LOGIN“Maaf, aku sudah bersuami.”Kalimat itu jatuh seperti pedang yang tak bersuara, tapi menghantam tepat ke dada pemuda di hadapan Shen Liu Zi.Atmosfer sekeliling seketika berubah.Hening.Telinga pemuda tadi mendadak berdenging, seolah semua suara pasar lenyap sekaligus. Teriakan pedagang, tawa anak-anak, bahkan derap langkah orang lalu-lalang, semuanya menguap begitu saja.Pemuda itu membeku.Wajahnya menggelap, bukan karena marah, melainkan karena sesuatu yang jauh lebih sunyi—kehilangan harapan. Cahaya di matanya yang barusan menyala penuh keberanian, padam tanpa sisa. Senyum semangat yang tadi tergurat samar di sudut bibirnya, entah sejak kapan sudah menghilang.Tangannya yang mengulurkan setangkai mawar merah beserta kantong wewangian bersulam halus perlahan turun.Turun begitu saja! Seolah-olah bunga itu ikut layu, berat oleh kenyataan yang baru saja menghantamnya.“Oh,” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.Dia menunduk, memberi hormat dengan gerakan kaku. “Maafkan kelancangan
Hari berikutnya, di kediaman jenderal Shang.Sejak pagi, Shen Liu Zi sudah mencium firasat buruk.Dan firasat itu terbukti begitu dia melangkah ke luar dari kamarnya.“Nyonya Shen, silakan duduk.”Kepala Xun berdiri tegak di samping meja bundar rendah, sikapnya terlalu sopan untuk ukuran seseorang yang akan menyiksa orang lain dengan aturan.Di atas meja tersaji bubur lembut, sup bening, lauk kecil berwarna cerah, dan kue-kue mungil yang terlihat sangat tidak berdosa.Shen Liu Zi menatapnya berbinar. Dia sudah hendak duduk santai, menyingsingkan sedikit lengan bajunya.“Ehem, Nyonya.” Kepala Xun berdehem. “Punggung tegak. Bahu lurus. Duduklah seperti ini.”Shen Liu Zi menurut, meski punggungnya terasa pegal, tapi dia telah menguasai cara dudul ala bangsawan.“Sekarang, sumpit.”Begitu sumpit menyentuh jari Shen Liu Zi, naluri lamanya langsung bekerja. Tangannya bergerak cepat, hendak menyumpit lauk terdekat.Tok! Kepala Xun menahan sumpitnya dengan sumpit lain.“Tidak.”Shen Liu Zi
Langkah Shen Liu Zi pada akhirnya berhenti di ambang pintu kamar jenderal Shang. Dia mendapati jenderal Shang sudah duduk berhadapan meja rendah. Beberapa jenis makanan tersaji di mejanya, tapi belum ada satupun yang tersentuh, seolah-olah dia sengaja belum memakannya karena ada seseorang yang ditunggu. Berhubung Shen Liu Zi tak bergegas, jenderal Shang mengangkat kepala. Pandangannya mereka bertemu! Jantung Shen Liu Zi berdebar bertalu-talu, sedangkan jenderal Shang tetap sedingin biasanya. “Kamu akan makan di sana, hm?” lontar jenderal Shang setengah mencibir. Shen Liu Zi mengerjap, pun lekas mengayunkan langkah ke dalam, menjatuhkan bokong perlahan-lahan di hadapan sang jenderal. Hening menggantung. Hanya ada pergerakan jenderal Shang, yang meletakkan semangkuk nasi untuk Shen Liu Zi, juga meletakkan beberapa lauk termasuk daging ke tumpukan nasi putih tersebut. Shen Liu Zi tidak berani bersuara selain berkata, “Terima kasih.” “Sama-sama,” lugas jenderal Shang. Shen Liu
Hujan turun perlahan. Jenderal Shang membakar hio, meletakkannya di depan papan arwah Chu Qiao. Dia kemudian duduk bersimpuh, punggungnya tetap tegak, tetapi sorot matanya yang dingin perlahan melemah. 'Aku belum pernah sekalipun melupakan kamu.' Dia membatin. 'Namun rasanya, posisimu di sini perlahan bergeser.' Hujan bertambah besar, udara dingin menyusup tanpa komando, sementara jenderal Shang masih di sana. Duduk bersimpuh di depan papan arwah Chu Qiao, tetapi bayangan Shen Liu Zi menari beberapa waktu lalu berputar di pikirannya. Satu shichen sebelumnya. Shen Liu Zi berdiri di tengah ruangan, jantungnya berdegup terlalu keras untuk disembunyikan. Tubuhnya kaku sesaat. Kemudian ingatan lama menyeruak, seperti aliran air yang menemukan kembali jalurnya. Wanita itu menunduk ringan, kedua lengan terangkat perlahan. Gerakannya mula-mula sederhana, mengikuti tarian lokal yang sering dipertontonkan di jamuan. Dari langkah kecil, putaran lembut, ujung kaki menyentuh lantai tanp
Sejak awal ketidakhadiran Shen Liu Zi disadari setiap orang! Salah satu pejabat membuka mulut siap melontarkan kata-katanya, tetapi semua kata itu lenyap seketika begitu pandangannya jatuh pada jenderal Shang yang memancarkan aura membunuh. Siapa yang berani bicara? Tidak ada! Saat itu, Shen Liu Zi bergeser dengan gerakan seolah alami. Menghindari tatapan Kaisar, dan yang jelas coba bersembunyi dari tatapan pria itu maupun sang jenderal. Hanya saja .... Posisinya tetap tertangkap mata jenderal Shang! Sambil menggoyang cangkir arak di tangan, sambil mengarahkan pandangannya pada Shen Liu Zi, tetapi seakan-akan melempar pandangan ke luar, dia berkata, “Kesehatan Nyonya Shen menurun drastis, pagi tadi seseorang menyeretnya ke jurang kematian.” Alis Kaisar terangkat, tapi tidak ada kata-kata yang lolos. Permaisuri Chun langsung mengurungkan niat mengupas apel. Atmosfer udara menegang dalam sekejap! Di tempatnya, Shen Liu Zi membatin, 'Dia tahu.' Tanpa perbincangan lebih jauh,
Saking ketatnya penjagaan istana malam ini, lalat mustahil bisa masuk! Tepat di halaman belakang paviliun naga emas, seluruh meja rendah untuk para tamu telah ditata sedemikian rupa. Para pelayan tengah menyajikan berbagai kudapan di mejanya, prajurit berseragam lengkap berpatroli dengan awas. Malam ini, jamuan setelah pertandingan akan dilangsungkan. Beberapa tamu telah berdatangan, termasuk pejabat Song dengan istrinya, Ji Xiao. Pada jamuan makan malam ini, Kaisar mengundang penari lokal yang berpenampilan tidak mencolok. Mereka masih dalam perjalanan. Kini istirahat sejenak di salah satu restoran untuk sedikit makan, karena menari membutuhkan banyak energi. Hanya saja, pada saat kejadian, salah satu penari pergi ke belakang untuk buang air besar. Dia mengalami diare hebat! Hampir satu dupa tidak kembali, teman-teman sesama penarinya belum menyadari, karena jumlah penari saat itu lumayan banyak. 17 penari! Seseorang yang diutus kemudian datang. “Ayo! Jamuan makan







