih. Padahal, sejak tadi mereka senang-senang saja. Dia yang masih menyimpan kesal pada Galih berusaha menekan perasaannya agar kedua anak mereka bisa menikmati waktu kebersamaan ini. Kedua anaknya memang minta dia ikut pergi tadi karena ingin main-main bersama seperti dulu.“Karena istri Papa yang bertanya.” Bella mengedikkan bahu. Dia menunjukan ponselnya pada Jelita. Gadis kecil itu melirik ke arah Galih yang tampak penasaran dengan pons
Pratiwi melemparkan selimut pada Amanda agar bisa menutupi tubuhnya. “Cintaku habis saat memergoki dia pertama kali di villa milik kami. Dibalik citranya sebagai lelaki yang sukses dalam karir dan sukses juga memiliki keluarga yang harmonis, Arifin gagal menjadi pemimpin dalam rumah tangga kami.”Pratiwi menghela napas panjang mengingat kilas balik perjalanan rumah tangganya. “Kenapa aku bertahan? Bisa saja aku membuka semuanya dan menggugat cerai. Alasannya, karena aku tidak mau melakukannya.” Pratiwi tersenyum penuh arti. “Aku ingin tetap berada di sampingnya sampai aku bisa memastikan dia mendapatkan balasan yang setimpal atas pengkhianatan yang dia lakukan.”Amanda bergidik mendengar ucapan Pratiwi. Walau wanita itu bicara dengan intonasi suara tenang dan tidak menunjukkan emosi sama sekali, tapi mampu membuat bulu kuduk Amanda meremang. Sebagai wanita, dia seperti bisa merasakan sakit hati yang teramat sangat hingga akhirnya tidak terasa karena terbiasa.“Aku bisa saja membiarkan