Setelah pertemuan itu, aku pulang ke rumah dengan hati yang lebih gusar. Keinginan untuk tetap berdamai dengan Bang Fuad terpaksa kuurung, sebab perkataan Bang Bayu telah memberiku banyak tanda tanya. Aku tidak boleh memercayainya seratus persen seperti dulu jika tidak ingin terluka sendirian.Apa benar Bang Fuad sudah berubah? Bagaimana kalau ini semua hanya siasatnya untuk membuat diriku tetap percaya padanya?Dan lagi, sikap Ida jauh berbeda dengan sebelumnya. Dia jadi lebih tenang, tidak banyak tingkah apa lagi sampai membicarakan soal bagaimana bahagianya dia dengan sang selingkuhan.Kuputuskan untuk tetap tegar sembari menunggu Bang Fuad pulang. Pria itu baru terlihat batang hidungnya saat malam menjelang dan azan Magrib berkumandang di masjid.“Assalamualaikum, Dek?” sapanya saat aku membuka pintu untuknya.Wajah Bang Fuad sangat cerah, senyumnya merekah seperti musim semi. Dia bersikap sangat manis sampai mencium kening
Sejak hari itu, kekhawatiranku akan Bang Fuad dan Ida semakin meningkat. Pria yang sudah aku nikahi terlihat jauh berbeda, tidak hanya sikap dan perlakuannya padaku, namun juga saat kami berhubungan seperti kemarin malam.Aku merasakan jika Bang Fuad tidak lagi puas dengan diriku. Seperti, dirinya terjebak dalam suatu fantasi liar yang tidak ada di dalam pernikahan kami. Sampai, saat dirinya mencapai puncak kenikmatan, dia meninggalkanku sendirian dan langsung berlalu ke kamar mandi.“Yu? Pinjem dong hape barunya.” Suara Ida menggelegar di tengah lamunanku. Untung saja, di ruangan itu hanya ada kami berdua.Ternyata sudah jam istirahat, pantas saja seisi kantor terlihat lengang. Aku terlalu banyak pikiran hingga tidak lagi mampu fokus dengan keadaan sekitar. Pekerjaan hari ini berantakan, saat aku harusnya membantu atasan, malah aku yang dibantu olehnya.“Yu? Bengong lagi, deh!” Ida berseru.“Tidak, pakai hape sendiri
“Maaf, tapi aku tidak bisa berpikir hal lain lagi selain ini,” jelas Bang Bayu di sampingku.Dia menyetir mobil mewahnya di tengah gelapnya malam dengan begitu buru-buru. Ekspresi Bang Bayu terus menggambarkan betapa paniknya dia malam ini.Pria itu muncul di depan pintu hanya dengan kaos polos dan celana ponggol di bawah lutut. Tapi, dia tidak lupa memakai sebuah jam berlayar penuh yang modern itu, serta membawa dompet dan clutch yang kutebak berisi begitu banyak uang.Namun, dibandingkan itu semua, hal yang membuat batinku nyeri adalah penumpang di jok belakang. Seorang balita kecil terlelap di car seatnya yang terlihat begitu canggih. Dia diselimuti kain tebal, juga memakai topi rajut untuk menghalau panas.Dadaku sesak, bukan hanya karena kami akan mengejar fakta, tapi juga membayangkan apa yang terjadi dengan gadis kecil ini nanti. Dia masih terlalu belia untuk paham dengan situasi yang sedang terjadi.Bagi seorang anak, keluarga y
Tangis aku tahan dalam keheningan di sepanjang perjalanan. Rasa tidak percaya jika saat ini aku sedang mengejar Bang Fuad dan perempuan selingkuhannya terus menusuk dada.Di dalam mobil mewah ini, aku mendapatkan jawaban atas semua kecurigaan. Bang Fuad dan Ida, dua insan itu telah terlibat sesuatu yang sangat tidak masuk akal.Kami berada dalam rentang beberapa mobil di belakang bus yang ditumpangi oleh Bang Fuad dan Ida. Bang Bayu seperti menjaga jarak dengan mereka hingga sekalipun tidak pernah menyalip mobil-mobil lain.Sedang diriku, hanyalah seonggok manusia di jok sebelah kemudi. Tidak ada yang bisa aku lakukan, selain mengambil beberapa gambar, dan merekam bus tersebut. Seperti kata Bang Bayu sebelumnya, dia membutuhkanku untuk membantunya mengumpulkan semua bukti-bukti perselingkuhan istrinya dengan suamiku.“Jangan menangis, laki-laki seperti dia tidak perlu ditangisi! Tidak ada alasan untuk bersedih karena pria seperti itu.” Bang Ba
Tiga jam berlalu. Aku dan putri kecil Bang Bayu masih menunggu di lobi hotel. Syukurnya, anak itu terlelap meski hanya beralaskan sofa dan sebotol susu pekat. Tidak rewel, tidak menangis apa lagi menjerit. Dia hanya merengek kecil, menunjukkan jika ini sudah waktunya tidur.“Mbak, ada yang bisa kami bantu?” Salah satu hotelier mendatangi kami berdua yang sudah mendekam di sofa tinggi tersebut untuk waktu yang lama.Perempuan berwajah cantik, dia menggelung rambutnya seperti seorang pramugari. Saat dirinya berdiri di dekat sofa, aroma harum menyeruak, menebas bulu hidung dan menyentuh hingga ke indera.“Apa ada yang Mbak tunggu di hotel kami? Atau ada sesuatu yang sedang Mbak cari?” tanyanya dengan intonasi yang sangat syahdu.Tidak lupa, perempuan tersebut tersenyum ke arahku. Lirikannya sempat jatuh ke arah putri Bang Bayu, sebelum dirinya berkata, “Apa Mbak butuh ruang yang lebih tenang? Apa Mbak mau check in atau ....”“Tidak, Kak. Saya menunggu ayah putri ini, dia sedang ....”“Ah
Keesokan harinya, Bang Fuad pulang ke rumah. Dia datang tepat saat aku hendak berangkat bekerja.Wajahnya semringah. Pundak dan langkahnya terasa sangat ringan, seolah dirinya baru saja naik jabatan.Aku yang pagi itu memakai celana panjang longgar dan blouse kombinasi melirik ke arahnya. Bang Fuad mendekat, dia memamerkan padaku oleh-oleh napol yang dibawanya dari Medan tanpa rasa bersalah.“Dek, lihat Abang bawa apa?”“Ah, ini kan oleh-oleh yang terkenal itu, Bang. Punya artis, kan? Harganya mahal banget,” balasku. Tidak lupa, aku memainkan trik untuk menghadapinya hari ini.Bang Fuad pasti sedang menguji diriku, mencoba membaca apa yang sudah terjadi selama dirinya pergi. Ditambah lagi, dia juga mengecek keadaanku melalui ibunya.“Iya, Dek. Mau dimakan dulu atau nanti saja pulang bekerja? Abang enggak masuk hari ini, jadi engg
Jangan berhenti menunjukkan kasih sayang, meski yang engkau terima adalah pengkhianatan. Sebab, setelah perpisahan, merekalah yang akan paling menderita. Sedang dirimu sedang sibuk berbahagia.-@bemine_3897--“Bang, kok enggak dijawab, sih?” rengek Ida sembari mengguncang lengan suaminya.Perempuan itu memasah wajah murung sebab Bang Bayu seperti enggan bersuara. Dia mengapit bibir, dan hanya duduk seperti tidak bernyawa di sofa mahal itu. Sikapnya jelas memaksa agar Bang Bayu menjelaskan sosok mana yang sedang ditunggu olehnya. Sedangkan aku dan keluarga berada di seberangnya, memandang ke arah sepasang suami dan istri tersebut. Sesekali, aku menjatuhkan sorot ke arah Bang Fuad dan Ida, mencoba memastikan sekali lagi jika mereka memang punya hubungan gelap.Sebab, hingga saat ini, ada titik di mana aku ingin semuanya tidak pernah terjadi. Perasaan membuncah untuk Bang Fuad meski dirinya begitu kaku dan dingin, atau rasa bangga bertemankan wanita hebat seperti Ida, semua itu tida
“Apa maksudnya ini?” Suara Ida meninggi sendiri.Namun, tidak ada yang bergegas menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita yang memakai dress mahal itu. Dia komat-kamit menuntut Bang Bayu agar lekas menjawab dirinya, lagi-lagi hanya embusan angin yang menjawi balasan untuk perempuan itu.Bang Bayu membiarkan sang pengacara tersebut mengambil alih situasi. Dia memilih untuk kembali menempati sofa tanpa mengajak istrinya agar turut serta bersama.“Tolong duduk dulu, Nyonya? Kita bicarakan secara kekeluargaan, ya?” pinta sang pengacara tersebut.Pria berkepala plontos bernama Tamtama berkata tegas. Dia mengetuku punggung penanya di atas berkas, meminta dengan jelas agar kami semua duduk dengan tenang di sofa dan membiarkan dirinya yang berbicara seorang diri.“Silakan dimulai saja, Pak Pengacara!” Bang Bayu berujar.“Apanya yang dimulai, Bang? Bukannya hari ini mau rayain ulang tahun putri kita?” tuntut Ida bingung.Kasihan sekali perempuan itu. Dia dilanda kepanikan saat seluruh b