Share

BAB 03

Auteur: D.N.A
last update Dernière mise à jour: 2025-10-02 11:01:41

“Apa? Maksud Anda, saya impoten begitu?” hardik Satya, telapak tangannya menghantam meja konsultasi hingga dokter di depannya terkejut. Wajahnya tegang, rahang mengeras, sorot matanya menusuk.

Dokter itu menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. “Bukan begitu, Pak. Organ reproduksi Anda baik-baik saja. Tidak ada kerusakan. Hanya saja… ada hal yang tidak beres pada otak Anda.”

“Otak saya?” Satya mengulang, kening berkerut.

“Benar. Jika boleh saya tahu, terakhir kali Anda berhubungan, kapan dan dengan siapa?” tanya dokter hati-hati.

Satya mendengus, melirik asistennya malas. “Haruskah saya menjelaskan hal itu juga? Bukankah dokter yang seharusnya tahu kondisi pasiennya?”

“Saya manusia biasa, sama seperti Anda. Kalau Anda tidak bercerita, bagaimana saya bisa mendiagnosis dengan baik?” jawab dokter sabar.

“Tapi barusan Anda memeriksa saya. Bukankah itu sudah cukup?” Satya keukeuh, menahan malu.

Dokter menggeleng. “Kalau begitu, cari dokter lain. Saya tidak bisa memberi diagnosa sembarangan.”

Satya mengepalkan tangan, urat-urat leher menonjol. Akhirnya ia bersandar, menarik napas dalam. Butuh keberanian ekstra untuk mengaku. “Terakhir saya berhubungan tiga hari yang lalu. Dengan seorang gadis… yang masih perawan. Itu pertama kali bagi saya, sebelumnya saya tidak pernah menyentuh perempuan yang benar-benar tersegel. Sejak kejadian itu, bagian intim saya bermasalah.”

Dokter mengangguk paham. “Di pagi hari, apakah masih ereksi?”

“Normal. Bahkan kalau saya mengingat dia… langsung bereaksi. Tapi anehnya, bersama wanita lain? Tidak berjalan. Tidak ada respon sama sekali,” jelas Satya, wajahnya memerah.

“Baik, berarti jelas. Anda tidak impoten. Tubuh Anda sehat. Hormon testosteron berfungsi baik. Tapi tubuh manusia bukan hanya organ. Ada kendali psikologis. Bisa jadi saat bersama gadis itu, tubuh Anda bereaksi berlebihan, sehingga otak mengikatkan respon emosional yang mendalam. Trauma, memori, semuanya menempel.”

Satya mengusap pelipis, gusar. “Maksud dokter, saya gila?”

“Tidak. Kondisi Anda disebut selective erectile response. Organ Anda hanya merespons pasangan yang memenuhi kriteria khusus di otak. Dalam kasus Anda, gadis itu telah memberi jejak psikologis sangat kuat. Itu sebabnya tubuh Anda menolak yang lain,” jelas dokter rinci.

Sunyi sejenak. Satya menatap tajam. “Jadi saya tidak impoten?”

“Tidak. Anda normal. Hanya saja otak Anda seperti pintu gerbang. Tidak sembarang wanita bisa masuk lagi.”

Satya mengepal tangan, dadanya membara. Bagaimana mungkin seorang gadis biasa bisa membolak-balik hidupnya hanya dalam satu malam?

“Solusi?” desisnya.

“Obat ada, terapi juga bisa. Tapi kalau otak Anda menolak, semua percuma.”

Satya berdiri mendadak. “Terima kasih. Saya akan kembali setelah menyelesaikan urusan dengan seseorang.” Ia melangkah keluar, wajahnya tertutup kacamata hitam. Asistennya mengekor.

“Cari Rudi. Bawa gadis itu kembali,” perintahnya dingin.

“Baik, Tuan.”

Masih di rumah sakit, ruang lain. Dara terbaring di ranjang pasien, jarum infus menusuk punggung tangannya. Wajah pucat itu menoleh lemah pada dokter perempuan yang sedang mencatat hasil pemeriksaan.

“Kondisi Anda cukup lemah, Nona. Ada robekan jaringan halus dan tanda kelelahan ekstrem. Untung Anda segera ditolong,” ucap dokter lembut.

Dara menunduk, menggigit bibir. Ingatan malam itu menghantam kembali. Tubuhnya gemetar.

“Anda butuh perawatan beberapa hari. Obat pereda nyeri ini harus diminum rutin. Kalau tidak, luka bisa semakin parah.”

“Berapa… biayanya, Dok?” suara Dara bergetar.

Dokter menatap iba. “Tenang, nanti bagian administrasi akan membantu.”

Tapi Dara tahu, selembar pun ia tak punya.

Beberapa jam kemudian, Dara dipapah keluar dari ruang dokter dengan surat keterangan medis dan kantong obat. Dia tidak sanggup membayar penuh, hanya memohon belas kasihan agar biaya dicicil. Tubuhnya lemah, tangannya masih terhubung dengan infus portabel.

Langkahnya terseok di koridor rumah sakit. Air mata jatuh tanpa sadar. Dara menahan isak, takut semua orang menatapnya.

Di ujung koridor, suara langkah sepatu bergema. Dara mendongak—dan jantungnya mencelos.

Satya.

Pria itu berjalan dengan rahang mengeras, kacamata hitam menutupi sorot matanya. Tapi aura marahnya menyebar, membuat udara serasa membeku.

Untuk sesaat, waktu berhenti. Dara terpaku, tubuh gemetar hebat.

Satya menghentikan langkah, menatap lurus padanya. Perlahan ia melepas kacamata hitamnya, memperlihatkan mata tajam yang seperti pisau.

“Kau—” suaranya rendah, penuh amarah.

Tubuh Dara goyah, infus di tangannya berayun. Pandangan berkunang.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (1)
goodnovel comment avatar
Jw Hasya
Wkwkwkwkwkwk. Perkututnya cuma on sama si Daramuda aja nih si Satya
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    Bab 44

    Karina pulang dengan raut wajah kesal, giginya gemertuk pelan dengan langkah yang terhentak keras. Wiranto dan Sari yang melihat kedatangan putrinya mengeryit heran.Pasangan suami istri itu saling pandang, sampai bunyi dentuman pintu membuat keduanya terkejut pelan. Sari dengan cepat menyusul Karina dan meninggalkan Wiranto yang sibuk dengan kopinya."Kenapa kamu?" tanya Sari, dia berbicara di ambang pintu kamar kontrakan yang Rudi sediakan.Karina mendelik tajam, wajahnya tertekuk dengan sorot wajah memancarkan amarahnya."Karin kesel, Bu. Kenapa sih harus selalu Dara yang beruntung dalam berbagai hal?" Suara itu meninggi dengan gestur tangan yang terangkat tinggi.Sari masuk lebih dalam ke kamar putrinya, dia duduk di atas ranjang dan tepat berada di samping Karina. "Coba, cerita lebih detail lagi, kamu kenapa sebenernya?" "Tadi, di kantor. Aku berusaha deketin Satya, eh malah sial." Cerita Karina mengalir dengan emosi yang menggebu. "Kopi yang aku bawa malah tumpah. Terus tumpaha

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    Bab 43

    Hal yang tidak pernah Dara duga dalam hidupnya adalah, ketika dia melihat Rudi tepat berada di depan dirinya. Pria yang dulu sangat dia cintai, bahkan Dara rela memberikan semua yang dia miliki pada pria itu.Tatapan Dara menyipit tajam, "Ada apa?" Kedua sudut bibir Rudi mengembang begitu saja, pria dengan kulit sawo matang itu terlihat mengulurkan tangan, satu paper bag berwarna hitam dia serahkan pada Dara."Oleh-oleh, aku harap kamu masih suka hal manis." Tangan Rudi berayun tanpa penyambutan, membuat senyum di bibirnya luntur perlahan. Dia menarik kembali lengannya dan menaruh paper bag di atas meja."Kalau begitu, aku pamit dulu." Tidak ada jawaban, yang ada hanya penyambutan dengan nada yang cukup keras. Dara enggan berucap, bahkan untuk sekedar berbasa-basi dengan sang mantan.Setelah kepergian Rudi, wanita itu menutup pintu dengan cukup keras, dia enggan bahkan untuk sekedar mengambil barang pemberian Rudi.Dulu, Dara memang mencintai Rudi, bahkan mungkin sangat. Tapi untuk

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    Bab 42

    Wajah Dara terlihat kesal, dia menenteng beberapa camilan dan berjalan masuk sambil menghentakkan kaki dengan kencang.Belanjaan itu ia taruh di atas meja begitu saja, bahkan sebagian terlihat keluar dari dalam kereseknya. Dara melipat tangan dan menatap Karin dengan mata menyipit tajam."Tuh, taksi kamu udah ada ... dari tadi diklaksonin, ko nggak keluar-keluar," sentaknya dengan nada tak suka.Karina tersenyum samar, dia berdiri dan menatap Satya sekali lagi. "Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, Pak ... kalau begitu saya pamit pulang dulu." Karina melangkah menuju pintu, tapi sebelum benar-benar keluar dari dalam rumah Dara. Suara Satya menghentikan aksinya."Hati-hati di jala," suara itu mengalun pelan, membuat Karina tersenyum dengan perasaan berbunga.Dia mengangguk malu-malu dan dengan cepat menatap pada Dara, senyum kemenangan wanita itu perlihatkan. Membuat Dara menatap tak suka ke arahnya.Setelah Karina sudah tidak terlihat lagi, Dara mulai menatap Satya dengan raut waja

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif     Bab 41

    Cukup lama Karina menunggu di ruang tamu, sampai Dara datang dengan wajah yang terlihat berseri, dia terlihat berjalan dengan ringan dan tanpa beban. Tidak seperti sebelumnya.Senyum manis terpatri di wajah cantik Dara, membuat tatapan Karina berubah datar dan dingin, dia tidak suka ketika melihat sepupunya itu bahagia.Sejak dulu, Dara selalu memiliki kehidupan yang lebih layak dari dirinya, semua yang Dara miliki harus menjadi miliknya. Itu prinsip hidup Karin.Jika dulu, Dia gagak merebut Rudi, maka hari ini dia harus mendapatkan Satya. Beberapa hari lalu, Rudi menghubungi ibunya, pria itu memerintahkan mereka untuk pergi ke kota.Rudi bilang, jika Dara kabur dan memilih menikah dengan orang Kaya. Jelas, Sari dan Wiranto tidak terima, mereka mengasuh Dara sejak remaja, dan ketika wanita itu bergelimang harta, mereka harus ikut serta di dalamnya."Maaf ... aku lupa kalau ada tamu," ujarnya Dara dengan suara lembutnya. Dia menyelipkan rambutnya dan memperlihatkan bekas merah yang mas

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    Bab 40

    Langkah kaki Dara menggema menaiki tangga, dia berlari ke lantai atas guna mengejar langkah Satya. Amarah bercampur menjadi satu dan siap meledak kapan saja.Begitu sampai di ambang pintu, Dara berhenti melangkah, dia menghela napas pelan sebelum membuka pintu di depannya."Tuan." Panggil Dara dengan tergesa.Satya terlihat duduk di atas sofa, pria itu sudah tidak mengenakan kaos nya lagi, tubuh bagian atas yang terekspos sempurna dan membuat Dara hilang fokus beberapa detik."Apa? Kamu akan berdiam diri di ambang pintu, Dara?" Dara mengerjap pelan. Dia menghampiri Satya dengan cepat. Tatapannya berubah, dia yang semula tampak biasa menjadi sedikit jengkel dengan apa yang Satya baru saja lakukan."Tuan, kenapa Anda membawa pulang wanita itu ke rumah ini?" Satya tidak langsung menjawab, dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Tapi sebelum benar-benar masuk, Satya berucap dengan nada pelan."Pinjamkan pakaianmu ... dia kehujanan dan pasti kedinginan." Pintu ka

  • Jerat Bos Mesum yang Posesif    Bab 39

    Dara terlihat antusias dengan kedatangan Satya kali ini, dia berdiri di ambang pintu sambil sesekali menatap pada jalanan di depannya.Dia bahkan sudah tidak menghiraukan tetangga depan rumah yang terlihat menyipitkan mata, dengan penuh rasa penasaran terhadapnya.Yang Dara tunggu kali ini adalah bakso, dia sudah membayangkan kuah pedas panas, dengan rasa sedikit asam dan manis dari kecap hitam."Mana Tuan, kenapa lama sekali," gumam Dara pelan, dia terus melongokkan kepala dan menatap jalanan di depannya."Apa mobilnya mogok yah? Atau dia bohong lagi." Prasangka buruk terus Dara ucapkan, dia mendesah pelan dengan bibir yang terus mendumelkan sesuatu.Rudi yang berada di balkon kamar terus memantau setiap gerak Dara. Ada rasa gemas di dalam hatinya ketika melihat tingkah Dara, cara wanita itu menunggu, cara nya terus bergumam, dan cara wanita itu memainkan ekspresi wajahnya."Kenapa dulu aku tidak sadar, jika Dara semenggemaskan itu," bisiknya nyaris tak terdengar.Tatapan Rudi menja

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status