Share

BAB 04

Author: D.N.A
last update Last Updated: 2025-10-02 11:02:42

Satya tertegun sepersekian detik ketika tubuh mungil itu ambruk tepat di hadapannya. Suara benturan infus portabel dengan lantai terdengar nyaring, disusul helaan napas tersengal dari bibir Dara. Seketika darah Satya mendidih. Bukan karena iba, tapi karena rasa frustasi yang bercampur dengan obsesi yang makin menggila.

“Brengsek…” desisnya, sebelum dengan cepat meraih tubuh lemah Dara.

Bau antiseptik rumah sakit menusuk hidungnya, dan Satya bisa merasakan betapa rapuhnya gadis itu di dalam pelukannya. Tubuh Dara terasa dingin, jauh berbeda dari malam itu—malam yang terus menghantui pikirannya.

“Ran—siapkan ruang VIP sekarang juga!” hardiknya pada asistennya, suaranya bergaung di sepanjang koridor.

Beberapa perawat buru-buru menghampiri, memapah dan membantu Satya membawa Dara ke kamar perawatan khusus. Langkah-langkahnya keras, seolah tiap hentakan sepatu kulitnya adalah pelampiasan amarah yang tak kunjung padam.

Begitu sampai di kamar VIP, Satya sendiri yang menurunkan tubuh Dara ke ranjang. Jarum infus masih menempel, pipi pucatnya kontras dengan rambut hitam panjang yang acak-acakan. Satya berdiri di samping ranjang, kedua tangannya terkepal di sisi tubuh.

Dia ingin marah, ingin membentak, ingin menuntut jawaban. Tapi yang ada hanya diam—sunyi yang mencekik.

“Dokter, periksa sekarang,” perintahnya dingin.

Tim medis segera memeriksa Dara, mengecek tekanan darah, suhu, dan luka yang masih perlu perawatan. Satya menatap setiap gerakan mereka dengan sorot mata tajam, seakan mencari celah kesalahan sedikit saja.

Setelah beberapa menit, salah satu dokter menoleh. “Tidak ada yang serius, Tuan. Hanya kelelahan dan anemia. Pasien perlu istirahat penuh.”

Satya mengerutkan dahi. “Anemia?”

“Ya. Ditambah kondisi tubuhnya sudah mengalami trauma fisik, jadi wajar kalau mudah pingsan.”

Kata “trauma” itu menusuk telinga Satya, membuat rahangnya kembali mengeras. Ia mengibaskan tangan, menyuruh dokter dan perawat segera keluar. Tinggallah ia dan Dara di ruangan luas bernuansa putih itu.

Satya berjalan pelan mendekat. Tatapannya menelusuri wajah Dara yang tertidur, pucat dan rapuh. Di benaknya, suara dokter sebelumnya terngiang—selective erectile response. Otaknya menolak semua wanita, kecuali satu. Kecuali gadis ini.

Ia duduk di tepi ranjang, menunduk. Jemarinya terulur, hampir menyentuh wajah Dara, tapi berhenti beberapa sentimeter dari kulit halus itu. Satya mendesah kasar, lalu menyandarkan punggung ke kursi.

“Kenapa harus kau, hah?” gumamnya rendah, lebih pada dirinya sendiri. “Kenapa dari semua wanita, hanya kau yang membuatku kehilangan kendali?”

Bayangan malam itu kembali berkelebat—tatapan mata Dara, tubuhnya yang menegang, suara tertahannya. Semua terekam jelas. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat bayangan itu mencengkeram.

Pintu diketuk pelan. Asistennya masuk, menunduk hormat. “Tuan, Rudi sudah berhasil kita amankan. Apa perintah Anda?”

Satya menoleh tajam. “Tidak usah. Aku sudah menemukannya.” Tatapannya kembali ke arah Dara. “Dia tidak akan pergi kemana-mana lagi.”

“Asal yakin, Tuan, dia bisa saja—”

“Diam.” Suara Satya serak tapi berwibawa. “Tidak ada satu pun yang boleh tahu. Tutup mulut semua orang di sini. Kalau ada yang membocorkan, aku sendiri yang akan mencabut nyawa mereka.”

Asistennya menelan ludah, mengangguk cepat sebelum keluar dengan langkah gugup.

Ruangan kembali sunyi. Satya bersandar, menatap lampu di langit-langit, lalu melirik Dara lagi. Perlahan, tangannya meraih selimut dan menariknya hingga menutupi tubuh mungil itu dengan hati-hati.

Ia mengusap wajah dengan kasar, berusaha menenangkan diri. Tapi bukannya tenang, dada Satya justru makin sesak.

Dan pintu itu kini sudah terbuka untuk Dara. Hanya Dara.

Satya menutup mata, kepalanya dipenuhi amarah sekaligus ketakutan. Untuk pertama kalinya, ia merasa tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri.

Ia mencondongkan tubuh ke arah Dara, berbisik di dekat telinganya. “Kau membuatku terjebak. Dan aku tidak suka dijebak. Tapi ingat, Dara… sejak malam itu, kau sudah jadi milikku. Tidak ada jalan keluar.”

Dara bergeming, masih tak sadarkan diri. Hanya bunyi mesin infus yang mengisi keheningan.

Satya kembali duduk tegak, menyalakan sebatang rokok elektrik yang ia sembunyikan di balik jas. Asap tipis memenuhi ruangan, mengaburkan wajahnya yang tegang.

“Ayo kita menikah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    BAB 05

    Cahaya lampu putih menyilaukan. Dara membuka mata perlahan, kelopak terasa berat. Helaan napasnya pendek, tubuhnya masih lemah. Saat kesadaran berangsur kembali, pandangan pertama yang ia lihat membuat jantungnya berdegup tak karuan.Satya.Pria itu duduk di kursi dekat ranjang, kaki bersilang, jas hitamnya masih rapi, wajahnya tegang. Tatapannya menusuk, tak pernah lepas dari Dara. Seperti seekor predator yang sedang menunggu mangsa terbangun.Dara tersentak, berusaha bangun, tapi tubuhnya terlalu lemah. Tangan dengan jarum infus bergetar. “Kenapa… aku di sini?” suaranya serak.Satya tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela asap rokok elektrik tipis, lalu mematikan perangkat itu. “Karena kau tumbang di depan mataku. Seharusnya aku biarkan kau tergeletak, tapi aku tidak suka meninggalkan sesuatu yang sudah menyentuh hidupku begitu saja.”Dara menggigit bibir, hatinya berdebar hebat. Kata-kata itu terdengar seperti ancaman. Ia merapatkan selimut ke tubuhnya. “Aku… bisa pulang sendiri

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    BAB 04

    Satya tertegun sepersekian detik ketika tubuh mungil itu ambruk tepat di hadapannya. Suara benturan infus portabel dengan lantai terdengar nyaring, disusul helaan napas tersengal dari bibir Dara. Seketika darah Satya mendidih. Bukan karena iba, tapi karena rasa frustasi yang bercampur dengan obsesi yang makin menggila.“Brengsek…” desisnya, sebelum dengan cepat meraih tubuh lemah Dara.Bau antiseptik rumah sakit menusuk hidungnya, dan Satya bisa merasakan betapa rapuhnya gadis itu di dalam pelukannya. Tubuh Dara terasa dingin, jauh berbeda dari malam itu—malam yang terus menghantui pikirannya.“Ran—siapkan ruang VIP sekarang juga!” hardiknya pada asistennya, suaranya bergaung di sepanjang koridor.Beberapa perawat buru-buru menghampiri, memapah dan membantu Satya membawa Dara ke kamar perawatan khusus. Langkah-langkahnya keras, seolah tiap hentakan sepatu kulitnya adalah pelampiasan amarah yang tak kunjung padam.Begitu sampai di kamar VIP, Satya sendiri yang menurunkan tubuh Dara ke

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    BAB 03

    “Apa? Maksud Anda, saya impoten begitu?” hardik Satya, telapak tangannya menghantam meja konsultasi hingga dokter di depannya terkejut. Wajahnya tegang, rahang mengeras, sorot matanya menusuk.Dokter itu menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. “Bukan begitu, Pak. Organ reproduksi Anda baik-baik saja. Tidak ada kerusakan. Hanya saja… ada hal yang tidak beres pada otak Anda.”“Otak saya?” Satya mengulang, kening berkerut.“Benar. Jika boleh saya tahu, terakhir kali Anda berhubungan, kapan dan dengan siapa?” tanya dokter hati-hati.Satya mendengus, melirik asistennya malas. “Haruskah saya menjelaskan hal itu juga? Bukankah dokter yang seharusnya tahu kondisi pasiennya?”“Saya manusia biasa, sama seperti Anda. Kalau Anda tidak bercerita, bagaimana saya bisa mendiagnosis dengan baik?” jawab dokter sabar.“Tapi barusan Anda memeriksa saya. Bukankah itu sudah cukup?” Satya keukeuh, menahan malu.Dokter menggeleng. “Kalau begitu, cari dokter lain. Saya tidak bisa memberi diagnosa sembara

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    BAB 02

    Dentum suara musik menggema, mengguncang lantai dansa yang penuh dengan tubuh-tubuh bergoyang. Lampu berkelip tajam, silau menusuk mata siapa pun yang menatapnya terlalu lama. Satya melangkah santai, aura berkuasa mengiringi setiap gerakan. Di sampingnya, sang asisten setia mengikutinya tanpa suara, menjaga jarak namun tetap sigap.Malam kembali menelannya, sama seperti malam-malam sebelumnya. Rumah tak lagi menjadi tujuan untuk pulang, karena rumah hanyalah bangunan kosong yang penuh kenangan pahit. Orang tuanya sudah tiada, meninggalkan Satya seorang diri. Maka club, minuman keras, asap rokok, dan dentum musik inilah yang menjadi tempat ia mengubur kepenatan.“Bos, ada tamu,” sapa seorang pria setengah baya dengan perut buncit, pemilik club ternama itu. Senyumnya canggung, berusaha ramah.Satya hanya mendengus. “Hmmm.”“Kalau begitu mari saya antar ke tempat biasa.”Satya mengangguk, langkah kakinya mengikuti pria itu menuju lantai dua. Sebuah ruangan VVIP terbuka, pintunya tebal me

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    BAB 01

    “Mas, kamu mau ke mana?” tanya Dara pelan, masih mengenakan kebaya pengantin. Wajahnya teduh dengan senyum malu-malu, berusaha menyembunyikan degup jantungnya yang tak karuan.Kini ia mengikuti suaminya ke sebuah rumah kecil peninggalan orang tua Rudy, yang katanya akan jadi tempat tinggal mereka setelah menikah.Senyum tipis terukir di bibir Dara ketika melihat foto masa kecil Rudy yang tergantung di dinding. Ia membayangkan kelak foto pernikahan mereka akan dipajang di sana, menyempurnakan rumah mungil itu. Dengan langkah ringan ia masuk ke kamar utama, berniat berganti pakaian sambil menunggu suaminya pulang.Namun malam bergulir tanpa kepastian. Jam dinding menunjuk angka sepuluh, sementara makan malam yang ia siapkan sudah dingin. Dara menggenggam tangannya gelisah—tak mengenal jalan kota, ia tak mungkin keluar mencarinya.Ketukan keras di pintu membuatnya terlonjak. Bergegas, Dara membuka pintu dan mendapati Rudy berdiri dengan kemeja kusut, kancing terbuka, dan bau alkohol yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status