Share

Bab 5

Naga Emas itu tampak terbang berputar-putar dipuncak Gunung Semeru. Sementara dibawah, Raja Meru tampak semakin bersikap waspada. Untunglah Begawan Tapa Pamungkas terus menenangkannya dengan mengusap-usap kepalanya.

Setelah cukup lama berputar-putar di atas puncak semeru, Naga Emas itu kemudian tampak terbang turun melayang kembali kebawah, lalu berputar-putar diatas tubuh si bayi. Anehnya justru si bayi tampak tertawa tergelak-gelak melihat wujud Naga Emas raksasa yang ada diatasnya, tidak ada sedikit kesan takut apalagi menangis. Bahkan saat sang Naga Emas mendekatkan kepalanya kearah si bayi, tiba-tiba saja si bayi justru menarik kumis panjang si Naga Emas hingga langsung membuat si Naga Emas menjerit dengan keras, entah kaget entah sakit karena kumisnya ditarik oleh si bayi.

Hroaagghhh ... !

Jeritan keras si Naga Emas sampai membuat Gunung Semeru bergetar seperti dilanda gempa skala kecil. Tapi hal ini justru membuat si bayi tergelak-gelak tertawa. Begitu gembira sekali seperti mendapatkan mainan baru.

Keakraban si bayi dan Naga Emas yang seperti tengah bermain berdua ini menjadi perhatian Begawan Tapa Pamungkas. Seakan menyadari kalau ada kehadiran sosok lain ditempat itu, si Naga Emas kemudian memalingkan pandangannya kearah dimana Begawan Tapa Pamungkas dan Raja Meru, si harimau putih berada.

Naga Emas lalu melayang kearah keduanya dan saat tiba dihadapan Begawan Tapa Pamungkas dan Raja Meru, terlihat bagaimana besarnya sosok sang naga, bahkan kepalanya saja lebih besar dari sosok Begawan Tapa Pamungkas. Begawan Tapa Pamungkas terlihat begitu sangat tenang ditempatnya, karena memang Begawan Tapa Pamungkas tidak merasakan sedikitpun aura permusuhan dari Naga Emas yang ada dihadapannya.

“Siapa kau orangtua?” tiba-tiba saja Begawan Tapa Pamungkas mendengar sebuah suara yang begitu sangat jelas ditelinganya, Begawan Tapa Pamungkas meyakini kalau suara itu berasal dari sang Naga Emas, walaupun sang Naga Emas tidak terlihat berbicara menggunakan mulutnya.

“Aku Begawan Tapa Pamungkas, kau siapa Naga Emas?”

“Aku adalah Naga Emas, dan yang disana itu adalah adikku, Jejaka” kata Naga Emas seraya menoleh kearah bayi mungil yang tampak masih sibuk bermain dengan gelang-gelang dewanya.

“Bagaimana kau bisa sampai kemari Naga Emas?”

“Aku juga tidak tau, tapi ayahku yang mengirim kami kemari”

“Siapa ayah kalian?”

“Barata”

Wajah Begawan Tapa Pamungkas langsung berubah saat mendengar nama itu disebutkan oleh Naga Emas.

“Apa ibumu bernama Ratri Kumala?” tanya Begawan Tapa Pamungkas

“Benar, bagaimana kau bisa tau begawan?”

“Karena aku adalah kakek kalian” ucap Begawan Tapa Pamungkas lagi. Terlihat bagaimana wajah Naga Emas tampak berubah, sosoknya yang melayang diudara tampak terdiam untuk sesaat.

“K...ka..kakek” terdengar suara Naga Emas bergetar.

“Benar, aku adalah kakek kalian” jawab Begawan Tapa Pamungkas dengan penuh ketenangan. ”Dimana orangtua kalian berada sekarang?”

“Ayah dan ibu sudah naik ke langit kek, menjadi dewa” kata Naga Emas. Begawan Tapa Pamungkas tidak terkejut mendengar hal itu, karena memang Barata pernah menceritakan tentang dirinya yang sebenarnya adalah seorang dewa yang berasal dari Istana Langit. Barata tengah menjalani hukuman penempaan diri di muka bumi dan bila saatnya tiba, maka Barata akan kembali menjadi dewa dan naik ke Istana Langit. Saat itu Begawan Tapa Pamungkas bertanya, lalu bagaimana dengan nasib putrinya, Ratri Kumala bila menikah dengannya. Barata menjawab kalau dirinya akan membawa ikut serta Ratri Kumala ke Istana Langit. Tapi Begawan Tapa Pamungkas tak menyangka kalau Barata akan meninggalkan anak mereka di bumi.

Begawan Tapa Pamungkas memang tidak begitu heran dengan wujud Naga Emas yang merupakan anak dari putrinya, Ratri Kumala. karena sesungguhnya Ratri Kumala memang jelmaan seekor ular naga. Turunan ibunya yang berasal dari bangsa jin.

“Siapa tadi nama adikmu Naga Emas?”

“Jejaka kek... ”

“Jejaka” ulang Begawan Tapa Pamungkas lagi mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mengelus-elus jenggotnya yang putih.

--o0o--

Waktu terus bergulir, tak tertahankan dan tak dapat ditunda. Semuanya telah diatur oleh Sang Pencipta. Dan tak terasa delapan belas tahun terlewat sudah. Kini Bayi mungil yang diberi nama Jejaka telah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan. Kulit wajahnya putih bersih. Matanya yang agak kebiru-biruan dihiasi sepasang alis tebal berwarna hitam. Pas sekali dengan bentuk hidungnya yang mancung. Demikian pula bentuk bibirnya yang tipis. Rambut pendek dibiarkan tergerai tak beraturan didepan membentuk poni, tapi justru terlihatnya lebih maskulin dan gagah. Tubuh Jejaka yang tinggi tegap dibalut rompi berwarna merah dan bersisik keemasan tanpa lengan sehingga rajahan naga melingkar yang ada dilengan kirinya terlihat semakin menambah kejantanan pemuda itu. Juga mengenakan celana bersisik berwarna hitam keperakan. Di kedua tangannya tampak tersampir 10 gelang emas yang tersusun rapi disepanjang lengannya. Dan kini, pemuda tampan itu sedang khusuk bersemadi untuk menyelesaikan latihan tahap akhirnya. Yakni, sebuah jurus pamungkas hasil ciptaan Begawan Tapa Pamungkas 'Titisan Siluman Ular Naga'!

"Kerahkan seluruh kehendak sucimu, Cucuku!" teriak Begawan Tapa Pamungkas, mulai gelisah.

Lelaki tua ini melihat sekujur tubuh Jejaka mulai dibasahi keringat. Wajahnya yang tampan menegang, seperti sedang menghadapi sesuatu yang sulit sekali dikendalikan. Dan dari ubun-ubun kepalanya perlahan-lahan mengepulkan asap putih, seiring tubuhnya yang bergetar hebat.

Ditempatnya, Begawan Tapa Pamungkas semakin gelisah dibuatnya. Bagaimanapun juga, dia tidak ingin cucunya mengalami bernasib sama dengan anaknya yang berwujud siluman ular naga putih.

"Kerahkan seluruh kehendak sucimu, Cucuku!" ujar Begawan Tapa Pamungkas lagi. Nada suaranya penuh kegelisahan.

Dan apa yang sedang dikhawatirkan Begawan Tapa Pamungkas memang benar-benar sedang dialami Jejaka. Di hadapan pemuda itu, saat ini seekor ular naga raksasa putih sebesar pohon kelapa siap memangsa tubuhnya. Dari mulutnya yang terbuka dengan taringnya yang mengerikan mengeluarkan bau amis yang bukan kepalang. Hampir saja Jejaka tidak kuat menahan. Bukannya takut menjadi mangsa ular naga raksasa, melainkan tidak kuat menahan bau amis yang keluar dari mulut ular itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status