Angin dingin menyapu desa yang terbakar, membawa aroma asap dan darah. Liang Feng berdiri di tengah kobaran api kecil, berhadapan dengan pria berjubah hitam yang memancarkan aura dingin seperti kematian. Tatapan pria itu penuh dengan penghinaan, sementara Liang Feng, meski gemetar, menatapnya dengan tekad yang mulai terbentuk.
Gulungan di tasnya semakin bersinar, memancarkan cahaya keperakan yang lembut namun menusuk. Liang Feng bisa merasakan kekuatan yang mengalir dari gulungan itu—bukan sekadar kekuatan fisik, tetapi juga sesuatu yang jauh lebih dalam, sesuatu yang beresonansi dengan jiwanya. “Jadi ini kekuatan yang kau warisi dari gulungan itu,” kata pria berjubah hitam dengan nada penuh ejekan. “Tapi itu tidak cukup. Bahkan para pendekar terhebat di masa lalu pun tidak mampu menguasai sepenuhnya Jejak Pedang di Langit.” Liang Feng tidak menjawab. Ia tahu bahwa kata-kata tidak akan menghentikan pria ini. Dengan napas dalam, ia menggenggam pedangnya lebih erat, memusatkan seluruh perhatiannya pada lawannya. “Kalau begitu, mari kita lihat apakah takdir benar-benar memilihmu,” pria itu melanjutkan, sebelum melompat maju dengan kecepatan yang hampir mustahil dilihat dengan mata telanjang. Pria berjubah hitam menyerang dengan serangan kilat, pedangnya berkilat seperti petir dalam kegelapan. Liang Feng mengangkat pedangnya untuk menangkis, tetapi kekuatan serangan itu membuatnya terdorong ke belakang, hampir kehilangan keseimbangan. “Liang Feng, mundur!” teriak Mei Lian dari tempatnya tergeletak, luka di lengannya membuatnya tidak bisa bergerak dengan leluasa. Namun, Liang Feng tidak mundur. Ia melangkah maju, menangkis serangan demi serangan. Setiap benturan pedang terasa seperti mengguncang seluruh tubuhnya, tetapi ia tidak menyerah. “Buka hatimu pada kekuatan gulungan itu,” suara samar muncul di benaknya. Itu bukan suara Mei Lian, atau suara siapa pun yang ia kenal. Itu suara yang dalam dan menggema, seperti berasal dari kedalaman alam semesta. Liang Feng memejamkan mata sejenak, mencoba memahami pesan itu. Dan ketika ia melakukannya, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Pedangnya, yang sebelumnya terasa berat di tangannya, kini terasa seperti perpanjangan dari tubuhnya. Gerakannya menjadi lebih halus, lebih presisi. Ketika pria berjubah hitam menyerang lagi, Liang Feng tidak hanya menangkis, tetapi juga membalas dengan serangan yang hampir mengenai lawannya. Mata pria itu menyipit. “Menarik. Kau mulai memahami sedikit dari kekuatan itu. Tapi itu belum cukup!” Liang Feng merasakan gulungan di tasnya bergetar hebat, seolah-olah ingin melepaskan dirinya dari dunia material. Cahaya keperakan itu kini menyelimuti tubuhnya, membentuk pola-pola yang rumit di udara. Pria berjubah hitam melompat mundur, matanya melebar. “Itu… pola dari Langit Tertutup. Kau benar-benar membangkitkan Jejak Pedang di Langit!” Liang Feng tidak mengerti sepenuhnya apa yang sedang terjadi, tetapi tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak ia pahami. Ia mengayunkan pedangnya, dan sebuah gelombang energi meluncur ke depan, menghantam pria berjubah hitam dengan kekuatan dahsyat. Pria itu terpental, menghantam dinding kayu salah satu rumah desa yang sudah terbakar. Namun, meskipun terluka, ia berdiri kembali dengan tertatih-tatih. “Kita akan bertemu lagi, Liang Feng,” katanya sambil meludahkan darah. “Dan saat itu, kau tidak akan seberuntung ini.” Dengan lompatan yang luar biasa, pria itu menghilang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Liang Feng yang berdiri terengah-engah, pedangnya meneteskan darah. Penduduk desa perlahan keluar dari tempat persembunyian mereka, memandang Liang Feng dengan campuran rasa takut dan kekaguman. Mei Lian, meskipun terluka, mendekati Liang Feng dan memegang bahunya. “Kau berhasil,” katanya pelan. Liang Feng memandang ke pedangnya, yang kini terasa berbeda di tangannya. Ia tidak yakin apakah ini benar-benar keberhasilan, atau justru awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dan berbahaya. Tuan Zhao muncul dari balik reruntuhan rumahnya, wajahnya penuh dengan kesedihan namun juga kelegaan. “Kau sudah melihat sedikit dari kekuatanmu, Liang Feng. Tapi itu baru permulaan. Jejak Pedang di Langit tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang. Kekuatan itu menuntutmu untuk melangkah lebih jauh.” Liang Feng memandang pria tua itu, merasa dadanya semakin berat. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” “Kau harus pergi ke Gunung Yinfeng, seperti yang telah kukatakan,” jawab Tuan Zhao. “Di sana, kau akan menemukan jawaban atas rahasia gulungan ini. Dan mungkin, kau akan memahami takdir yang menunggumu.” Mei Lian menyentuh lengannya. “Aku akan bersamamu, apa pun yang terjadi.” Liang Feng tersenyum kecil, meskipun rasa khawatir masih membebani hatinya. “Terima kasih, Mei Lian. Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukan ini sendirian.” Keesokan paginya, Liang Feng dan Mei Lian meninggalkan Desa Qing, meninggalkan kehancuran dan kenangan pahit di belakang mereka. Mereka membawa harapan penduduk desa yang kini bergantung pada kemampuan Liang Feng untuk melindungi dunia dari ancaman Bayangan Langit. Namun, perjalanan ke Gunung Yinfeng tidak akan mudah. Jalur itu terkenal sebagai tempat yang penuh dengan bahaya, dari makhluk buas hingga jebakan alami. Dan di atas segalanya, Bayangan Langit akan terus mengejar mereka, tidak akan berhenti sampai gulungan itu menjadi milik mereka. Liang Feng tahu bahwa ia harus menjadi lebih kuat. Ia harus memahami kekuatan gulungan itu sepenuhnya, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan yang tidak ia pahami. BersambungPuncak Gunung Langit kini terhampar dalam kehampaan. Jejak energi yang dulu melingkupi tempat itu perlahan memudar, menyisakan keheningan yang mencekam. Lian Xue berdiri diam, matanya menatap ke arah tempat Liang Feng menghilang. Hatinya terasa kosong, seolah-olah separuh jiwanya ikut lenyap bersama Liang Feng. “Dia benar-benar pergi,” bisiknya, suaranya penuh getaran. Bai Wen meletakkan tangan di pundaknya, meskipun ia sendiri tampak tak kalah terguncang. “Liang Feng telah memenuhi takdirnya. Pengorbanannya memastikan dunia ini tetap utuh.” Namun, Lian Xue tidak dapat menerima kenyataan itu begitu saja. “Kalau begitu, apa arti dari semua perjuangan kita jika pada akhirnya dia harus meninggalkan kita?” “Kau salah,” Bai Wen menjawab dengan nada lembut. “Liang Feng tidak pergi untuk selamanya. Dia tetap hidup, dalam kenangan kita, dalam dunia yang ia selamatkan. Dan aku yakin, meskipun tubuhnya telah tiada, semangatnya tetap ada di sekitar kita.” _____Setelah kejatuhan Shen Z
Langit Terbelah adalah tempat di mana realitas dan ilusi saling bertaut, menciptakan pemandangan yang tak lazim. Daratan tempat Liang Feng dan teman-temannya berdiri tampak seperti cermin raksasa yang memantulkan retakan-retakan cahaya dari atas. Tiap langkah mereka menghasilkan gema halus, seperti berjalan di atas permukaan air yang membeku. “Ini... luar biasa,” gumam Mei Lian, matanya terpaku pada retakan di atas mereka. Retakan itu mengeluarkan cahaya putih yang berpendar lembut, seolah-olah menyimpan rahasia semesta. Namun, Lian Xue terlihat lebih waspada. “Tempat ini mungkin indah, tapi aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Kau merasakannya, kan, Liang Feng?” Liang Feng mengangguk pelan. Ada hawa berat di udara, seperti keheningan sebelum badai. “Ya, aku merasakannya. Seolah-olah sesuatu atau seseorang sedang mengawasi kita.” Saat mereka melangkah lebih jauh, mereka menemukan sebuah monolit besar yang berdiri di tengah dataran cermin. Monolit itu terbuat dari batu
Kristal biru di atas altar memancarkan sinar lembut yang menerangi puncak menara. Liang Feng berdiri mematung di depannya, merasakan gelombang energi yang seakan berbicara langsung ke dalam jiwanya. "Liang Feng," suara itu terdengar lembut namun penuh kekuatan, seperti bisikan angin di puncak gunung. "Kau telah mencapai tempat yang banyak orang hanya bisa impikan. Namun, ini bukan akhir perjalananmu." Mei Lian dan Lian Xue saling bertukar pandang, mencoba memahami suara misterius itu. "Apa ini? Suara dari segel itu sendiri?" tanya Mei Lian, nada suaranya penuh kehati-hatian. "Segel ini adalah inti dari keseimbangan dunia," jawab Liang Feng, matanya tidak lepas dari kristal yang berkilauan. "Dan aku merasa bahwa segel ini memiliki kehendak sendiri." ___ Kristal itu berkilauan lebih terang, membentuk siluet cahaya yang menyerupai seorang pria tua dengan jubah panjang. "Aku adalah penjaga terakhir dari segel ini," katanya. "Dan kau, Liang Feng, telah dipilih untuk menjaga ke
Gerbang batu yang terbuka perlahan mengeluarkan suara gemuruh yang menggema, seperti sebuah peringatan akan bahaya yang tersembunyi di baliknya. Liang Feng melangkah lebih dulu, diikuti oleh Mei Lian dan Lian Xue. Cahaya aneh yang berasal dari dalam gerbang memancar seperti aurora, namun bukannya memberi rasa damai, cahaya itu justru memunculkan kegelisahan. Saat mereka melangkah masuk, dunia di sekitar mereka berubah. Tanah di bawah kaki mereka bukan lagi lembah hijau yang pernah mereka kenal, melainkan padang pasir luas dengan langit berwarna merah darah. Angin panas berhembus, membawa bisikan samar yang tak bisa dipahami. “Di mana ini?” tanya Mei Lian, memandang ke sekeliling dengan rasa tak percaya. “Langit Terlarang,” jawab Liang Feng dengan suara tegas. “Tempat ini bukan bagian dari dunia kita. Ini adalah dimensi lain, tempat kekuatan segel terakhir disimpan.” “Dan juga tempat bahaya terbesar bersembunyi,” tambah Lian Xue sambil mempererat genggamannya pada tombak. ___
Langit cerah di Kota Hujan Tak Berhenti menjadi awal yang baru bagi Liang Feng dan rombongannya. Namun, saat mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan, seorang utusan tiba dari Lembah Awan Abadi. Ia membawa kabar buruk yang membuat Liang Feng tertegun—lembah itu diserang oleh kekuatan misterius. "Serangan itu datang tanpa peringatan," kata utusan itu dengan napas terengah-engah. "Penduduk desa terluka, dan beberapa menghilang. Mereka yang selamat mengatakan makhluk-makhluk kegelapan menyerang saat malam tiba." Liang Feng mengepalkan tangannya. Pikirannya melayang pada gambaran desa yang damai, kini berada di ambang kehancuran. "Kita harus kembali sekarang," katanya tegas. Mei Lian dan Lian Xue mengangguk. Tanpa membuang waktu, mereka meninggalkan Kota Hujan Tak Berhenti, menunggang kuda dengan kecepatan penuh menuju Lembah Awan Abadi. ____Ketika mereka tiba, lembah itu hampir tidak dapat dikenali. Pepohonan yang dulu hijau dan subur kini layu, diselimuti kabut hitam yang
Setelah meninggalkan Pilar Langit, Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue memulai perjalanan kembali ke Lembah Awan Abadi. Meskipun segel telah diperkuat, Liang Feng tidak merasa lega sepenuhnya. Di dalam hatinya, ia tahu ancaman Shen Zhou masih mengintai, dan dunia tidak akan tenang untuk waktu yang lama. Langit di atas mereka berubah semakin suram, seolah mencerminkan beban yang dirasakan Liang Feng. Angin berhembus dingin, membawa aroma badai yang akan datang. "Liang Feng," kata Mei Lian tiba-tiba, memecah keheningan. "Apa yang kau alami di dalam Pilar Langit? Kau tampak berbeda sekarang." Liang Feng terdiam sesaat sebelum menjawab. "Aku diberi ujian. Ujian yang mengajarkanku tentang keberanian, pengorbanan, dan penerimaan." Ia menatap jauh ke depan. "Aku tahu sekarang, melindungi dunia ini tidak hanya soal kekuatan pedang, tetapi juga soal menerima bahwa aku tidak bisa menyelamatkan semuanya." Mei Lian menatapnya dengan mata penuh simpati. "Itu beban yang berat, tapi kau tidak