Share

Bab 3. Elvan Wongso

Menyadari bahwa dirinya sedang berhadapan dengan pewaris keluarga Wongso yang ternama, orang suruhan Farha pun langsung membungkuk hormat. 

“T-Tuan Elvan, m-maafkan kelancangan kami. K-kami tidak tahu Anda sedang–”

“Cepat pergi!”

Geraman penuh amarah dari sosok Elvan membuat orang suruhan Farha langsung berkata, “B-baik, Tuan Elvan. Sekali lagi … kami minta maaf!” Pria itu pun gegas lari keluar dari toilet bersama kawan-kawannya yang lain dengan terbirit-birit.

Sesampainya mereka di hadapan Farha yang sedang menunggu kabar bersama Nadya di ruang tunggu pengantin, wanita itu menggeram dengan wajah yang tidak puas, “Kenapa kalian kembali dengan tangan kosong!? Mana wanita jalang itu!?”

Pesta pernikahan memang telah kembali tenang, tapi rasa malu akibat kekacauan yang terjadi masih mengakar dalam diri. Demikian, Farha dan Nadya butuh pelampiasan dan pertanggungjawaban dari Diva!

Dengan wajah pucat, tiga orang suruhannya itu menggeleng. “Maaf, Nyonya, Nona. Akan tetapi, kami tidak bisa menemukannya.”

Mendengar itu, Nadya tampak semakin murka, sedangkan Farha mengepalkan tangannya kuat. “Dasar bodoh! Dia lari ke satu arah! Bagaimana bisa kalian kehilangan dirinya!”

Ketiga orang Farha saling melirik, lalu salah satunya memutuskan untuk menceritakan yang terjadi. “Sejujurnya, kami kira dia sempat lari ke toilet pria. Soalnya setelah memeriksa toilet wanita, dia tidak ada di sana. Akan tetapi ….”

“Akan tetapi?” ulang Nadya, tidak sabar mendengar kelanjutannya.

“Tetapi, kami malah bertemu dengan Tuan Elvan Wongso ….”

Mata Nadya dan Farha membola. 

“Elvan Wongso? CEO LuxTech Group itu?” tanya Farha yang diikuti dengan anggukan kepala para bawahannya. 

Farha dan Nadya tahu siapa Elvan Wongso, juga kedudukannya di komunitas kalangan atas. Mengingat ayah Nico bekerja untuk kakek dari Elvan Wongso, dan Nico sendiri ingin sekali menjalin kerja sama dengan pria itu, Farha dan Nadya tahu jelas kalau pria tersebut tidak boleh dia singgung!

“Lalu? Apa masalahnya kalian bertemu dengannya? Kalian tidak melakukan apa pun padanya, bukan?” tanya Farha, agak khawatir.

Salah seorang pria suruhan Farha menjawab, “L-lapor, Nyonya. Kami … menangkap basah dirinya dengan seorang wanita di bilik kamar mandi pria, jadi … beliau sangat marah.”

Mendengar cerita bawahannya, Farha menautkan alisnya erat. Elvan Wongso bersama seorang wanita?! Pria yang terkenal dingin dan selalu menolak dekat dengan wanita kalangan atas mana pun … tertangkap sedang bersama dengan seorang wanita di toilet pria?

Ada yang aneh!

Sembari menggigit kuku merahnya, Farha membatin, ‘Tidak mungkin … wanita yang bersamanya di toilet itu … Diva, ‘kan?’ Merasa dirinya berpikiran yang tidak-tidak, Farha pun berkata, “Ya sudah! Kembali ke tempat berjaga kalian! Jangan sampai ada yang mengacau lagi!” 

“Baik, Nyonya!”

Farha menatap Nadya. “Nadya, untuk sekarang, kita harus fokus dengan pesta pernikahan. Oke, sayang? Urusan Diva, kita lupakan dulu. Tidak penting mengurusi wanita rendahan itu.”

Nadya memaksakan sebuah senyuman. “Baik, Ma ….”

Namun, saat mertuanya itu pergi meninggalkan ruangan, Nadya meremas gaunnya dengan erat dan membatin dalam hati, ‘Diva, Dendam hari ini … akan kubalaskan di lain hari!’

Sementara itu, Diva yang telah memastikan bahwa orang-orang tadi telah pergi, langsung menghela napas lega. Sungguh mukjizat itu nyata, bisa-bisanya dia bertemu orang berkuasa yang bisa mengusir orang-orang Farha dengan semudah itu!

Saat Diva terpukau dengan kenyataan dirinya berhasil lepas dari masalah, mendadak dia merasakan pegangan pada pinggangnya menguat. Hal itu menyebabkan Diva mengangkat pandangan, menatap pria yang masih memeluknya erat.

Sial. Diva baru sadar satu hal. Pria bernama Elvan Wongso ini begitu tampan! Sungguh tidak disangka CEO LuxTech Group yang ternama juga masih sangat muda!

Sadar dirinya mulai melamun, Diva langsung mendorong dada Elvan dan menjauhkan dirinya dari pria itu. “T-terima kasih atas bantuanmu, Tuan Elvan,” ucapnya dengan agak gugup selagi merapikan penampilannya.

Elvan dengan santai mengancingkan kembali bajunya, lalu mengikat dasinya. Dia tidak membalas ucapan Diva, sampai akhirnya dia selesai merapikan diri, pria itu baru menggenggam tangan wanita itu erat.

“Sekarang, giliran kamu membantuku.”

“Bantu ap–”

Tidak sempat Diva menyelesaikan kalimatnya, Elvan langsung menariknya keluar dari toilet. Mata pria itu sempat mengitari sekeliling, memastikan pria-pria tadi sudah tidak ada, sebelum akhirnya membawa Diva ke arah lift.

“Kamu ingin membawaku ke mana?!” tanya Diva sedikit panik. 

Saat pintu lift terbuka, Elvan membawa Diva ke dalam, menutup pintu lift, lalu menekan tombol lantai tertinggi. 

Menurut pengetahuan Diva, lantai tertinggi hotel biasanya adalah penthouse. Mengingat Elvan adalah salah satu orang terkaya dalam negeri, tidak heran bila dia menginap di kamar termahal hotel itu. 

Namun, membawa seorang wanita ke kamar, itu berarti–

Diva langsung memeluk tubuhnya sendiri. “A-asal kamu ingat, aku tidak menjual tubuhku!” ulangnya lagi, tahu bagaimana orang-orang kelas atas, terutama para prianya, sering bermain.

Mendengar ocehan Diva, Elvan menoleh ke arahnya dengan pandangan keruh. “Sudah kukatakan, aku tidak tertarik dengan tubuhmu!”

Alis Diva tertaut. “Kalau begitu, untuk apa membawaku ke penthouse hotel!?” Dia menunjuk ke arah tombol lantai yang dipencet Elvan.

Elvan melirik tombol lantai yang menyala, lalu balik menatap Diva. Sebuah senyuman terpasang di wajahnya selagi dia melipat kedua tangannya. 

“Sudah kuduga matamu bermasalah,” ucap pria itu.

“Apa?!” Diva mendelik, merasa tidak terima. Ini sudah yang ke sekian kali pria di hadapannya ini menghinanya!

Namun, Elvan tetap santai. Dia mengarahkan dagunya ke arah atas, pada papan petunjuk tiap-tiap lantai. 

Diva mengikuti arahan Elvan, lalu menyadari satu hal.

Lantai tertinggi … adalah restoran rooftop.

Seketika, wajah Diva kembali memerah. Astaga … sekali lagi dia mempermalukan dirinya!

“Dengar, Nona ….”

“Diva … namaku Diva,” ucap Diva dengan mata menghindari tatapan Elvan, masih malu. 

Elvan menganggukkan kepala. “Dengar, Diva. Saat ini, bukan wanita yang bisa kutiduri yang kuperlukan.” Ucapan Elvan membuat Diva kembali fokus padanya, membuat pria itu kembali serius ketika dirinya berkata, “Sebaliknya, aku perlu wanita yang bisa menjadi tunanganku.”

Kening Diva berkerut. “Apa?”

Dengan wajah dingin dan tatapan tajam, Elvan menegaskan, “Atas bantuanku tadi, aku perlu dirimu untuk menjadi tunanganku.”



Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status