Jenazah Suamiku
Bab 38 : Jangan Modus!
"Hey, bangun!!"
Suara menyebalkan itu terdengar di dekat telingaku juga terasa jari yang mencolek bahu ini.
"Wulan, bangun!!!"
Aku segera membuka mata dan segera menegakkan badan lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Eh, kita di mana, Res? Udah nyampai Kapadokia?" tanyaku dengan kesadaran yang belum sempurna.
"Belum, baru nyampai Bandara Hamad Qatar. Isshh ... ilermu nempel di jaket saya, dasar jorok. Udah tidur ngorok, ileran juga. Ndesomu level maksimum!" omelnya sambil menunjuk dadanya.
"Masa? Perasaan aku nggak ngorok deh dan nggak ngiler juga." Aku menatapnya jengkel.
"Lihat ini, iler siapa lagi kalau bukan ilermu!" Dia menarik ujung jilbabku dan mengelap jaket bagian dada.
"Astaga, fitnah aja, ya!" Aku tak terima d
Jenazah SuamikuBab 39 : Bosan"Mau selpi gak? Biar bisa pamer kalo kamu udah pernah naik balon udara?" bisik Restu di belakangku, masih dengan posisi pasangan yang lagi kasmaran, padahal dalam hati dongkol."Hmm ... Selpi? Siapa itu?" tanyaku berusaha melepaskan diri dari pelukannya."Astaga, Wulan, selpi itu maksudnya foto-foto. Seperti ini .... " Restu mengeluarkan ponsel dan mengarahkannya kepada kami."Oh ... Begitu, apa selpi itu bahasa inggrisnya foto-foto?" tanyaku benaran polos dan bukan pura-pura bego.'Pletak'Eh, dia tiba-tiba menjitak pelan dahiku tapi tetap saja aku melotot kaget."Eh, kok main jitak aja!" Kudaratkan cubitan keras di perutnya."Biar kamu pinter dikit!" jawabnya sambil mengusap perutnya bekas cubitanku"Yang ada makin bego kalo dijitak itu!" Kupelototi dia."Haahh ... Ngaku juga kalau bego!" Dia menahan tawa."Makanya dijelasin kalau aku nanya itu!" Aku masih menat
Jenazah SuamikuBab 40 : (POV Restu 2)Seperti perjalanan pergi, Wulan juga mabuk pas pulangnya dan aku tetap kerepotan memapahnya saat pindah pesawat. Akan tetapi aku bersyukur, akhirnya bisa kembali pulang ke tanah air dan sudah berhasil melewati liburan bulan madu yang disusun oleh Mama.Bukannya nggak mau liburan berdua saja sama Wulan, yah ... dia istriku sekarang dan mungkin acara bulan madu ini sudah menjadi tradisi bagi para pengantin baru. Tapi, ya begitulah, kami selalu terlibat perselisihan dan pertengkaran akan tingkahnya yang selalu membuatku naik darah.'Tok-tok'"Masuk, tidak dikunci!" jawabku."Res, Mama dan anggota keluarga lainnya udah nunggu buat makan malam." Wulan mendorong pelan pintu kamar dan berdiri di dekat pintu.Aku hanya diam, menatap wanita yang selalu mengenakan pakaian tertutup dengan balutan jilbab. Dia cantik, tak dapat kupungkiri hal itu, kulitnya putih bersih walau dia tak berdandan seperti wanita l
Jenazah SuamikuBab 41 : Lagi-lagi Fitnah"Cepat suapin!" perintahnya dengan nada sengit.Aku menarik napas panjang, sambil meliriknya jengkel. Nggak kapok juga dia dah kujambak kemarin, sekarang malah main perintah begini. Aku itu nggak suka nada sengit dan ketusnya, nggak bisa apa kalo ngomongnya baik-baik gitu?"Buruan Wulan, saya lapar ini!" ujarnya lagi sambil mendekat dan meraih kotak makan itu lalu memberikannya ke tanganku."Nggak bisa apa kalau makan sendiri?!" gerutuku."Nggak bisa!" jawabnya dengan senyum sinis. "Buruan, Wulan!'"Iya, iya." Aku menghembuskan napas jengkel dan mulai meraih sendok lalu menyuapkan ke arah mulutnya.Restu terlihat membuka mulut, dan kini giliran jantungku yang berdebar tak karuan. Suhu tubuh mendadak panas dingin, aku jadi lebih suka Restu yang galak soalnya kalau dia sok manja begini, aku jadi ingat almarhum.Kucoba mengontrol perasaan aneh yang tiba-tiba menelusup di hati ini, a
Jenazah SuamikuBab 42 : EksekusiSetelah mobil Restu menghilang, aku langsung masuk kamar Winka. Perasaan jadi tak menentu, kayaknya mendadak demam deh. Kutarik selimut dan memejamkan mata, kepala juga mendadak pusing ini."Wulan, kamu sakit, Nak? Ayo, makan siang dulu!" Terdengar samar-samar suara Bu Hera--mertuaku.Aku menurunkan selimut dari wajah, lalu tampaklah mertuaku di dekat ranjang."Kamu demam, Wulan?" Bu Hera memegang dahiku."Eh, nggak kok, Ma, Wulan cuma ngantuk saja," jawabku sambil bangun."Kamu benaran nggak apa-apa, Wulan? Apa kepalanya pusing, mual muntah juga?" tanyanya dengan bibir yang mengukir senyuman.Aku menelan ludah, ini sih mertuaku menyebutkan gejala kehamilan. Cepat-cepat aku menggeleng, karena tak ingin dia terlalu berharap dengan sesuatu yang mustahil."Nggak kok, Ma, Wulan baik-baik saja. Ayo, makan siangnya! Oma dan Tante Rani mana?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan dan membuat dir
Jenazah SuamikuBab 43 : Malam Pertama"Kenapa senyam-senyum gitu? Emangnya ada yang lucu?" Dia mengerutkan dahi, nadanya terdengar ketus."Nggak ... Nggak ada!" Aku berusaha menahan senyum. Nggak heran lagi dengan nada bicaranya sekarang, mungkin sudah jadi ciri khasnya. Yang terpenting tadi sudah mendengar isi hatinya."Gimana ini, jadi ke Villa gak kita?" Restu terlihat memalingkan wajahnya yang memerah.Hmm ... Akhirnya Si Tuan Garang ini meleleh juga, ternyata dia bisa grogi juga walau selama ini selalu menampakkan wajah tembok (tanpa ekspresi)."Ya terserah aja sih, aku mah nurut." Aku mendekat ke arahnya dan meraih lengan kekar pria garang yang kini sudah luntur aura keganasannya itu. Dia memang ketus, tapi aku bisa merasakan kalau dia itu sangat peduli denganku, buktinya dia sudah 3 kali berjasa menyelamatkan hidupku. Dia itu memang terbaik, almarhum tak salah mewariskan aku kepadanya."Ada apa ini? Kok main narik-narik
Jenazah SuamikuBab 44 : Dipending"Sayang, ayo bangun! Masih sempat satu ronde ini sebelum azan subuh." Terdengar bisikan di telingaku juga tangan nakal yang membelai bagian sensetif.Aduuh ... Pinggang masih sakit tapi dia malah ngajakin lagi. Saat membuka mata, dia sudah menyambutku dengan senyuman juga kecupan di pipi."Apaan, Res? Badanku masih terasa patah-patah ini .... " rengekku padanya."Besok pagi aku panggilin tukang pijitnya Mama kalau liburan ke sini, tenang aja!" jawabnya sambil mendekatkan wajah kami dan kembali melancarkan aksinya.Niat hati ingin menolak, tapi tubuh malah menginginkannya. Olahraga subuh ini membuat tubuh semakin panas saja. Aku bisa mengerti hasrat pengantin baru dari suamiku ini, aku dan almarhum juga melakukannya beberapa kali di saat pertahanan sudah berhasil diruntuhkan di hari ketiga pernikahan kami.Hmm ... bukan maksud hati ingin membandingkan keduanya, aku hanya mengenang kenangan dahulu. Res
Jenazah SuamikuBab 45 : POV Restu 3"Res, masa besok udah pulang? Padahal aku udah bilang Mama dan Winka ... Kita seminggu loh di sini," ujar Wulan saat aku baru selesai sholat isya sendiri saja sebab dia mendadak halangan, dia terlihat menahan tawa dan sengaja ingin menggodaku."Hmm ... tanggung cuma seminggu, sekalian saja sebulan." Kuacak jilbabnya dengan gemas."Tinggal di sini saja sekalian kalo gitu." Dia kembali meledek."Pembalutnya gimana ini? Belinya di mana dan merek apa? Kamu berani gak tinggal sendirian?" Aku kembali ke topik utama obrolan."Aku nggak bisa ikut, ini aja nggak berani duduk ... Takut bocor ... Hmm ... Berani sih, cuma ... ya ... jangan lama-lama!" Wulan terlihat bimbang."Iya, di ujung jalan ada minimarket kok. Mereknya terserah aja kan?" Aku meraih jaket dan memasangnya."Ekstrak Daun Sirih, beli yang bungkus gede sekalian!" ujarnya."Baik, Nyonya, kiss dulu tapi .... " Aku mendekat ke arah
Jenazah SuamikuBab 46 : Hasil Test DNADasar menyebalkan, baru bangun tidur aja udah marah-marah nggak jelas. Pakai nanya aku tadi malam mimpi apa segala, nanti kalo aku bilang mimpikan almarhum, nanti dia marah lagi kayak tadi malam. Dia itu orang yang tak terduga dan aku belum bisa memahami sepenuhnya pria yang kini telah resmi menggantikan almarhum Bang Wawan menjadi suamiku itu.Emangnya salah apa kalau aku kangen makam Bang Wawan? Kami sudah bersama selama kurang lebih 10 tahun, jadi jelas saja banyak sekali kenangan tentangnya. Dia, pria yang selalu tersenyum dan berkata lembut. Ya Tuhan, aku benar-benar kangen dia.Pandangan mata perlahan menjadi berkaca-kaca, air mata tak dapat untuk kutahan lagi. Kuah mis instant ini semakin bertambah sepertinya, karena bercampur dengan air mata."Wulan .... " Restu tiba-tiba sudah berdiri di depanku.Dengan cepat, segera kuhapus air mata ini dan menatap jengkel ke arahnya."Ada apa?"